12. Epilog

24.1K 1.1K 270
                                    

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Canon Universe Love Story Of Naruto and Hinata

Tak ada yang bisa menggambarkan bagaimana perasaan sang pahlawan perang dunia keempat ini. Kembali bercengkrama dengan sang istri, membagi kehangatan di tengah dinginnya udara musim gugur.

Tangan kanannya terus membelai mahkota indigo yang kini tersandar manja didada bidang polosnnya. Kecupan-kecupan kecil di tiap sisi kepala istrinya, usai menyelesaikan satu ronde pemainan panas mereka diatas ranjang semalam penuh.

"Hime....," Panggil Naruto lembut sambil menatap sendu wajah sang istri yang memerah karena malu. Ia terkadang heran, mengapa Hinatanya itu masih saja merasa malu usai memenuhi kebutuhan batinnya. Padahal sudah beratus kali dalam empat belas tahun belakangan ini Naruto telah melihat seluk beluk moleknya tubuh sang pemilik mata byakugan ini.

"Uhummm..." Hinata mencicit pelan sambil menenggelamkan wajah malunya didada berotot milik pemimpin rumah tangganya.

"Kau tahu, rasanya hidupku tanpamu...?" Pria tan itu kini menjadikan keduanya sebagai bantalan di kepala pirangnya.

Hinata mendongakkan wajahnya, ia tatap safir yang membawa semangat milik sang suami. Mencoba mencari jawaban dari tatapan penuh cinta yang dilemparkan padanya.

"Aku merasakan kesepian seperti saat para warga desa menjauhi dan membuangku, aku merasa seperti sebatang kara..., ada sisi kosong di relung hatiku yang terasa ngilu..." Tanpa sadar safir birunya meneteskan cairan bening.

Dan tangan putih milik sang istri refleks menghapuskan air matanya.

"Tapi sekarang tidak lagi..." Naruto kembali menerawang "Kau itu seperti embun yang menyejukkan hatiku, Hime, terkadang aku berpikir..., mengapa dulu aku tak pernah memahami perhatianmu padaku..."


Hinata tersenyum tipis sambil memandang haru wajah tan sang suami. "Aku yang terlalu diam dan hanya bisa memandangmu dari belakang Anata...."

"Kau tahu Hime, betapa bodohnya diriku sempat terlarut dalam permainan si Teme itu..., padahal tak satupun kenangan bersamamu yang kulupakan..."

"Kalau kata Sakura-chan..., kau itu sedikt baka, Anata..., hihhihi" Hinata terkikik kecil sambil menggesek-gesekkan hidungnya di dada polos sang suami.

"Hime..., kau sudah berani ya mengatai ku baka...," safir biru Naruto memandang tajam pada mutiara ungu sang istri."Kau tahu hukamannya hmmm...?" Naruto menampakkan seringai rubahnya.

Wajah Hinata memerah padam, ia mengerti apa yang di maksud dengan hukuman oleh suaminya.

Tangan sewarna madu milik sang Hokage mengelus lembut pipi gembul istrinya yang memerah. "Kau ingat saat kau hamil Boruto?"

Hinata tersenyum tipis ia mengangguk pelan. Ingatannya kembali saat ia mengandung putera pertamanya. Masa-masa tersulit sekaligus paling menyenangkan diawal usia pernikahannya.

"Saat itu kau mengidamkan cinamon roll kualitas premium," Naruto menerawang masa-masa yang sulit bersama dengan sang istri. "Saat itu aku hanya mendapatkan sedikit misi, dan uang yang kita punya sudah di pergunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan membeli perlengkapan calon bayi kita saat itu, lalu mendadak kau bilang, kau dan Boruto sudah tidak mengnginkannya lagi, Bolt hanya ingin di elus oleh ayahnya saja..., dan saat aku menyentuh perut buncitmu, Bolt menendang dan kau bilang dia sudah merasa senang...., kau bahkan tidak meminta yang kau idamkan pada Tou-sama.., untuk menjaga harga diriku sebagai suamimu..., terimakasih, Hinata..." Naruto mengecup perlahan sepasang kelopak mata sang istri yang kini meneteskan air mata haru.

Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang