17

3.6K 318 43
                                    

Pintu ruangan berwarna putih itu terbuka perlahan. Memaksa Chorong membuka matanya sepagi ini. Yeah, ini masih jam empat pagi. Ia bersyukur Tuhan masih memeberikannya kesadaran setelah koma yang ia lalui. Begitu.

"Oppa?" Chorong menoleh dan berusaha untuk merubah posisinya jadi duduk.

Luhan tersenyum di balik jaket hitamnya yang bertopi. "Ada yang ingin ku bicarakan cho."

Chorong tersenyum dan menggenggam tangan dingin pria berusia dua puluh enam tahun itu.

"... sejujurnya aku rindu kau yang dulu. Saat kau selalu menceritakan semuanya padaku sekalipun hal yang tidak penting. Bagaimana denganmu?"

Wanita itu terdiam sesekali memejamkan matanya cukup lama.

"Tenang saja. Aku tidak akan marah padamu, aku hanya kecewa. Lagipula ini tidak berarti apapun. Junmyeon pantas mendapatkan haknya kembali. Dan aku? Harus berusaha lebih giat menemukan g-"

"Luhan.. maafkan aku." Gumam gadis itu pelan.

"Demi tuhan aku tak menjadikanmu sebuah pelampiasan. Kau layak untuk dicintai, namun bukan pada wanita jalang sepertiku.."

"Chorong-ah"

Chorong mengusap lelehan air matanya yang deras, "kau mengajarkan segalanya padaku. Bagaimana aku harus membalasnya? Aku mencintaimu. Tapi tidak...dengan hati kecilku."

Luhan bergerak cepat merengkuh tubuh gadis itu erat. "Aku tak pernah menyalahkanmu sayang. Ini keinginanku, pilihanku yang sudah ku inginkan"

"Maafkan aku, menyakitimu seutuhnya. Tapi aku benar-benar harus mengakhirinya. Atau kalian semakin terluka." Ia memeluk Luhan erat dan menumpahkan semua dalam rengkuhan pria itu.

.

.

.

"Shtt. Junmyeon datang, berhentilah menangis."

Winter 2017.

Lagi dan lagi aku hanya bisa merekatkan jemariku karena udara yang semakin dingin. Jendela kantor berembun tebal membuatku tak dapat melihat jelas keadaan luar. Namun yang aku yakini, salju masih turun lebat diluar sana. Soojung, Naeun dan Seulgi sudah pulang sejak 30 menit lalu. Meninggalkan aku seorang diri di ruangan ini.

Pandanganku beralih pada selembar potret yang menempel di bilik meja ini. Saat dimana aku tersenyum manis dan merasa semua bebanku lenyap di terpa angin. Melihat senyum manisnya, dan halus tangannya yang membuatku terpejam menikmati semua. Sulit untuk kupercaya jika aku merindukannya.

Sejujurnya aku tak tahu pasti dimana Junmyeon sekarang. Tapi sepertinya ia benar-benar pergi. Entah kembali ke Los Angeles atau dimanapun. Aku benar-benar nggak tahu pasti. Entah ia sudah menikah atau belum. Tapi bisa ku pastikan kehancuranku saat mendengar ia bahagia bersama orang lain.

Aku bahkan selalu meninju perutnya saat ia tertawa karena wanita lain. Dan bagaimana jika?? Lupakan.

Hari-hariku terasa sangat datar dan membosankan. Sampai aku berfikir untuk mencoba akhiri hidupku. Hell, hidupku terlalu membosankan. Coba saja rasakan!

Hampir satu tahun berlalu. Joonmyeon pergi dan tak pernah menghubungiku lagi, sekalipun. Saat aku kembali dari rumah sakit karena kecelakaan itu, Luhan hanya bilang jika Joonmyeon menitipkan salamnya padaku. Berkata semoga aku cepat sembuh dan berharap hidupku lebih baik. Itu menyakitkan.

Hold Me TightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang