BAB 1

2.2K 73 35
                                    

Aris melangkahkan kakinya memasuki rumah salah satu rumah sakit di Jakarta, sudah satu minggu ini ia harus kesana memastikan kondisi orang itu membaik, hingga bisa dimintai keterangan.

Ia menatap wanita yang duduk di ranjang rumah sakit dengan kondisi mengenaskan kepalanya terbalut perbandan begitu juga tangan kanannya bahkan perban berwarnah putih itu menutupi semua bagian jari, telapak tangan hingga sampai ke pergelangan tangannya, pada kaki sebelah kirinya juga di balut dengan gift.

Wanita itu masih sangat muda ia baru berumur sembilan belas tahun empat bulan lalu, wajahnya sangat cantik bahkan sempurnah menurutn Aris, dengan mata bulat berwarnah hitam pekat senada dengan warnah rambut panjang sebahunya berwarnah hitam pekat dengan warnah bola matanya, bulu mata yang lentik dan panjang serta alis yang indah dan cukup tebal, wanita itu bahkan tidak perlu memakai alis buatan untuk mempercantik alisnya, hidung yang mancung, bibirnya tipir berwarna merah alami dan kulit yang putih bersih.

Tidak ada yang berubah dari wanita itu sejak pertama kali mereka bertemu, sudah satu minggu ini ia memilih diam tidak mengatakan apapun, bahakan saat seseorang datang dan mencacinya ia terus diam, jika ia merasa sudah tidak tahan, wanita itu akan memejamkan matanya sambil mengigit bibirnya kuat-kuat hingga berdarah.

Wanita itu terus memandang ke luar jendela memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di taman rumah sakit itu.

"Hai, sudah makan?" tanya Aris sambil mencobah menarik perhatian wanita itu, tapi sepertinya gagal wanita itu bahkan tidak menoleh sedikitpun.

Aris hanya bisa menarik napas panjang lalu membuangnya, sungguh ia sudah hampir ke habisan akal dengan wanita satu ini, Aris hanya ingin menolong wanita ini tidak ada maksud yang lain.

Tapi sepertinya wanita ini sengaja membiarkan dirinya terjebak dalam masalah ini, ia bahkan tidak membantah atau mengiyakan saat polisi menayakan apa dia yang membunuh korban, wanita itu hanya terus diam seakan sebagian jiwanya telah hilang dan yang di temui Aris sekarang hanyalah jasadnya saja.

Psikolog rumah sakit itu mengatakan bahwa wanita itu masih mengalami syok atas kematian korban, Aris tahu jelas itu sempat mendalami ilmu itu, sebelum akhirnya bergabung dengan kepolisian.

"Maaf jika aku terus menganggumu" Aris kembali membuka suarahnya menatap punggu wanita yang terus menatap ke luar jendela entah apa yang di pikirkan wanita itu, Aris bahkan tidak bisa menebaknya, wanita itu memasang raut wajah tidak terbaca.

"Aku hanya ingin membantuhmu sungguh, aku merasa kasus ini menganjal walau seluruh bukti mengarah padamu, aku merasa yakin bahwa kamu tidak bersalah" Akhirnya Aris mengatakan semua pemikiranya, biasanya seorang akan menolak mentah-mentah jika ia dituduh melakukan hal yang tidak ia lakukan dengan gelagat yang tenang dan meyakinkan.

Walaupun tidak semua melakukan itu ada juga tersangkah yang berpura-pura tenang dan berusaha menyembunyikan kebenaran tapi pihak kepolisian bisa membaca gerak gerik tersangkah yang berbohong agar terlepas dari jerat hukum.

***

Bagi Aris ini merupakah salah satu kasus yang sulit untuk ia pecahkan, ini hampir sama dengan tersangkah pembunuhan berantai 3 tahun lalu yang memakan korban sebanyak dua puluh empat orang wanita berumur belia dengan motif sakit hati karena cintanya ditolak oleh para korbanya.

Tapi menjelang eksekusi mati tersangkah mengakui semua perbuatanya. Aris berhasil memecahkan kasus tersebut bersama dua rekan kerjanya yaitu Gilang dan Amanda mereka dalah tim yang solid dalam memecahkan kasus-kasus sulit.

Bukan cuma kasus itu ada juga kasus mutilasi yang memakan waktu yang sangat panjang bagi Aris, karena mereka kekurangan barang bukti untuk menemukan tersangkah mulitalasi yang bagian tubunya di buang di sungai yaitu hanya bagian kaki sebelah kanan.

THE KASUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang