4. THE BRIBE

8.1K 510 24
                                    


Aksan

Tidak adakah situasi yang lebih awkward seperti yang sedang terjadi saat ini? Seseorang yang kukenal dari tempat kerjaku terang-terangan memergokiku tengah berciuman mesra dengan seorang wanita. Di hotel pula.

Satu-satunya yang membuatku bersyukur, adalah yang memergokiku bukan jenis manusia kepo dan sok heboh macam Jerry itu. Jadi alih-alihku menanyaiku atau meledekku, orang ini justru terdiam dan tidak berkomentar. Dan sumpah... meski aku pun benci ditanya-tanya, aku pun tidak suka situasi ini. Rasanya aku lebih siap menghadapi rentetan pertanyaan ketimbang kesunyian yang tidak jelas macam ini. Entahlah, ada sesuatu di wajah perempuan ini yang menyiratkan rasa ingin tahu namun sekaligus rasa takut.

"Apa kamu sering kemari?" tanyaku mencoba berbasa-basi. Saat ini kami berada di dalam lift. Dengan diringi denting pintu setiap lift berhenti.

"Tidak. Cuma ada sedikit pekerjaan."

"Merias?"

Kulihat ia mengangguk tanpa memandangku. Bagus, sekarang dia pun jijik melihatku.

"Pesta pernikahan? Apa ada acara resepsi di hotel ini?" tanyaku lagi.

"Tidak. Bukan pernikahan. Kupikir di tempat yang tidak jauh dari hotel ini. Semacam penghargaan dunia bisnis."

Gantian aku mengangguk. Tidak bertanya lebih lanjut karena aku memang tidak tertarik. Namun apakah ini wajar karena dia sama sekali tidak menanyaiku? Jika dia tidak bertanya, pasti aneh kalau aku tiba-tiba mencoba klarifikasi. Tapi jika dia bertanya... rasanya aku tidak bisa sepenuhnya bicara jujur. 

Ya tuhan....

Aku memperhatikan perempuan yang seperti sibuk meremas dan menggosok payung mungilnya. Seolah benda itu adalah benda kotor yang harus dibersihkan. Wajahnya tertunduk. Posturnya yang mungil dan pendek membuatku sanggup melihat puncak kepalanya. Dan sebaliknya aku tidak bisa melihat ekspresi wajahnya. Kuduga dia pun menyimpan sesuatu yang ingin dia tanyakan tapi tidak diutarakannya. Yah... mungkin itu lebih baik. 

Simpan saja rasa ingin tahumu maka hidupmu akan tenang.

Lift kembali berdenting, tanda kotak raksasa ini sudah sampai di lobby. Kubiarkan Gea lebih dulu melangkah keluar karena aku merasakan ponselku bergetar. Aku memutuskan untuk menerima panggilan terlebih dahulu. Dari Hendra, Produser dari program berita yang kuampu.

"Ya, Hen..."

"Lo di mana, San? Gue mau diskusiin satu hal sama elo. Lo bisa mampir ke kantor nggak malam ini?"

Aku mendesah. Tidak yakin aku bisa memenuhi permintaannya mengingat betapa lelahnya aku malam ini.

"Seberapa penting? Nggak bisa besok aja gitu?"

"Gue maunya malah nggak usah ngebahas ini sekalian karena bikin repot. Lo tahu insiden Rizka yang bikin kesalahan saat live morning news kan? Di bagian dia wawancara narasumber dia beberapa kali salah membicarakan fakta tentang tamu kita. Dia anggap kesalahan dia karena salah seorang perias bertanggungjawab karena dengan sengaja bikin dia ketiduran saat menjelang syuting..."

Ah, soal siaran pagi itu.

"Lalu, apa hubungannya sama gue?"

"Karena lo yang bawain acara itu bareng Rizka. Gue nggak tahu seberapa penting masalah ini buat Rizka. Tapi dia bikin gue sakit kepala karena ngancam bakal pindah stasiun TV kalau gue nggak mecat perias itu."

Sebentar... jadi saat ini Hendra sedang meminta pendapatku soal keputusannya akan memecat seorang perias. Aku mengingat-ingat lagi kejadian tempo hari. Memangnya siapa perias yang bertanggung jawab mendandani Rizka hari itu?

MARRIAGE WITH BENEFITSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang