Matahari tak penah malas bangun pagi. Selalu tepat waktu membakar kaki langit sebelah Timur dengan cahaya merah keemasan. Sekawanan burung manyar pergi mencari nafkah dari rumahnya yang tergantung di dahan – dahan pohon sengon laut di tepi persawahan Desa Karang Rajo yang asri, damai, dan bersahaja. Para patani sudah berjongkok membungkuk membersihkan gulma yang tidak mereka kehendaki tumbuh di sekitar pokok tanaman padi yang mereka cintai. Decak suara air sawah berkecipuk diaduk – aduk tangan yang menggaruk – garuk rumput. Wanita tani menjinjing rinjing berisi bekal yang akan mereka santap di dangau tengah sawah mereka.
Menuk Parwati, anak Suwito dan Markonah sibuk menyiapkan pakaian dan perlengkapan untuk empat bulan meninggalkan rumahnya di Desa Karang Rejo. Menuk mahasiswi Universitas Negeri Fakultas Pertanian di kotanya itu hendak berangkat ke sebuah desa terpencil untuk melaksanakan Kulaih Kerja Nyata (KKN). Bersama enam mahasiswa lain dari berbagai fakultas dan jurusan, akan melaksanaakan pengabdian kepada masyarakat. Pakaian Menuk sudah tersusun rapi dalam satu koper, tas punggung, dan satu tas jinjing.
Suwito dan Markonah petani utun, yang mempunyai niat mulia untuk mengantarkan anak – anknya sampai ke pendidikan tinggi. Berharap anaknya tidak mewarisi kemiskinan dan ketertindasan mereka sebagai petani. Tetapi jika semua petani tidak ingin profesinya diwarisi anak keturunannya, siapa yang akan memberi makan bangsa ini kelak?
"Nuk, kamu berangkat jam berapa, Nduk? Tanya Markonah
"Ini nunggu yang jemput, Mak."
"Markoset?"
"Bukan, Mak."
"Lalu?"
"Samijan."
"Pacarmu?"
"Mamak ini, setiap teman lelakiku kok dianggap pacar to?"
"Siapa tahu."
"Mamak mau, aku kawin cepat?"
"Tidak, kamu harus kerja dulu. Mak mau kamu bisa membantu biaya adikmu nanti jika ia kuliah."
Menuk mengumbar senyum manis yang khas, bibir tipisnya selalu basah. Tangannya beberapa kali menyibakkan rambutnya yang menutupi pandangannya. Menuk Parwati meski gadis kampung tetapi mempunyai perawakan yang bersih, berkulit kuning langsat mengkilat, alisnya tebal seperti ijuk, hidungnya mancung lancip seperti linggis, dan pipinya cubby seperti bakpao. Laki – laki mana yang tidak menggeliat "emprit"nya jika bersitatap dengan Menuk.
"Nuk, Markoset itu baik ya?"
"Baik, Mak. Mamak suka sama Markoset?"
"Dia, anak camat kan?"
"Iya katanya. Mamak suka sama anak itu?"
"Dia sudah lama enggak main ke rumah ya, Nuk?"
"Mamak suka sama dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MARKOSET MENGEJAR KEN DEDES
Short StoryMakoset Mengejar Ken Dedes adalah kisah parody romantic dua mahasiswa aktifis Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Teater. Markoset memerankan Ken Angrok dan Menuk Parwati memerankan Ken Dedes dalam pentas teater Pekan Seni Mahasiswa Nasiona...