<¤¤¤>
Jam 11:59.Mata gue belum menunjukkan gejala-gejala ingin terlelap. Padahal jam segini gue udah tidur nyenyak banget, supaya bangun pagi nanti lebih segar dan tidak kekurangan tidur. Mungkin, ini semua pengaruh perkataan Mami waktu di ruang makan.
"Karena nggak ada siapa-siapa di sana, jadi hanya Pak dokter itu yang tahu, siapa di antara kalian berdua yang kakak ataupun adik."
Gue merogoh bantal guling di samping gue dan memeluknya dengan erat, lalu memaksa mata gue agar terpejam. Namun, emang nih mata kayaknya masih kepo dengan perkataan Mami.
"Setelah Mami cari tau, ternyata hari itu adalah hari terakhirnya mampir di rumah sakit itu sebelum berangkat ke luar negeri. Katanya, dia pergi melanjutkan S3-nya di Jerman bareng istri dan anaknya. Waktu kalian lahir pun, Mami sama Papi nggak kepikiran buat nanya mengenai hal itu. Jadi yah, Mami sama Papi juga nggak tau."
Oke. Sekarang gue semakin tidak bisa tidur mengingat perkataan Mami. Tubuh gue mengeliat di atas kasur, tapi masih belum mempan membuat gue lelah dan tertidur.
Gimana nih? Masa gue musti hitung domba sampe tertidur? Lagipula, dari mana juga gue bisa dapat domba malam-malam, di rumah ini, tepatnya di kamar gue? Hewan yang ada di rumah ini cuma kucing gue Boshi, Killer, tikus-tikus di kolong tempat tidur, dan seekor monyet di kamar sebelah. Kenapa gue malah bahas hewan gini?
Gue menenggelamkan seluruh tubuh gue ke dalam selimut. Gue jadi teringat kembali.
"Tentu saja Mami tau siapa nama Pak Dokter itu. Kalo nggak salah, namanya ....-"
Argh!!!
Cukup sudah! Kalo itu maunya mata gue, gue nggak bakalan tidur! Sampe pagi kalo perlu! Untung besok sabtu, sekolah gue kan sekolah swasta. Jadi setiap hari sabtu itu cuma kegiatan ekskul doang. Tapi, bukan berarti gue pengen bolos gitu, hari sekolah tetaplah harus sekolah.
Mungkin besok nggak usah aja deh.
Gue mengambil kacamata gue di atas nakas, lalu beranjak dari tempat tidur dan melangkahi Boshi yang sedang terlelap di lantai untuk menyalakan lampu tidur. Kaki gue menuntun gue menuju ke salah satu rak buku yang merapat di tembok kamar gue. Jari-jari gue menelusuri buku-buku yang berjejer tegak di dalam rak itu, dan berhenti ketika menemukan buku dengan judul 'Kumpulan Soal-Soal UN 201*'. Lumayan, untuk persiapan UN nanti.
Tepat di kursi dekat jendela dan ditemani oleh pencahayaan yang remang-remang, gue duduk menatap langit malam sambil mengisi jawaban di buku yang gue baca.
Tiba-tiba Boshi datang dan tidur di pangkuan gue. Tangan gue refleks mengelus-elus bulu Boshi yang emang lembut itu, dan gue seketika teringat dengan Laila. Enak aja dia bilangin Boshi itu kucing peot yang gue pungut di kolong jembatan. Boshi ini jelas-jelas kucing norwey yang gue beli dan pelihara sejak kecil. Tapi, biarin aja deh, nggak penting mikirin tuh monyet.
Yang penting sekarang ....
BRAKK!
TRANG!
Meong!
Foto Albert Einstein yang terpajang di tembok kamar gue langsung jatuh dan pecah.
"Leito!" Baru juga dipikirin.
"Berapa kali musti gue bilang, panggil dulu baru buka pintu!"
Dari jaman SBY sampe jamannya Jokowi, nih monyet nggak pernah sekalipun ngetok pintu terlebih dahulu, manggil pun tidak. Malahan langsung main dobrak aja. Dan setiap kali dia buka pintu, pasti ada salah satu dari barang-barang gue yang bakalan jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Di Antara Laila & Leito
Novela JuvenilLaila: Kenapa sih gue mesti punya saudara kembar kayak tuh si cupu? Ngebayangin gue dan tuh makhluk spesies baru dalam satu rahim udah bikin gue jijik sampai jingkrak-jingkrak pengen cepet-cepet mandi seribu satu kembang. Apalagi nerima kenyataan ba...