Bagian X

614 45 14
                                    

Markoset dan Dudung berjalan terpaksa agak cepat, karena jalanan terjal menurun. Jalanan mulai berbatu dan kerikil.   Suara air jatuh membentur bebatuan semakin jelas. Suara singgeret dan derik serangga sudah kalah dengan gemericik air. Suara canda ria terdengar sayup – sayup di antara dominannya suara air terjun. Makin dekat kabut uap air seperti gerimis menghujani Dudung dan Markoset. Menerpa kulit dan terasa kesejukkannya. Jarak tinggal duapuluh meter saja, dan betapa kagetnya Markoset ketika melihat Samijan memeluk Menuk Parwati dari belakang.  Baju keduanya basah kuyup oleh air. Dada menuk terlihat membusung dan jelas membayang bukit kembar itu menyembul kokoh. Mereka foto bareng sambil berpelukan berlatar air terjun itu.

Markoset berlari mendekati kedua sahabat kampusnya itu. nafasnya tersengal – segal, mulutnya megap – megap. Dadanya serasa hendah pecah meledak. Anjiiiiiiiiiiing! Teriak Markoset. Kehadiran Markoset tidak disadari oleh ketujuh mahasiswa yang KKN di Desa Talang Baru itu. Pekik umpat Markoset pun kalah perkasa oleh suara air terjun. Markoset menyeruak dan menerjang Samijan. Tubuh yang tidak siap mendapat serangan itu terjungkal. Belum sempat bangkit, bogem mentah menghantam mulut Samijan lagi, crot! Kecap mengucur dari sudut bibirnya.

"Hai Sami! Berani – beraninya kau memeluk Ken Dedesku!"

"Apa? Ken Dedes matamu suwek! Itu Menuk Parwati, bukan Ken Dedes!"

"Banyak bacot kau Sami! Ciaaaaaaaaaaaaaat!"

Pergumulan pun terjadi lebih seru. Jual beli pukulan, cakaran, gigitan pun terjadi. Seperti dua kucing garong berebut betina berahi. Bak buk crot! Crak cruk crik crit! Seru, seperti cerita silat Wiro Sableng. Ketujuh orang yang ada di sekitar lokasi pertempuran hanya terbengong – bengong, tanpa tahu apa yang bisa diperbuat. Mereka malah menikmati tontotan perkelahian dua bandot muda itu. Menuk Parwati yang terlihat panik..

"Berhentiiiiiiiiiiiiiii!" pekik Menuk.

Dua petarung amatiran itu seperti terhipnotis. Mereka berhenti mendengar pekikan Menuk.

"Kalian berebut apa? Ha...!"

"Dengar Dedesku! Dia sudah kurang ajar peluk kamu dari belakang."

"Memang kenapa Mar!"

"Tidak ada yang boleh menyentuh Dedesku!"

"Hai, dengar Angrok begok! Samijan bukan apa – apaku. Kau pun bukan apa – apaku! Kita semua kawan, tidak lebih dari itu!"

Samijan yang merasa diserang duluan dan merasa mendapat pukulan lebih banyak, kali ini ia menyerang. Ciaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaat! Bak buk crot! Crak cruk crik crot! Kali ini hidung Markoset muncrat kecap.

"Berhentiiiiiiiiiiiiiii!" pekik Menuk lagi.

Dua bandot perjaka itu pun seperti terhipnotis lagi, mereka berhenti bertarung. Kali ini Suparwo dan Nyong turun tangan melerai adu domba itu.

"Mar, dan Kau Sami! Kalian itu Mahasiswa. Tahu kau mahasiswa? Mahasiswa itu agen perubahan, bukan agen lendir macam kalian! Goblok!"

Sambil menunjuk – nunjuk muka Markoset dan Samijan, Nyong terus berorasi. Ia melanjutkan orasinya.

"Kalian tidak bisa memberi contoh yang baik kepada masyarakat! Kalian itu golongan terpelajar, baru urusan tungku pawon saja sudah berantem. Memalukan!"

MARKOSET MENGEJAR KEN DEDESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang