18
Bercak darah sudah memenuhi sekujur tubuh Shay yang terbaring lemah dalam keadaan setengah telanjang. Sayup-sayup matanya terbuka di balik kesadarannya yang kian menipis. Tubuhnya terkapar tak berdaya di atas lantai kamar, diikuti guncangan kecil yang sesekali menekan tubuhnya secara mengerikan. Karena William terus saja menggaulinya di bawah sana.
"Rita, Shay!" pekik William lirih dengan mata yang menyipit, menahan kenikmatan tersendiri yang ia rasakan di balik hal mengerikan ini. "Ya, teruslah diam seperti itu."
Shay terdiam di balik sensasi tubuhnya yang merebak tak karuan. Di balik iris matanya yang menatap nanar sekujur tubuhnya yang dipenuhi bercak darah, sayatan serta luka lebam. Jemari kaku Shay bergerak, menyentuh payudaranya sendiri yang terguncang dan dipenuhi darah serta air liur William. Ia merabanya, di balik rangsangan tak lazim yang terasa begitu menyiksa.
"Kau mulai terangsang, sayang?" seringai William seakan menjadi mimpi buruk yang abadi bagi batin Shay. "Ayo, kau boleh berteriak. Kita coba dinding kedap suara yang baru ini."
Shay menatap William dengan pandangan kosong.
"Ah, satu-satunya hal yang kusuka darimu adalah––" William menekan kelaminnya lebih keras, membuat tubuh Shay tersentak. Namun wanita itu sama sekali tidak bereaksi. Wajahnya tampak kaku secara tiba-tiba. "Milikmu selalu terasa spesial, Rita. Aku selalu keenakan."
Tubuh Shay menegang ketika pelepasan ke sekian kalinya yang ia rasakan menekannya diiringi rasa trauma. Pelepasan yang terjadi atas dasar yang menyiksa. Dan ketika semua itu terjadi, Shay selalu merasa seribu kali lebih kotor dari seonggok sampah. Kali ini, Shay seakan kehilangan segala kuasanya untuk mengendalikan diri. Luapan trauma dan ketakutnya mengambil utuh kesadarannya.
Ini semua salah, sangat salah. Dan ketika Shay benar-benar menyadari semua itu, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ini semua membuatnya gila dan kesulitan untuk berpikir jernih. Apa yang harus ia lakukan di balik kekacauan ini? Kemaluan William terus menusuknya, diiringi perasaan trauma yang menekan batinnya hingga cekung. Deru napas Shay terus berubah-ubah.
Hingga mengeras tiba-tiba.
Shay mendengus. Pikirannya kacau, sementara rasa trauma dalam batinnya terus meluap-luap. Ia tampak mengeraskan rahangnya. Sementara William tidak menyadari perubahan dalam diri Shay yang mulai lelah menghadapi semua ini. Pria brengsek itu tampak menikmati apa yang telah ia rusak dan rampas. Hingga akhirnya, ia terkejut mendengar Shay bersuara.
"William," tubuh Shay sesekali terguncang, matanya yang sayu menatap William dengan nanar. "Aku bersumpah, kau akan mendapat balasan dari semua ini."
Tamparan keras langsung menghantam wajah Shay dengan begitu keji. William menatap Shay dengan begitu murka. "Apa yang kau bicarakan?!"
"Kau akan mendapat balasannya, ingat itu. Aku tidak menikmati semua ini." Shay mengusap lelehan darah di sudut bibirnya, merasa kebas oleh tamparan keras Will. "Semua yang kau lakukan padaku, aku tidak akan pernah menerimanya."
William kehilangan kendali. Ia kembali menekan Shay dari bawah seraya menarik rambutnya. Lantas membenturkannya berkali-kali ke atas lantai keras dengan membabi-buta. Ini pertama kalinya Shay meneriakkan penolakan, melayangkan ancaman dengan tatapan serius. Dan melihatnya membuat William sangat kesal.
"Kau baru saja mengancamku? Hah?!" William berteriak. "Keparat! Keparat!"
Tidak ada tangisan lirih atau erangan kesakitan dari mulut Shay. Wanita itu sanggup menahan semua rasa sakit di saat kepalanya terus membentur lantai. Ia meresapi benturan demi benturan yang menghantamnya. Tidak ada teriakan penuh pengampunan. Shay membiarkan rasa sakit itu merebak dalam batinnya, merusak kepalanya dan menghancurkan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SLUT 2 [COMPLETED]
Fanfiction[SEQUEL OF SLUT] Akhir dari kisah cinta mereka masih memiliki sesuatu. Sesuatu yang perlahan-lahan dapat mempertemukan mereka kembali. Sesuatu yang tanpa mereka sadari mengikuti sepanjang waktu. Dan sesuatu itu adalah; takdir. ©2017 by Ananda (Badga...