BAB 4

1.3K 68 30
                                    

Aris sudah berdiri di samping ranjang Kaila, lagi-lagi dan lagi gadis itu sedang duduk di tempat tidurnya sambil melihat ke ruang jendela kaca memperhatikan orang yang berlalu-lalang di sana.

Baru saja pihak kepolisian datang kesana hendak membawa Kaila ke rutan tapi Liza berhasil mengagalkanya ia menjelaskan kondisi Kaila tidak memungkinkan ia masih perlu perawatan intensif di rumah sakit itu, bahkan dokter dari kepolisian juga ikut memeriksa kondisi Kaila dan mengatakan bahwa Kaila benar-benar masih butuh perawatan intensif di rumah sakit ini.

"Kaila" Aris mendekat lalu menyerahkan honselnya, Kaila melirik sekilat pada layar ponsel tersebut lalu tersenyum tipis.

"Satu bulan setelah papa dan mama meningal" ucap Kaila dengan suara lembut, membuat Aris cukup terkejut, dalam hati Aris mengutuk dirinya sendiri, ia tidak tahu bahwa dirinya akan membuka luka gadis mudah itu, ia hanya ingin mencari tahu apa yang terjadi di balik kasus yang sedang ia tangani saat ini.

"Maaf" Aris mebuka suaranya ragu.

"Tidak apa-apa" Kaila tersenyum lembut lalu melihat kembali kearah jendela.

Aris sebenarnya ragu untuk melakukanya, tapi doker Liza memaksanya, melakukanya walau itu melangar kode etik.

Aris mengeluarkan sebuah bandul lalu meletakanya di depan waja Kaila membaut gadis mudah itu menyerengit seperkian detik lalu tersenyum tipis.

"Kau tahu ini apa? Rileks, kau hanya perlu mengikuti arah gerakan bandul ini" Aris sedikit membungkukan tubuhnya hingga wajanya dan Kaila sejajar.

Laki-laki itu mulai mengerakan bandul itu sedikit demi membuatnya bergerak ke kanan dan ke kiri, Aris menatap mata Kaila, melihat apakah mata gadis itu mengingikuti gerakan bandul itu tapi sepertinya Aris salah.

Kalia menatap lekat mata coklat bening milik Aris membuat laki-laki itu membeku, tatapan mata hitam pekat milik Kaila seakan mengikatnya bahkan Aris sudah tidak perduli dengan badul yang menempel di tanganya.

Mata Kaila seakan sedang bercerita padanya tentang semua yang terjadi, sayangnya Aris tidak mengerti itu, ia hanya bisa melihat bahwa mata itu terluka dan sangat dalam, hingga rasanya Aris juga ikut merasakan sakit luka itu.

Aris masih terikat dengan mata hitam pekat itu tanpa ia sadari tanganya sudah tidak memegang beda berbentik bulat tadi, bandul itu sudah terjatuh hingga menimbuan suara yang membuat Kaila mengijapkan matanya melihat ke arah bedah jatuh tersebut.

Laki-laki itu juga ikut tersadar ia segarah mengambil badul kecil itu, lalu memasukanya kembali ke dalam saku celananya.

"Maaf" dua kali sudah untuk hari ini ia meminta maaf pada gadis kecil itu.

"Bukan aku yang melakukanya" Kaila membuaka suara sontak membuat Aris menoleh kepadanya.

"A-apa?" tanya Aris ragu, ia segera membuka ponselnya menyakalan alat perekam suarah.

Tapi Kaila kembali diam, hingga membuat Aris mengeram hinga memegang bahu Kaila, agar wanita itu melihatnya dan mengatakan semuanya.

"Katakan sekali lagi Kaila" pinta Aris dengan suara tertahan dan sedikit mendesak.

Kaila memejamkan matanya sejanak lalu membukanya lagi, ia kembali melihat mata Aris mata yang sama dengan warna mata sahabatnya Angel, Kaila sebenarnya selalu iri dengan Angel karena memiliki warna mata yang indah, Kaila benar-benar ingin memiliki mata seperti itu.

Gadis mudah itu masih diam, tidak bergerak atau membuka suahanya lagi, sungguh Kaila kembali membuat Aris frustasi. "Aku mohon katakan yang sebenarnya"

Kaila masih tidak bergeming diri posisinya, yang ia lakukan hanya melihat warna mata itu, hingga ia merasakan sesuatu menyentuh bibirnya membuat bolah mata Kaila membesar karena terkejut. Aris polisi yang memiliki tempremental itu memciumnya, mengambil ciuman petamanya.

THE KASUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang