Five

493 37 1
                                    

    Pagi ini terlihat sangat cerah bagiku. Kemarin terasa seperti mimpi. Bahkan tadi malam diriku tidur dengan senyuman. Bolehkah aku berharap atas sikapmu kemarin?

    Aku berjalan memasuki kelas dengan riang. Menyapa Sasa dan Aul yang sudah lebih dulu ada dikelas.

    "Pagi Aul! Pagi Sasa!" Ucapku penuh dengan senyuman.

    "Lo kenapa dah Na?" Tanya Sasa. Aku jawab dengan gelengan.

    "Gue lagi fall in love!" Ucapku dengan ekspresi misterius.

    "Sama Gilang?" Jawab Aul lalu aku jawab dengan anggukan dan senyuman.

    Mereka berdua saling bertatap-tatapan. Lalu balik menatapku, "Kan si Nia bilang juga apa, si Arana udah dideketin sama si Gilang."

   "No. Im not!" jawabku cepat.

    'Terus?"

    "Rahasia ah."

***

    Pelajaran kali ini terasa lama. Aku sangat menantikan bel berbunyi karena perutku terasa sangaaaaaaaaat lapar.

"Pak laper pak."

"Aduh jam berapa ini."

"Adu laper euy."

    Akhirnya pelajaran selesai akibat kode yang saling diberi sahut-sahutan oleh kami sekelas.  Akupun bergegas menuju kantin bersama Aul dan Nia. Sasa tidak ikut karena Ia masih sibuk dengan handphonenya.

    Saat dikantin, aku sempat melihat ka Gilang. Berada dipojok kantin bersama teman-temannya. Syukurlah kamu tidak ikut merokok, batinku lega.

    "Arana, Ayo!" Ucap Nia mengagetkanku. Lalu aku ikut memesan mi ayam dan makan dikantin.

    Beberapa kali mata kami bertemu dan beberapa kali juga Nia memberitahu bahwa mukaku memerah. Duh malunya.

    "Arana ih najis so cantik amat lo." Teriak Putra lalu memakan mi ayamku. Aku mendengus kasar. Selalu seperti ini. Setiap bertemu selalu aku merasa tertindas.

"Apaan sih Ta, dateng-dateng makan punya gue." Omelku kesal.

Nia memutar matanya jengah, "Ah lo mah caper Ta sama si Arana."

"Idih najis amat gue sama dia." Ucap Putra sambil meledekku. Tentu saja tidak aku balas, kalau aku balas maka dia akan semakin menjadi-jadi.

    Aku menoleh kembali kearah tempat ka Gilang tadi, tapi dia sudah menghilang. Aku yakin Ia sedang berada dibelakang kantin untuk ikut merokok. Aku tau, dia tidak sesering itu menghisap tembakau. Bahkan didalam sekolah dia tidak akan merokok. Tapi kenapa kamu sekarang kesana?

    Saat aku hendak berbalik menaiki tangga ke kelasku, aku sempat bertemu dengannya. Kami sempat beradu pandang. Kamu yang menatapku sinis dan aku yang sudah pasti memerah menahan pesonamu ini. Aku menaiki tangga dengan lesu, kenapa kamu menatapku seperti ini? Aku berbuat salah ya?

***

   Setelahnya, hari-hari aku lalui dengan biasa saja. Aku kembali suka melihat kebawah kelasku. Meskipun kini, kamu sudah mulai sibuk try out dan les lainnya. Tapi aku tetap akan selalu menunggu kamu.

   Cuma yang berbeda dari kamu, terkadang kamu melemparkan senyum tipis saat kita sedang berpapasan. Ataupun berpura-pura ikut memesan mi ayam apabila aku juga ada disana untuk memesan mi ayam.

   Tapi kini kamu sudah mulai pulang larut, akibat les disekolah. Kamu juga mulai terus jarang keluar kelas. Aku kangen...

   Aku memiliki contact kamu, tapi aku tidak pernah menghubungimu. Selalu ku ketikkan kata hai namun tidak pernah kukirim.

   "Lagi apa?" Ucapan Putra mengaggetkanku. Sudah sepuluh menit berlalu aku duduk dikantin dan menatap kosong layar hpku. Hanya memandang contact line nya saja sudah senang apalagi orangnya.

    "Na, Ata sekarang lagi baik nih. Lo gue jajanin bakso. Mau ga?" Aku menoleh lalu menggeleng kasar. "Maunya apa dong Na?"

    Aku memutar posisi badanku, lalu meneliti satu persatu kedai yang ada dikantin. "Bakso aja deh, gue juga bingung."

    Lalu Ata bangun dan memesan bakso tersebut. Dan kembali duduk ditempatnya semula.

   Sambil memakan pesanan kami, sesekali Ata melihat keselilingku. Seperti berpikir mencari topik yang pas denganku. Aku dan Ata itu sekelasnya sewaktu kelas 10. Dan sekarang kelas 11 kelas kami bisa dibilang jauh. Biasanya juga kalau aku bertemu dengannya hanya sekedar memanggil nama dan jarang mengobrol.

   "Masih suka sama gilang na?"

   "Masih..." kilasan peristiwa sepulang sekolah kemarin melintas dibenakku.

   "Najis lo diapain emang sama si gilang?"

   Aku menoleh kearahnya dengan cepat,"hah?"

   "Muka lo gampang banget merah. Hahahaha." Makanan Ata sudah habis, sehingga dia beranjak dari tempat duduknya. Sebelum kepergiannya, dia mengelus ujung kepalaku lembut, "baik baik ya na!" Lalu berjalan berlalu.

    Baik banget ya si Ata, batinku. Dan. Aku lupa. Sedari tadi si Ata tidak mengeluarkan dompetnya. Anj,mony,bangs. Ingin sekali berkata kasar saat mang ferry, panggilan akrab tukang bakso disekolahku tersenyum hendak membereskan bekas makanku tadi.

   "Mang tadi ini udah bayar belom?" Tanyaku padanya dan dijawab sambil tertawa, "belom neng." Dan aku pun langsung membayarkannya.

   Aku berjalan menuju kelas sambil mengutuk kelakuan si Ata. Pasalnya bukan satu dua kali aku percaya perkataannya. Waktu kelas sepuluh lebih parah, dan terakhir ketika aku benarbenar percaya pada ceritanya. Dia akan bertanya diakhir cerita, "Arana lo percaya?" Aku jawab dengan anggukan. Setelahnya ia akan tertawa puas sekali,"Sumpah bego tolol anjing lu percaya? Lo bego banget sumpah" ucapnya dengan air mata ketertawaan. :)

    "Eh Na, lo ga belajar bentar lagi ujian bego. Remed tuh benerin!" Ledek Nia sesampainya aku dikelas. Aku tersenyum dan balas meledeknya, " Yee gua mah emang gaada remed kali. Lo tuh uda nyontek masih aja remed." Ucapku penuh dengan kemenangan.

   "Eh anjir guru gua tuh susah. Pas bagian lo aja gampang semua." Balasnya tak mau kalah.

   "Lagian lo nama make beda segala sih sama gua, jadi aja absennya beda, hahaha"

   Sebelum perang ini semakin membesar, lebih baik aku melihat dirimu yang ada dibawah kelasku. "Hari ini try out ya na?" Tanya Tia disampingku.

   "Hah? Eh iya." Lalu Tia ikut mendongak kebawah. "Arana suka ya sama ka gilang?"

   Aku menoleh dan tersenyum masam, "enggak kok. Cuma suka gantengnya doang."

  "Iya kan ganteng!!" Jawabnya cepat. "Mukanya kaya lucu gitu kan?"

  "Iyaaa hahahaha.."

Aku bersyukur, kamu juga disukai oleh teman-temanku. Cemburu? Jelas. Kamu sangat sempurna, tapi apa hakku melarang mereka menyukaimu? Apalagi Tia, terkenal dengan sikapnya yang anggun dan kalem. Wajahnya pun cantik dan putih . Rambutnya juga indah. Ah sudahlah tidak ada habisnya jika memuji Tia.

Gilangku Sayangku[6/6]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang