2. THIS WOMAN AND THAT WOMAN

9.2K 486 30
                                    


Aksan

"Kita... bisa nggak suatu hari kita sama-sama lagi kayak begini?"

Ah, kalimat itu...

"Maksudku... aku tahu kamu nggak pernah anggap serius hubungan kita. Kamu bilang pekerjaanmu tak bisa diprediksi dan kamu kerja di lingkungan dimana kamu nggak bisa libur hari Sabtu atau Minggu. Tapi setidaknya, bukan itu alasan kita mesti pisah kan?"

Tidak bukan itu alasannya. Aku cuma bosan. Itu saja.

"Sebenarnya... memang itu alasannya," karangku.

"Tapi kenapa? Aku bukan cewek yang ribet. Aku juga nggak minta setiap hari ditemani."

Apa bedanya? Kamu toh juga selalu minta aku tiap hari menjawab teleponmu.

"Vi... jangan mulai lagi..."

"Aku nggak ngerti, San. Apanya yang bikin kamu nggak puas dan pengen ninggalin aku? Jangan kasih alasan kalau aku terlalu baik buat kamu, atau alasan kita lebih baik temenan. Itu basi!"

Aku terdiam dan menggaruk daguku yang tidak gatal.

"Oh ya? Begitu ya... tapi bagaimana dong. Mungkin aku sendiri termasuk tipe laki-laki yang sudah 'basi'. Apa kamu nggak tahu itu?"

"Maksudmu..."

"'Kamu terlalu baik buat aku. Kupikir kita lebih baik berteman saja'. Itu juga maksudku ingin mengakhiri ini semua. Dan sepertinya kamu memahami itu..." ujarku.

Dan seperti yang sudah kuperkirakan. Wajah sendu milik wanita berambut panjang itu berubah menjadi isak tangis hingga helaian-helaian rambut di dekat wajahnya mulai berantakan. Jarinya yang dihiasi kuteks pink muda terlihat mencolok karena usahanya untuk menutupi sebagian wajahnya yang basah karena air mata.

Inilah yang kubenci berurusan dengan wanita yang setiap waktunya habis untuk meng-upgrade penampilannya, bukan isi otaknya. Jenis wanita begini sangat mudah menaruh harapan tinggi pada lelaki. Bergantung sepenuhnya pada asumsi bahwa lelaki tidak akan menampik kecantikan dan menolak permintaannya. Menerima mentah-mentah segala informasi yang mereka baca dari majalah wanita dan rubrik ramalan zodiak. Hingga mereka tidak sadar, selain kecantikan mereka saat kesan pertama, selebihnya tak ada yang menarik. Bahkan caranya menangis tak membuatku ingin tinggal lebih lama di tempat ini.

"Padahal aku kira kamu cowok yang beda, Aksan. Kupikir kamu nggak seperti cowok brengsek lain..."

"Kamu juga beda. Nggak seperti wanita lain yang kukenal. Buatku kamu istimewa, Vi..."

"Benarkah?"

"Kalau ada cowok yang ngomong gitu ke kamu, jangan pernah percaya. Mereka cuma mau tidur sama kamu."

"Termasuk kamu?"

Aku mengangguk. "Termasuk aku juga."

"Bagaimana bisa.... kamu bahkan belum pernah tidur sama aku..." Kali ini isaknya makin keras. Membuatku bingung apa yang dia tangisi, aku memutuskan hubungan atau aku yang belum pernah menidurinya.

"Bukan itu poinnya. Kamu salah menilaiku lebih baik dari laki-laki lain, Vi. Aku sudah bilang di awal aku tipe cowok kasual dalam hubungan. Segala hal kita lakukan tanpa beban tanpa ada tekanan satu sama lain soal keseriusan hubungan. Aku mau ya kita jalan, kamu tidak mau ya kita batal ketemuan. Just as simple as that."

"Tapi buatku kamu istimewa, San. Kenapa kamu nggak sadar itu? Aku bersabar menuruti caramu. Dengan begitu aku kira kamu bakal makin sayang sama aku..." keluhnya dengan isak yang tak juga mereda.

Kepalaku makin pening. Wanita... kenapa bagi mereka, belajar dari kesalahan masa lalu itu tidak pernah ada. Mereka terus mengulang kesalahan yang sama.

MARRIAGE WITH BENEFITSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang