Bagian VI

712 46 39
                                    

Selesai mengelap CB 100 – nya, Markoset masuk ke dalam rumah dan mengambil tas gendong. Siti Sundari berusaha menyakinkan Markoset untuk bisa ikut dengannya, tapi dengan berbagai modus ia berusaha berkilah supaya Siti Sundari tidak ikut. Tentu akan sia – sia usahanya menemui Ken Dedesnya jika ia membawa wanita lain.

"Besok pagi aku akan kembali kok, Sun."

Siti Sundari tidak menjawab, feedback yang diterima Markoset adalah ekspresi wajah Siti yang mrengut. Sebenarnya melihat Siti yang menunjukan kemanjaannya terhadap dirinya, Markoset sedikit berdesir hatinya. Sekali engkol motor terawat itu sudah mendengus, seperti banteng ketaton. Sekali tarikan gas kuda besi buatan Jepang itu sudah meninggalkan Siti Sundari, Mahasiswi Jurusan Sastra Inggris itu hanya mencium asap knalpot motor Markoset. Siti menghela nafas panjang, dan masuk ke dalam rumah Kades Umbul Bambu itu.

"Siti, kemana Markoset?" tanya Mila Haryani.

"Ke Desa Talang Baru katanya."

"Wah nyusul Ken Dedes itu."

"Ken Dedes?"

"Itu si Menuk Parwati anak pertanian. Pemeran Ken Dedes dalam pentas teater beberapa bulan yang lalu."

"Anak UKMBS juga?"

"Iya lah, sama – sama anak teater mereka."

"Mereka pacaran?"

"Mungkin."

"Huftt..."

Siti Sundari nampak kecewa sekali mendengar cerita Mila. Ia masuk ke kamar, mengambil handuk dan peralatan mandi. Tidak lama tubuhnya sudah tertelan kamar mandi. Ia pasti sudah bugil di dalam bilik itu. mungkin ia sedang bercakap – cakap dengan vaginanya sendiri.

"Duhai vaginaku"

"Ya Mbak Siti" jawaban itu menggema dalam hatinya yang sengkarut.

"Aku ingin burung emprit Markoset kelak yang menikmatimu."

"Hihihi, kau suka burung empritnya?"

"Aku sih belum pernah lihat, tapi melihat selangkangannya yang sesak, sepertinya burung emprit itu gemuk terawat."

"Hayah, sukanya sama yang jumbo- jumbo. Sakit tahu!"

Siti Sundari terkikik sendiri membayangkan itu, ia meraba vaginanya dan meringis sejenak. Ia kemudian membasuh tubuhnya yang bugil itu dengan gayung demi gayung air benih yang dingin. Beberapa kali ia mendesis – desis menahan dingin. Terdengar seperti ular kobra menyerang mangsanya. Sabun mandi yang beruntung itu menjamah seluruh tubuh Siti Sundari dengan lembut dan mesra, melumurinya dengan busa putih seperti kapuk. Siti Sundari keluar dari bilik kecil itu sudah mengenakan jeans belel warna biru dan kaos oblong warna hitam. Tubuhnya wangi, mengalahkan wangi bunga kopi yang mulai pudar tersapu angin pagi yang semilir.

MARKOSET MENGEJAR KEN DEDESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang