Chapter 23

419 69 62
                                    

Paris


Jake Sandy masih memaksakan diri untuk menikmati cerutu di saat tubuhnya sudah terlalu tua menerima racun dari tembakau dan nikotin yang terkandung dari benda tersebut. Pria bertubuh gempal itu bersandar di sofa berukuran besar sambil memejamkan mata. Cahaya matahari membias hangat di ruang tengah penthouse yang tengah ia tempati beberapa hari ini. Pikirannya melayang ke segala arah, membayangkan delusi dan kenyataan yang sering kali tertukar dalam kepalanya.

Pria itu tersentak saat salah satu bawahannya datang dan melapor jika ada tamu menjanjikan yang datang. Jake mengernyit, merasa tidak memiliki janji temu dengan siapa pun hari ini. Namun karena bawahannya terus mengatakan soal hal menjanjikan, Jake pun mengizinkan tamu itu datang ke ruang tengah untuk menemuinya. Diam-diam Jake membenamkan bibir seraya berhenti mengisap cerutunya. Seorang pria datang dengan begitu percaya diri dan santai. Pria dengan stelan formal dan rambut sebahu berwarna pirang yang tertata rapi.

"Selamat sore, Tuan Jake. Maaf jika aku datang mendadak dan mengganggu waktu luang Anda."

"Siapa kau?" Jake menatap pria asing itu dengan pandangan skeptis.

Pria itu tersenyum penuh arti, terbatuk sebentar sebelum akhirnya berjalan untuk duduk di hadapan Jake di saat pria paruh baya itu sama sekali tidak mempersilakannya.

"Aku datang untuk penawaran yang sepadan."

"Bisnisku sudah berjalan dengan baik selama puluhan tahun. Apa pun itu, aku tidak berminat."

"Tuan," pria itu menyatukan kedua telapak tangannya. Tatapannya pada Jake tampak begitu pasti dan yakin. Seakan memaksa Jake untuk tidak menolak sama sekali di saat pria itu belum mengatakan tujuan yang sebenarnya. "Akan jadi masalah jika Anda menolaknya. Lokasi bisnis Anda bisa diratakan dalam hitungan detik dari sekarang."

"Kau mengancamku?"

Jake mulai menegakkan tubuhnya seraya menatap tajam pria asing itu. Benaknya terus bertanya-tanya mengenai sosok yang bermain di balik semua ini.

"Anda tentu tahu siapa yang mampu melakukan itu." pria itu mencondongkan tubuhnya, senyumnya kembali terukir. Kali ini lebih culas dari sebelumnya. "Anda memang cukup berkuasa di balik kegelapan. Namun semua orang akan berlindung di balik cahaya, Tuan."

Jake terdiam mendengar kalimat penuh teka-teki itu. Satu nama sekaligus sosoknya mendadak terbayang secara otomatis dalam pikiran Jake. Pria paruh baya itu lantas tersenyum miring, merasa cukup muak untuk kembali mengingat masa lalu dan satu ancaman yang kerap kali menghantui bisnisnya. Eksistensi yang melekat bagaikan parasit. Telah dibuang jauh-jauh namun memberikan dampak yang tidak pernah usai. Jake tentu tahu arah pembicaraan ini, namun ia sudah cukup muak untuk terlibat dan memperpanjang semuanya.

"Satu bulan seharga Lamborghini Veneno dalam kurun waktu tiga tahun. Apa Anda masih menerima cicilan tersebut setiap bulannya?"

Bingo. Jake bersorak dalam hati ketika tebakannya tepat sasaran.

"Tuan," pria itu belum menyerah. Kali ini, ia mengubah posisi duduk dengan satu tungkai yang terangkat. "Jika Anda memutuskan kontrak bisnis murahan itu, kami bisa membayar jauh lebih besar."

"Kau datang untuk si bangsawan sialan itu."

"Bos kami sedang ada di Washington. Aku harap Anda tidak keberatan jika transaksi ini dilakukan olehku sebagai perwakilan."

"Jangan terlalu percaya diri."

Pria itu terdiam.

"William adalah rekan bisnisku. Kali ini aku akan bermain nurani dengan berpihak padanya."

SLUT 2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang