Aku mengaguminya sejak dulu. Dia yang bahkan enggan melihat padaku. Dia yang bahkan namaku saja tidak tahu.
Dia berbeda. Dia yang penyendiri, dia yang genius, dia yang seolah menyimpan banyak misteri, dia yang sangat berambisi. Entah mengapa, membuat diriku kagum padanya.
Pernah suatu ketika, aku menatapnya yang tengah serius menggelar sajadahnya. Yang membuatku takjub, dia rela membagi dua sajadahnya kepada temannya yang malas membawa sajadah. Untuk anak laki-laki, dia sangat rajin bahkan aku yang notabenenya perempuan sangat malas membawa sajadah.
"Lo lihatin apa Fakhira? Dari tadi gue dikacangin loh," Kata Cindy, sahabatku seraya menggerakkan bahuku.
"Itu anu gue mikirin kucing gue udah makan belum, yak?" Aku gelagapan dan kalimat konyol itu meluncur bebas dari mulutku.
"Oh. Si Simon, ya?" Aku mengangguk.
"Cindy yang polos," Batinku.
****
Hari-hariku dipenuhi dengan menatapnya dalam diam. Ketika aku tidak menemukannya aku hanya celingak-celinguk mencarinya. Aku sama sekali tidak berani mencarinya terang-terangan. Salahkah memendam rasa pada dia yang membuat hatiku terbelenggu?
Namun, tanpa aku sangka Cindy meminjam ponselku dan tanpa sengaja menemukan foto Reyhan yang aku ambil secara diam-diam.
"ALIG! LO SUKA REYHAN, RA?"
"Cindy, suara lo bisa kecilin nggak?" Aku menggigit bibir bawahku. Aku sangat gugup saat ini. Apalagi, beberapa pasang mata di kelas melihat ke arahku. Beruntung bangkuku berada paling belakang.
Tiba-tiba, Syafwan satu-satunya cowok yang dekat padaku di kelas menghampiriku. Dan mengajakku ke luar kelas. Aku hanya mengekori Syafwan dari belakang.
"Lo suka Reyhan anak MIPA 1, Ra? Entar gue salamin ya." Entah mengapa aku merasa ada nada kecewa dari perkataan Syafwan. Namun, aku buru-buru menepisnya.
"Hah? Enggak kok. Cindy ngawur doang."
"Tapi, mata lo nggak bisa bohong, Ra. Mata lo selalu terkunci pada Reyhan."
"L-lo tau?"
Syafwan tersenyum hambar. "Gue tau dari dulu. Tapi, gue memilih diam. Kita layaknya cinta segitiga, ya? Lo suka sama Reyhan, gue suka sama lo."
"Gue nggak salah denger? Lo suka gue?"
"Iya. Tapi pasti lo cuman nganggep gue temen doang, kan?"
"Gue jahat, ya?" Tanyaku.
"Nggak. Gue malah nggak suka kalau lo bilang suka sama gue karena nggak enak. Tapi, hati lo untuk orang lain, bukan gue."
"Lo mau gue salamin sama Reyhan?" Lanjut Syafwan setelah terjadi hening cukup lama.
"Enggak, deh. Gue jadi pengagum rahasia aja sudah cukup kok."
"Yakin?" Jawab Syafwan seraya menaikkan alis tebalnya.
"Lagian, mana sempat Reyhan ngurusin hal beginian. Palingan dia sibuk pacaran sama buku-buku tebalnya yang sama sekali gue nggak ngerti."
"Doinya masa digituin, sih," Ujar Syafwan.
"Serah gue dong. Btw, lo suka gue udah lama?" Aku bertanya dengan sangat pelan.
"Em, kayaknya setahun deh. Semenjak lo mukul gue pake sapu saat gue nggak mau piket gue langsung merasa ada gejolak aneh saat ngelihat lo."
"Dih, Syafwan kayak cewek aja." Ejekku
"Tapi sayang, kan?"
"Sayang sebagai sahabat maksud gue." Syafwan melanjutkan perkataannya.
Penulis: Churiyani_
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Story...
Historia CortaCerita sederhana. Tak lebih dari 500 kata. Dengan genre berbeda. Dibuat untuk menghibur pembaca... . . . . . . It's a DRABBLE.. Selamat menikmati... copyright©2016, Paper&Ink