****
Senja menjelang malam, matahari kembali ke peristirahatannya.
Vanilla terperangah saat sebuah sentuhan mampir di kepalanya.
"Mau pulang sekarang?" suara lembut namun terselip nada jenaka itu membuatnya mengerjap.
"Lah, aku ketiduran?" ia mengerjap beberapa kali, menyesuaikan cahaya dari lampu sorot di hadapannya. "Pfft...silau man," gerutunya.
"Lagian lo kerjaannya tidur mulu. Acara udah selesai, lo masih tidur," ujarnya.
"Maaf, maaf. Aku kan capek." Gadis itu beranjak dari tempat duduknya. Sekitar satu jam lebih ia tertidur dengan posisi tangan melipat di atas meja.
"Nyanyi lagu siapa tadi?" tanya Vanilla setelah mereka keluar dari cafe.
Langit. Itulah nama laki-laki yang kini berjalan di samping Vanilla.
"Owl City dong," jawabnya santai.
"Vanilla twilight lagi?" tanyanya.
Mereka berjalan di bawah temaram lampu jalan.
"Yoi," sahut Langit. Ia menarik pergelangan tangan gadis di sampingnya. "Gak pernah bosen gue bawain lagu itu."
Vanilla menatap Langit dengan binar di matanya. Hal-hal kecil seperti menarik tangan, merangkul, mengusap kepala, dan lainnya. Hal seperti ini membuat gadis ber-iris cokelat itu merasa nyaman.
Perlakuan manis seperti ini sudah lama ia dapatkan dari Langit, sahabatnya sejak kecil.
Memang ada dua orang lainnya. Hanya saja Langit lah yang paling dekat dengannya.
"Langit," pangilnya. Langit menoleh ke samping.
"Oit," sahutnya.
Vanilla terdiam, menatap lekat mata indah milik sahabatnya.
"Ngg...nggak jadi deh," kilahnya mengalihkan pandangan.
Selama ini Langit tidak pernah sadar apa yang dirasakan gadis itu. Setiap malam Vanilla selalu menemaninya mengisi acara di cafe-cafe.
Hingga detik ini, Vanilla hanya bisa menatap sahabatnya itu dengan sendu. Berharap laki-laki itu menatapnya dan membaca hatinya.
"Van, sebenernya...gue suka...."
Vanilla diam, jantungnya berdegub. Genggaman tangannya mengerat. Ia menanti lanjutan pernyataan Langit.
Mereka masih berjalan, dengan langkah kecil ditemani hembusan angin malam dan kerlip lampu rumah penduduk.
"Suka apa sih, Lang?" akhirnya gadis itu bertanya, sebab Langit lama melanjutkan ucapannya.
"Suka bakso Mang Dudung. Ke sana yuk, lo yang bayarin deh." Deretan gigi itu membuat matanya menyipit. Langit tersenyum, membuat pelangi di matanya.
"Hahaha...." gadis itu tertawa singkat. "Iya deh iya, ayo."
"Yes," ujar Langit bersemangat.
Kedua subut bibir Vanilla tertarik untuk menampakan lengkungan senyum. Bagaimana tidak, tingkah Langit selalu saja membuat hari-harinya terasa manis. Meski tak semanis apa yang ia rasakan di dalam hatinya.
***
copyright©2016, radivya
Follow wattpadnya radivya ya. 😊
Baca works nya, jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote & comment.
Tunggu cerita selanjutnya.
Love,
-Family of Paper&Ink-
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Story...
Short StoryCerita sederhana. Tak lebih dari 500 kata. Dengan genre berbeda. Dibuat untuk menghibur pembaca... . . . . . . It's a DRABBLE.. Selamat menikmati... copyright©2016, Paper&Ink