Chapter 3

9.7K 658 199
                                    

Passé

Katedral Notre Dame, kini aku berdiri tepat di depan bangunan suci yang agung. Aku berdiri di tengah kesepian tempat bersejarah ini, tepat di Katedral suci yang begitu dijaga oleh masyarakat Perancis dalam keadaan lusuh dan hina. Beraninya aku untuk berada di sini, terkutuklah aku. Aku yakin tempat ini sudah diberkati oleh Tuhan di atas sana, sehingga bangunan tua bersejarah ini jauh dari sesuatu yang kotor nan hina berbau dosa.

Jadi, apakah aku masih pantas untuk berdiri di sini?

Air mata sialan ini tidak bisa berhenti. Aku terus menangis dengan keadaan ini, dan kaki-kakiku membawa raga ini untuk sampai menghadapi bangunan gereja. Tidakkah itu hina? Aku bagaikan seonggok kotoran yang seharusnya disingkirkan. Aku tidak pantas untuk menginjakkan kaki di tempat yang sudah diberkahi. Lalu untuk apa aku kemari? Mengapa manusia selalu merasa tidak tahu diri?

Mengapa?

Aku tidak bisa menjawabnya, raga ini terlalu menguasai diriku untuk melangkah hingga sejauh ini, hingga sampai di sini. Apa ragaku menyuruh relung hatiku untuk menghadap Tuhan? Apa ragaku membawa jiwaku kemari untuk memohon pengampunan? Ketahuilah bahwa aku tidak. Aku tidak pernah sedikit pun berniat meminta pengampunan padaNya. Aku tidak ingin datang di saat dunia menyingkirkanku, di saat aku terpuruk dan membutuhkan arah untuk tetap bertahan. Aku bukan manusia senaif itu, aku masih memiliki logika untuk menghadap Tuhan di saat aku telah baik-baik saja. Aku tidak mau datang saat butuh. Aku ingin Tuhan memberkatiku karena aku berbuat kebaikan, bukan sebaliknya.

Kakiku gemetar, sama sekali enggan untuk melangkah memasuki gereja. Terdapat sesuatu yang haram sekaligus suci di sini, di dalam perutku. Jadi aku tidak mau Tuhan murka jika melihat sampah sepertiku. Yang kulakukan hanya diam, mematung tanpa berhenti menangis. Berharap jika semua yang kualami segera sirna. Dan meski aku berkata bahwa aku tidak mau menghadap Tuhan di saat terpuruk, diam-diam aku tetap meminta pertolongan kepadaNya.

Tuhan, tolong aku...

Apa yang harus kulakukan? Tidak ada siapapun yang kumiliki lagi selain janin haram yang terkandung di dalam rahimku. Haruskah aku melenyapkannya, Tuhan? Haruskah aku menghilangkannya agar ia tetap abadi di surga, terjaga tanpa harus merasakan kejamnya dunia? Aku tersesat, tidak ada siapapun yang mampu membantuku. Jake mengusirku, dia satu-satunya orang yang bisa menampungku. Dan aku tidak mau kembali ke tempat singgahku yang lama. Apartemen dengan segala harta yang kumiliki termasuk dalam hak Jake. Aku tidak punya apa-apa.

"Rita,"

Seseorang memanggilku dengan nama itu. Suaranya yang berat dan terkesan lembut seketika melemahkanku. Aku tidak tahu mengapa, namun ada getaran aneh yang bergolak di dadaku saat kurasakan kehadiran seseorang di belakang sana. Semua itu menyadarkanku bahwa aku tidak sendirian. Dan itu membuatku takut. Tangisku semakin pecah, golakan emosional dalam dadaku seakan menekanku lebih dalam. Tak sanggup aku berbalik, namun aku tetap melakukannya hingga pandangan ini bisa melihat siapa manusia yang berani mendekati kotoran sepertiku.

Seorang pria paruh baya, dengan rambut cokelat, tubuh yang masih kekar, dan iris mata biru. Aku melihat suatu keteduhan yang asing di matanya, yang menenangkan sekaligus meresahkanku. Aku mengenalnya. Aku tahu siapa dia. Dia adalah satu dari sekian juta pelanggan di tempat pelacuran yang pernah kusinggahi. Seorang pria pengusaha kaya yang bisa dikategorikan sebagai pelanggan terbaik. Aku pernah melayaninya, aku tahu bagaimana bentuk tubuhnya di balik jas mahal itu. Dan aku tahu dia mengikuti langkahku sejak aku keluar dari ruangan Jake.

Pandangan kami bertemu, air mataku terus mengalir dan sulit untuk berhenti. Kakiku mulai gemetar, diikuti tangan dan merambat hingga ke permukaan bibirku. Perasaan emosional kian membludak dalam benakku. Jarak yang membentang di antara kami seakan membuatku kalut. Di saat aku membutuhkan pertolongan pada Tuhan, pria itu datang dengan sendirinya tanpa sedikit pun aku minta. Apakah ini termasuk dalam takdir Tuhan? Pria itu masih menatapku, dan pandangannya yang begitu teduh seketika membuatku luruh.

SLUT 2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang