Chapter 1: Brother

1.1K 107 7
                                    

[Mark]
Seorang namja manis tersenyum, keluar melewati pintu dengan membawa cup coffee untuk 2 orang. Ia berjalan ke arahku tanpa melepaskan senyuman itu. sesekali langkahnya terhenti untuk memastikan jalan yang ia pijaki tidak tergenang air.

"Hyung! Hyung!.." teriaknya sambil melambaikan tangan di depan wajahku.

"E-eh?" responku linglung

"Ey, kau lagi-lagi melamun. Apa yang kau pikirkan huh?"

"U-um, tidak ada," jawabku berbohong. Menghindari tatapan matanya yang tidak percaya.

"Ok baiklah. Kali ini aku biarkan kau berbohong. Tapi lain kali, jangan harap"

"Ini coffee-latemu hyung," lanjutnya memberikan cup coffee pesananku.

Kami melanjutkan perjalanan, menyusuri jalan kota di sore hari sambil menceritakan aktifitas kami seharian ini.

Pembicaraan santai, hangat, diselingi tawa sesekali, membuatku ingin berlama-lama merasakan momen ini. Momen bahagia, tanpa beban, tanpa paksaan, tanpa gangguan, momen di mana aku melupakan bahwa bambam adalah adikku.

Adik?

Langkah kami terhenti setelah sebuah gerbang besar bercat putih menghentikan langkah kami. Sebuah gerbang yang menyadarkan aku pada kenyataan, sebuah gerbang yang membawa aku dalam penderitaan, sebuah gerbang yang menyatakan;

"Bambam adalah adikmu!"

Gerbang itu terbuka dan menyambut kami, 2 orang putra mahkotanya. Dengan langkah malas, aku memaksakan kakiku untuk tetap berjalan. Hingga akhirnya kami tiba di depan pintu masuk utama rumah itu.

Beberapa orang pelayan membukakan pintu masuk untuk kami berdua. Mempersilahkan tuan rumahnya masuk ke istana megah milik ayah kami. Seseorang yang memberikan genetik sama pada aku dan bambam.

"Dari mana kalian?" suara berat bernada kesal menyambut kami berdua.

"Kami hanya berjalan-jalan sebentar dad, hanya-"

"Bambam masuk! Kau harus belajar untuk ujian universitasmu. Jika kau gagal kali ini, aku akan mengirimmu kembali ke Thailand," ucapnya marah.

Bambam hanya menunduk dan berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Ia tidak berani melihat ayah, apalagi melawannya. Dia anak yang penurut.

Sekarang tinggal aku berdua dengan ayah. Matanya menatapku tajam

"Sampai kapan kau terus menghindar?" tanyanya dengan nada pelan.

"Kau tau, kau akan jadi penerusku cepat atau lambat,"

Aku menunduk dan mendengar seksama semua kata yang keluar dari mulutnya.

"Aku puas dengan hasil studimu. Juga prestasi non-akademikmu tidak mengecewakan. Aku memutuskan kau sudah siap menggantikan jabatanku tahun depan,"

"Sebelum itu, ada satu hal yang harus kau lakukan,"

Aku mendongakkan kepalaku ke arahnya.

"Kau harus menikah.."

"Dengan anak salah satu kenalanku.."

Aku mengerutkan dahiku, menandakan aku tidak mengerti apa yang di bicarakan orangtua ini. Hidupku selalu di atur. Sekolahku, cita-citaku, masa depanku, semua ada dalam kendalinya. Lalu sekarang? pasangan hidup-matiiku dia juga yang memutuskan? Hell no.

"Tapi dad.."

"Gunakan jas terbaikmu, malam ini kita akan bertemu dengan keluarga dan calon istrimu," ucapnya tidak memberikan kesempatan untuk aku berbicara.

"Jangan kecewakan aku mark," ucapnya serius sambil menepuk bahuku dan berlalu pergi ke ruang kerjanya.

***

Another World // Markbam [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang