Pasmina

315 28 3
                                    

Gak ada cerita cowok macho gak berani keluar rumah meskipun di luar lagi badai matahari sekali pun. Gak peduli kulit bakal segosong apa, harga diri harus diletakkan di tempat pertama. Oh, kalau ada yang lagi menyangkal argumen gua, ya gua gak bisa ngapa-ngapain dong ya. Yang melambai memang juga punya hak untuk berargumen kok. Gua anak Hukum, so, gua bener-bener menghargai hak-hak antar individu.

Jadi singkat cerita gue baru saja memarkirkan motor untuk menghampiri Reza yang sedang ketawa-ketiwi bareng bangsanya di kantin fakultas. Saat gua tiba di hadapan kelima cewek itu, yang menyambut gua pertama kali adalah tatapan riskan empat cewek dan sisanya sedang membuang muka malas. Omong-omong, yang sedang membuang muka itu namanya Reza. Cewek sialan yang kebetulan jadi pacar gua sejak empat bulan lalu.

"Anjay, Ndu! Lu beneran make pasmina si Reza?!" gue lupa siapa nama cewek yang sedang berbicara pada gue ini, yang jelas dia cewek manis bertahi lalat di bawah sudut mata kirinya.

Gue jelas mengerut bingung. "Pasima ... apa?"

Tiga cewek lainnya, minus Reza dan si cewek bertahi lalat, tertawa lepas. Kadang gua bingung, kenapa para cewek bisa tertawa lepas bahkan tanpa sebab sekali pun? Apa memang ada hormon yang mendukung mereka untuk bertingkah ajaib seperti itu, atau itu hanya merupakan "kelangkaan" kepribadian kaum perempuan?

"Ja, lu seriusan macarin tipe hemaprodhite begini?" Si tahi lalat lagi-lagi tertawa. Bukannya gua bodoh atau gimana, saat gua diem aja ketika jelas-jelas gua tahu bahwa si tahi lalat ini sedang menghina gua di depan idung gua, cuma ntar bakal lebih gila mana, dia yang bisa ketawa tanpa sebab, atau gua yang meladeni orang-orang yang bisa ketawa tanpa sebab?

Reza menatap gue sekilas. Tapi agaknya si tahi lalat itu lebih menarik buatnya, dia lebih memilih mengistirahatkan pandangan pada temannya itu. "Lu ketinggalan berita koran harian? Gue nggak punya pacar ya."

Saat pertama menyatakan perasaan pada Reza, gua keluar duit sekitar dua ratus rebu buat nyewa kafe sekalian band-nya. Saat ultah Reza bulan kemarin, harga sepatu yang sekarang lagi dia pakai itu kalau gua masih ingat berkisar lima-enam ratusan. Baru aja lima hari kemarin, gua ngajakin dia touring dengan sogokan paket internet 3 GB yang harganya tujuh puluh ribu. Belum lagi jajanan dia tiap hari kalau gua ngajakin jalan-jalan. Jadi, untuk mutusin si sialan ini gua musti mikir-mikir lagi, mengingat gua udah menginvestasikan lumayan banyak duit pada dirinya. Meski, tingkahnya udah minta dirukiyah aja.

Ya. Sejak seminggu lalu gua udah gak dianggep pacar lagi sama cewek berkerudung itu. Tipe pacar solehah kan. Cuma gua yang punya pacar macem gini.

"Ndu, lu sebenernya ngapain pake pasmina si Reza? Mau nyaingin hijabers?" Nah, si kacamata yang sekarang buka suara. Dia menatap gue sambil menahan tawanya. Wajahnya udah mirip orang bener-bener kebelet boker.

"Pasmina apa ... an-" begitu sadar apa yang sedari tadi ditanyakan gadis-gadis itu, gue langsung memegang kepala dan meraih kain kerudung warna biru gelap yang menutupi kepala ini. Sambil mengarahkan kain kerudung ini ke arah cewek-cewek itu, gua berkata, "Oh ini namanya pasmina?"

Empat cewek itu ketawa, lagi.

"Panas, tjoy. Lagian kenapa ketawa? Di Arab bahkan cowok-cowoknya pada ngelilitin kerudungnya ke kepala. Gue cuma nyampirin ini, kok ketawa sampe segitunya?"

"Plis, Satya Pandu," Reza mengerang. Gua suka saat dia begitu. Kelihatan imut. "Ini Indonesia. Lu bencong dengan memakai pasmina gue, bego! Balikin kerudung-kerudung gue yang lu pinjem, Sialan!"

"Di kosan cuma ada dua, Ja," gua menjelaskan. "Pelit amat. Gua cuma pinjem tiga."

Dan Reza gak berhenti mengomel, sementara teman-temannya sibuk tertawa. Padahal gua sedari tadi masih berdiri. Gak ada yang menawari gua duduk. Mereka semua jahat.

***

Crazy Little Secret ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang