Part7

15 3 0
                                    

***

Tak terasa, ujian semester berlalu dan terdengar kabar dari guru-guru bahwa nilai Gibran cukup baik. Itu artinya aku sudah berhasil mendidiknya. Ha ha ha.

Kata Bu Ippha, sudah cukup aku jadi guru private Gibran toh nilainya sudah tidak anjlok lagi. Padahal ku masih ingin menjadi guru private Gibran. Aku senang berada di samping Gibran, aku suka bagaimana Gibran menanggapiku ketika berbicara, aku suka senyum Gibran, aku suka suara Gibran ketika tertawa.

Gibran yang hampir setiap hari mengantar jemputku ke sekolah, Dia yang sering bermain ke rumah untuk aku didik hehe, Dia yang sering membawakan aku makanan jika aku lapar bahkan jika sudah larut malam. Bentuk perhatian macam apa itu?

Banyak hal-hal yang aku dan Gibran lalui satu semester belakang ini. Membuatku dengan mudah jatuh hati dengan Gibran. Bagaimana sikap Gibran kepadaku, Gibran baik dia bukan anak bandel aku percaya.

Hingga siang yang cerah ini disertai dengan adanya pertandingan futsal antara kelasku melawan kelas XI MIA3. Salah satu perlombaan yang diadakan ketika semester selesai.

Dengan lihai Gibran menendang bola, mengoper, menyundul, hingga berhasil menembus gawang lawan.

Aku menyaksikan pertandingan ini dari lantai dua. Malas untuk berada di antara banyak orang melihat pertandingan. Toh di lantai atas lebih enak tidak desak-desakan.

Bianca sudah mengajakku tadi, tapi aku menolaknya sudah kubilang aku malas berdesak-desakan he he he.

Gibran sangat keren dalam permainannya, keringat yang bercucuran semakin menambah kadar kegantengannya dan membuat kaum hawa teriak histeris melihatnya. Resiko orang ganteng banyak fansnya. Aku pun tersenyum melihat Gibran dari kejauhan di lantai dua ini.

Pertandingan selesai dengan skor 2-1 sebagai pemenang adalah kelasku tentunya. Kaptennya kan jago siapa lagii Gibran dong. Tersadar pertandingan selesai aku segera ke kantin membeli air mineral untuk Gibran.

Aku bingung, seharusnya lapangan sudah sepi lah ini lapangan bahkan makin ramai dan siswa-siswi membentuk lingakaran.

Jujur aku penasaran dan kenapa rasanya aku nggak enak hati ya. Mungkin cuma perasaanku saja. Aku mendekat semakin mendekat hingga berhasil melihat siapa di dalam lingkaran itu.

Gibran dan salah satu wanita di dalam lingkaran itu, dan tak kalah mengejutkan Gibran memegang boneka itu, boneka yang aku beli bersamanya tempo hari.

"Liaa mungkin gua bukan orang teromantis sedunia, gua juga bukan orang pertama yang mewarnai hidup lu. Tapi tolong izinkan gua hari ini untuk mengisi hari-hari lu. So, be my girlfriend Liaa?" Ucap Gibran memakai toa, tepuk tangan serta teriakan "terima... terimaa.." terdengar dimana-mana.

"Dan aku menghancurkan hatiku sendiri, karena telah aku biarkan diriku mencintaimu." Kataku dalam batin

Air mataku udah merembes jatuh ke pipi. Aku sudah tau apa yang akan terjadi. Dan ekspektasiku benar bahwa Gibran akan menyatakan cinta ke wanita itu.

Sakit. Sakit melihat orang yang kita cintai lebih mencintai orang lain di banding kita. Air mineral yang berada di genggamanku sudah terjatuh ke tanah.

Aku melihat semuanya, aku melihat Gibran menyatakan cintanya kepada orang lain tepat di hadapanku. Sakit bukan? Hati mana yang tak akan sakit jika kita melihat orang yang kita cintai tidak mencintai kita.

Maaf Gibran. Aku minta maaf sudah berfikir bahwa kamu juga mencintaiku. Aku berlari menuju gudang hendak melampiaskan ksedihanku. Di tengah jalan, aku menabrak seseorang setelah meminta maaf aku segera berlari ke gudang.

aku merasakan ada yang mengalir di hidungku dan ku sudah tau pasti mimisan. Kata dokter tidak boleh kecapean dan sekarang aku berlari benar-benar bodoh.

Setelah sampai di gudang aku menelungkupkan kepalaku di kedua lutut. Aku menangis menagis dalam diam.

Hingga tak lama terdengar suara langkah seseorang mendekat ke arahku namun aku hiraukan.

"Meii.." aku kenal siapa pemilik suara ini. Dia lalu menyentuh pundakku.

Aku berdiri lalu memeluknya, aku menangis. Cengeng sekali ya he he he. Tapi aku tidak tau apa yang harus kulakukan selain menangis.

"Dia suka orang lain Bi. Aku... akuu bodoh telah berfikir dia suka sama aku,"

"Sudahlah Mei, pria bukan cuma dia doang di dunia ini. Banyak pria di luar sana yang sedang bersusah payah ngejar kamu. Tapi kamunya aja yang nggak sadar."

Mendadak percakapanku dengan Bianca ber Aku-Kamu. Biasanya Gue-lo.

"Aku salah ya Bi, salah karena dengan mudah sekali jatuh hati ke Gibran. Aku salah karena aku sudah punya rasa ke Gibran." Kataku sambil terisak

"Tidak ada yang salah Mei. Kamu maupun Gibran tidak ada yang salah. Siapa sih yang bisa nahan perasaan jatuh hati itu datang? Itu sama halnya kita tidak bisa menghentikan hujan turun ke bumi. Dan Gibran, dia punya hak Mei kepada siapa ia ingin berbahagia. Dia berhak buat nentuin kebahagiaannya dia."

"Sekarang aku mau nanya sama kamu," katanya

"Gibran tau kamu suka dia?" Aku mengeleng

"Kamu nyaman saat berasama Gibran?" Aku mengangguk

"Bagaimana perasaanmu melihat kejadian tadi. Sakit?" Aku terdiam air mataku berhasil lolos lagi

"Kamu mau Gibran tau kamu suka sama dia?"

Aku langsung menggeleng dan berkata
"Eehhh... nggak usah, nggak perlu Bi." Aku menunduk

"Ya sudah kalau gitu hapus air matamu. Kita ke kantin buat makan. Lagian udah setengah satu lo telat minum obat." Kata Bianca sambil melihat jam di pergelangan tangannya

Senang rasanya di perhatiin sama sahabat. Menurutku sahabat itu bagai tangan dengan mata. Saat tangan terluka pasti mata akan menangis, saat mata menangis pasti tangan akan menghapus air mata itu.

Aku pun menghapus sisa-sia air mata di pipi. Aku dan Bianca hendak ke toilet untuk membasuh wajah. Tetapi pandanganku semakin buram dan kupastikan saat ini aku mimisan lagi, Gibran? Entahlah mungkin dia lagi bersenang-senang dengan Liaa kekasihnya. Selamat Gibran, jika kamu senang maka aku juga akan senang. Tak lama pandanganku gelap, dan aku tidak tau apa yang terjadi selanjutnya.

***

RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang