Suparwo, Dudung dan keempat srikandi kampus itu terkikik ketika Nyong menyebut kata "tungku pawon". Kiasan yang tidak setara untuk daging terjepit kedua paha itu. Nikmat rasanya tidak layak kalau disebut "tungku pawon". Tapi tak apalah, itu ironis sarkatik untuk menyadarkan kedua bandot kampus yang berduel itu.
Markoset dan Samijan hanya menunduk, dengan panjang dan lebar Nyong terus berceramah, semua teori yang pernah dibaca sepertinya ia keluarkan. Nyong kali ini benar – benar muntah aksara...
"Jabat tangan kalian, saling memaafkan!"
Seperti terhipnotis kedua pengagum Menuk Parwati saling berjabat tangan, tapi tidak saling berpelukan.
"Ayo kita pulang saja, sudah tidak asik lagi tamasya kita hari ini!" pekik Nyong.
Mereka pun berbasah – basah diri, berjalan beriringan mendaki bukit sambil menahan dingin. Markoset memegangi hidungnya yang seperti remuk rasanya, sementara Samijan memegangi mulutnya yang pecah berkeping – keping.
Malam mengepakkan sayap hitamnya. Desa Talang Baru pun gelap gulita, hanya lampu sentir yang menerangi rumah – rumah penduduknya. Derik suara serangga hutan membabi – buta. Menguasai kolong jagad yang kini berselimut kabut tipis. Hawa dingin menyeruak masuk ke dalam rumah, bilik, dan hati semua penduduk desa. Markoset duduk di ruang tamu ditemani Nyong.
"Nyong, kita ngobrol di luar saja yuk."
"Dingin di luar, Mar."
"Enggak apa – apa, sepertinya lebih asik di luar."
"Kalau sama Menuk baru asik, Mar."
"Dia Marah ya? Kok enggak keluar – keluar dari kamar."
"Seharusnya kau yang lebih faham, Mar."
"Huftt..."
Mereka akhirnya keluar dari ruang tamu, duduk di lincak bambu di bawah pohon mangga di depan rumah. Kedip – kedip lampu sentir benar – benar seperti cahaya bintang di langit. Jalanan kampung lengang, tidak ada lalu lalang kendaraan, bahkan orang berjalan pun tiada. Sunyi, sepi, lengang, tapi damai.
"Mar, kau sudah lama kenal Menuk Parwati?"
"Hmm semenjak kami aktif di UKMBS."
"Semester tiga?"
"Iya, bener."
"Kau suka sungguh sama dia?"
"Banget, kawan."
"Hihik.."
"Kok ketawa kamu, Nyong?"
"Kau, pernah telanjangi dia belum?"
"Hussy.., aku laki – laki bermartabat kawan."
"Hihihi..."
Nyong terkikik seperti kuntiladut diperkosa genderuwo limapuluh. Melengking menampar kesunyian yang akut. Markoset bingung dengan maksud tawa Nyong, seribu tafsir dibuka tapi tidak mampu mengartikan maksud tertawanya.
"Dengar, Mar."
"Apa?"
"Aku sudah khatam dalaman empat cewek itu."
"Maksudmu?"
"Tiap hari aku mengintip mereka mandi."
"Haaa...!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MARKOSET MENGEJAR KEN DEDES
Historia CortaMakoset Mengejar Ken Dedes adalah kisah parody romantic dua mahasiswa aktifis Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Teater. Markoset memerankan Ken Angrok dan Menuk Parwati memerankan Ken Dedes dalam pentas teater Pekan Seni Mahasiswa Nasiona...