Aku menatap layar handphoneku. Kali ini aku menunggu balasan dari whatsapp mamaku. Aku bertanya dulu, apakah beliau bisa menjemputku atau tidak. Lalu saat aku menunggu balasannya, ada pesan masuk di whatsappku dengan nomor tidak dikenal.
"Test"
"Ini siapa?"
"Tunggu gue"
"Mau apa"
"Penting, dikelas lo."
"Gue mau balik"
"Gue anter"Aku menimbang-nimbang balasan orang tersebut. Cukup cepat dibalasnya hanya berselang beberapa detik saja. Kemungkinan ini memang benar-benar penting.
Apa benar bakal dianterin?Aku hanya meread saja balasan orang asing tersebut. Tak ambil pusing. Sekarang kan ada gojek,grab dll.Lalu aku menghubungi mamaku dulu untuk bilang bahwa aku akan pulang sendiri. Tidak usah dijemput. Lagian sepertinya mamaku juga sibuk, bahkan tidak sempat membalas pesanku.
Aku merasa harus menunggu lagi dikelas ini. Sama seperti dua minggu lalu. Kejadian pahit oleh orang yang aku suka.
Derap langkah terdengar santai dari ujung tangga. Aku menghela nafas kasar, setidaknya menunggu orang itu hanya memakan waktu sepuluh menit.
Aku bermaksud untuk berdiri agar pertemuan penting dari nomor tidak dikenal ini segera selesai. Namun aku menyesali pernah berbalik arah kekelasku lagi kali ini. Dan juga sangat amat menyesali menyetujui pertemuan penting ini.Kini, dia sudah ada disamping pintu kelasku. Dengan muka datar, namun tersirat kelelahan.
Aku menenggelamkan mukaku sebentar lalu kembali menoleh kearahnya. Setelah menguatkan hatiku sendiri, aku menyipitkan mataku dan berkata sinis, "Mau apa lo."
"Mau main"
Tes. Tes. Hanya dua kata darinya mampu meruntuhkan air dibalkk mata ini. Aku merasa menyesal telah berbicara seperti itu. Percuma, bulir airmataku jatuh kelantai juga. Aku takut. Masih takut dan sangat takut. Tak cukupkah dia dengan perasaanku? Harta berhargaku? Lalu sekarang kembali lagi?
"Gu. Gue bakal laporin lo" Ancamku geram. Dengan sedikit keberanianku yang tersisa, aku menunjuknya dengan satu telunjukku. Meskipun begini, aku masih punya harga diri. Sekalipun itu diriku pasti terlihat sangat buruk sekarang.
Aku melihat ka Gilang berjalan mendekat.
Aku mulai mundur perlahan lalu diturunkannya tanganku pelan-pelan. Dengan sedikit keberanian yang tersisa, aku masih berusaha menatap mata hitamnya itu.Aku merasa ini percuma. Mundur secara perlahan seperti ini malah akan membuatku merasa terpojok. Bisa-bisa kejadian dua minggu lalu terulang kembali. Maka aku putuskan untuk diam. Dengan masih menatap matanya, tanganku beralih memasang posisi menjaga tubuhku. Tidak bagus memang, tapi setidaknya aku sudah mencoba melindungi diri sendiri.
Lalu ia berhenti tepat didepanku. Dengan sekali gerakan, Ia memelukku.
Peluk? Iya peluk. Apakah aku bermimpi? Aku mengerjapkan mataku berulang kali. Mau apa dia? Sepertinya aku kembali cengeng lagi. Aku takut...
"Iya gue bakal tanggung jawab."
Ucapnya sambil memelukku semakin erat dan mengelus lembut rambutku. Aku terdiam. Keadaan ini sangat nyaman. Entah aku terlihat murah atau apa. Biarlah. Asal disampingmu, rasanya semuanya hilang.
Ini salah Arana. Batinku berteriak. Meskipun mungkin aku pernah melakukan yang lebih dengannya. Tapi tetap saja, ini salah. Lalu aku mengusap pelupuk mataku yang sepertinya sudah cukup mengering. Lalu dia juga melonggarkan pelukannya. Aku menunduk beberapa saat. Entahlah, mungkin ini yang disebut awkward moment.
"Pulang yuk." Ucapnya kemudian, lalu dia berjalan duluan. Dan dibelakangnya aku mengikuti langkahnya.
Jalannya tidak cepat tidak juga lambat. Aku rasa Ia berusaha mengimbangi langkahku. Atau aku salah?
Menuruni tangga yang biasanya selalu aku anggap sial kini aku berharap agar anak tangga ini tidak pernah habis. Pernah berjalan beriringan seperti ini adalah lebih dari mimpi.
Mimpiku simple. Hanya ingin berteman denganmu saja. Tapi, ini lebih. Apa ini bayaran atas kemurahanku?Aku masih mengikutinya hingga sampai ke parkiran. Terus lalu disinilah aku. Terdiam menunggu dirinya mengeluarkan motor. "Tunggu disini." Katanya tadi.
Dengan ujung mataku, aku melihat Ia berhenti disampingku. Dengan masih dalam keadaan duduk di motor ninjanya lalu menyodorkan helm. Aku baru tau, ternyata si merah ini yang selalu menemani perjalanan pulangmu.
Depan gerbang sekolahku itu biasa dipakai nongkrong anak-anak sepulang sekolah. Dan biasanya yang berkuasa itu angkatan ka Gilang. Aku rasa dia malu denganku. Dia malu harus mengantarku. Bahkan aku harus memakai helm yang kurasa apabila aku pakai orang tidak akan tahu wujud wajah si pemakainya.
Aku menggeleng menolak memakainya. "Pakai atau gue tinggal?" Ucapnya tegas. Membuatku memutuskan untuk memakai saja.
Perjalanan pulang kerumahku kali ini terasa sangat cepat. Padahal kurasa, dia masih menaati peraturan kecepatan berkendara. Percakapan kami hanya seputar aku sebagai penunjuk jalan. Dan dia sebagai pelaksana jalan yang aku tunjuk.
Saat sudah sampai, aku baru ingat. Rumahku ada didalam gang. Meskipun itu bukan gang kecil. Tapi apabila ada motor apalagi ninja. Kamu tau kan suara ninja itu seperti apa. Apalagi berhenti tepat dirumahku yang selalu dalam keadaan terbuka itu. Kurasa adikku akan meminta sesuatu agar Ia tutup mulut.
"Eh disini aja deh kak." Ucapku lalu Ia memberhentikan motornya. Aku turun lalu melepas helm.
"Emang kenapa?" Tanyanya akhirnya setelah daritadi kurasa ia bisu.
"Gapapa... itu kok udah deket tuh yang pagernya item!" Ucapku menunjuk rumah berpagar hitam dengan senyuman. Ia mengangguk mengerti lalu menyimpan helmnya. Tanpa berbicara apa-apa lagi, dirinya langsung menancap gas menuju kerumahnya.
***
Makasih ya yang udah bacaaaaa♡♡
Heheheehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Gilangku Sayangku[6/6]
Short StoryAku menyukainya sudah lama. Lebih dari siapapun. Hanya bisa menatap dan memandangnya. Tapi, apakah sayang tulusku itu sebegitu murahnya dimatamu? Sampai-sampai hartaku yang paling berhargapun kau renggut? *13 november 2016