Three

521 37 1
                                    

Aku menatap dedaunan kering yang ada didepanku. Entahlah, aku hanya malas saja masuk sekolah. Btw, kemarin aku masih tidak mengerti apa yang terjadi. Setelah semuanya gelap, aku terbangun dikamarku. Dan masih memakai seragam lengkap. Aku bingung. Tapi yang jelas, baru kali ini aku malas bertemu dengan ka Gilang. Entah yang terjadi kemarin itu mimpi atau beneran terjadi, yang pasti ciuman itu benar-benar masih terasa. Hembusan nafasnya masih terasa. Matanya yang hitam juga masih terlihat.

"Arana tumben terlambat?" Ucap guruku membuyarkan lamunanku. Aku hanya mengangguk kecut.

"Iya bu tadi saya--" Ucapku mencari alasan namun sudah dipotong duluan, "Pagi Ibu... Maaf ya saya terlambat lagi." Ucapnya sambil tertawa lebar. Aku pun menoleh lalu menyingkir dua tiga langkah dari sampingnya. Orang yang sangat amat malas kutemui malah dipertemukan dipagi ini. Good.

"Ah kamu lagi Gilang. Kemaren janji terakhir. Sekarang telat lagi. Mau gak naik kamu?" Ancam Ibu itu dengan suara yang tegas sambil menjewer telinga lelaki itu.
"Aduh ibu jangan dijewer dong. Tadi saya nungguin Arana dulu bu."

Aku yang merasa namanya disebut-sebut pun menoleh cepat kearah dua manusia tersebut. "Ih apaan bu bukan gara-gara saya." Belaku.

"Arana sayang, tadi kan gue nungguin lo dulu. Gue tuh nemenin lo telat ya!" Ucapnya dengan tegas disertai jari tangan kanannya yang mengelus bibirnya.

Tunggu. Itu semacam kode. Mengingatkanku akan kejadian kemarin. Jadi yang kemarin itu beneran? In real life? Not just dreaming?

Lalu aku diam mengalah saja karena sudah kupastikan mukaku sudah pucat pasi. Tanganku ditariknya setelah ku dengar ibu guru tadi menyuruhku masuk karena aku terlihat seperti orang sakit.
Aku berjalan melewati lorong-lorong yang sudah sepi. Anak-anak yang lain sudah berada dilapangan karena hari ini ada upacara memperingati hari nasional. Entahlah aku juga tidak begitu mengetahuinya.

"Sakit gak itunya?" Tanyanya tiba-tiba.
"Itunya apaan?"
"Itu..." Ucapnya sambil tersenyum nakal. Ganteng sih. Tapi...

"Apaan?"
"Lo lupa? Kemaren kan kita abis gitu-gitu." Ucapnya santai.
Aku masih diam berusaha mencerna kalimatnya itu.
"Gitu-gitu apaan?" Tanyaku masih dengan nada polos.
"Perlu diulangin lagi yang kemaren?" Lalu dia berhenti. Akupun ikut berhenti. Tangan kanannya mengusap bibirku. Membuat aku mengingat serpihan kejadian yang aku anggap mimpi itu.
Setelah ciuman pertamaku. Apalagi yang dia ambil? Tidak mungkin. Tidak mungkin.

Aku menampik tangannya. "Inget ya? Enak kan? Mau lagi?" Ucapnya masih dengan nada nakal namun dengan muka yang ganteng. Wtf. Sadar dong Na, lo tuh udah di'pake' sama dia.

Aku merasa bulir-bulir air mataku mulai jatuh. Aku mendorongnya kasar. Sebelum aku berlari menuju kelasku, aku sempat bicara padanya. "Jahat." Hanya kata itu yang mampu mendeskripsikan perilaku biadabnya terhadapku.

Aku menaiki tangga dengan tergesa-gesa. Aku mengusap kasar mataku. Ini masih pagi, namun seolah-olah terlihat sangat gelap. Aku duduk dikursiku masih dengan sesenggukan.

Aku berusaha mencerna perkataannya terakhir dan mengingat semua kejadian kemarin. Semuanya mengarah pada satu kalimat, aku sudah melakukannya dengan Ka Gilang.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas, kelasku bangunan baru. Cctv belum dipasang. Aku sedikit bernafas lega. Setidaknya yang mengetahuinya hanya aku dan dia. Oh satu lagi, dan Tuhan.

"NA. ARANA!" Teriak Nia dari pintu kelas. Dibelakangnya disusul Aul, Sasa dan teman sekelasku yang lainnya.
"Lo abis nangis ya? Kenapa bego?" Tanya Nia sambil melepaskan topi upacaranya. Aku menggeleng lemah. Bagaimana mungkin aku menceritakan aib yang sangat aib oleh seorang anak sma?

"Arana kenapa terlambat? Tadi ada ka Gilang tau dibawah." Kali ini Aul yang berbicara. Dan aku hanya bisa menggeleng lemah lagi. Sudah cukup, aku tidak ingin berurusan dengan dia lagi.

****

Semua hari setiap jam bagiku adalah mimpi buruk. Pernah mencintainya sedalam dan setulus itu adalah sebuah malapetaka.

****

"Na, lo pr ekonomi udah?" Tanya Sasa. Aku menjawabnya dengan anggukan. Aku berusaha untuk mengalihkan semua hal yang berhubungan dengan Ka Gilang. Contohnya sekarang, aku sudah mengerjakan semua pr. Aku tidak ingin berlarut-larut dengan kesedihan.
Orang yang sudah tidak perawan juga berhak sukses bukan? Aku mengotak-atik browser dihpku. 'Ciri-ciri orang yang tidak perawan.' Ketikku lalu memencet tombol search di google.
Aku membaca disalah satu artikelnya. Salah satunya adalah perihnya kewanitaan. Aku ingat-ingat lagi. Waktu kemaren aku tidak merasakan perih sama sekali. "Jalan kakinya lebar-lebar." Ucap Aul ditelingaku. Aku langsung mematikan hpku dengan sekali pencet.

"Arana nyari apa itu kok tulisannya kakinya lebar-lebar?" Tanya Aul polos. Aku berpikir keras,"Itu.. tadi gue tentang kaki gajah. Ternyata nanti kakinya lebar-lebar jalannya." Tidak bagus memang. Tapi is better than telling the truth kan?

Aku hanya takut apabila aku memberitahu yang sebenarnya teman-temanku akan menjauhiku semua. Seolah-olah aku sangat kotor karena mau dipegang-pegang hanya karena suka dengan orang itu.

"Lo kalo ada masalah apa-apa cerita ya. Gue nerima apapun masalah lo kok."Ucap Sasa yang baru datang dari kantin.
"Iya Na, lo tuh kenapa? Ga mau ke kantin lagi? Ga mau ngeliat ke bawah lagi? Lo tuh ada apa?" Tanya Nia kali ini.

"Emang kenapa?"Ucapku sambil menoleh kearah keduanya. "Ya lo tuh aneh banget..."Jawab Nia sendu.

"Arana udah ga suka sama ka Gilang lagi bukan?" Tanya Aul.
Aku menggeleng pelan,"Dia terlalu jahat buat gue."Jawabku sambil tersenyum.

"Iya kenapa?"
"Ga papa. Sumpah"Ucapku sambil membuat tanda peace dengan kedua jariku.

Mereka mengangguk-anggukan kepala dengan ragu-ragu. Mungkin nanti suatu saat akan aku ceritakan semua. Tapi jangan sekarang.

Dua minggu pun berlalu dari kejadian saat itu. Aku masih berusaha menghindar dari lelaki biadab yang bernama ka Gilang itu. Aku yang sekarang bukanlah Arana yang kamu kenal dua minggu lalu.
Yang apabila kamu panggil namanya masih kujawab dengan senyuman riang. Atau yang bila bertemu dengan ka Gilang maka aku akan meledak-ledak bahagia sesudahnya.
Tidak. Sekarang aku tidak seperti itu. Aku yang sekarang lebih menyukai sendiri dibanding ramai-ramai. Aku yang sekarang lebih menyukai berdiam diri dikelas daripada melihat kebawah kelasku. Aku yang sekarang sangat tidak ingin bertemu dengan dirimu, apalagi sampai berurusan lagi.

"Dua minggu lo aneh. Lo abis diapain sama Gilang?" Tanya Nia asal sambil membereskan bukunya. Membuat hatiku deg-degan ketakutan. Ka Gilang lagi ka Gilang lagi. Tidak bisakah mereka sehari saja tidak menyebut namanya?
"Gak pulang lo Na? Gue duluan ya." Ucap Sasa menggandeng Nia. Dan Aul pun ikut mengekor dibelakangnya. Aku kan dijemput, jadi hal yang biasa apabila aku ditinggalkan mereka seperti ini.

Gilangku Sayangku[6/6]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang