Mikoto menatap dengan salah satu alis terangkat, merasa bingung dengan situasi yang saat ini dia lihat.
Sungguh aneh, Naruto dan Sasuke terlihat saling membuang muka ke arah yang berlawanan, ditambah Itachi yang sepertinya tengah membujuk Naruto.Pemandangan yang begitu jarang terjadi, bahkan Mikoto berani berkata bahwa dia belum pernah melihat Sasuke dan Itachi yang diam bersama dalam satu tempat. Wanita cantik dengan umur yang tidak lagi muda itu terkikik pelan, lucu.
Sasuke heran tapi dengan cepat pemuda itu sadar. Tanpa ada yang tau semburat merah muncul di telinga Sasuke. dengan canggung membuka suara, "Aku ingin berlatih."
Selepas kepergian Sasuke keadaan kembali menjadi hening. Mikoto berdehem, kepalanya menoleh ke arah Itachi.
"Itachi, duke memanggilmu,"
"Saya mengerti." Itachi membungkuk hormat, tidak ingin mengulur waktu lebih lama lagi. Segera saja Itachi bergegas pergi meninggalkan sang Ibu.
"Nah Naru," Seketika pandangan sang Duchess teralih memandang Naruto dengan tatapan penuh makna. "Ayo ikut sebentar"
Naruto tersenyum kaku.
Dalam diam Naruto mengekor di belakang Mikoto hingga tanpa terasa sampailah di kamar pribadi milik Mikoto.
Mikoto yang melihat Naruto yang tengah melamun segera berdehem, menyadarkan Naruto dalam lamunannya.
"Iy-iya yang mulia?" respon Naruto yang sepertinya masih terkejut. Sang Duchess yang mendengar itu langsung mengerutkan bibirnya tidak puas.
"Naruto sudah berapa kali ku bilang panggil aku ibu saja," ucap Mikoto, lembut.
"Maaf, yang mulia. Tapi saya tidak bisa begitu."
Seolah mengerti jalan pikir Naruto Mikoto menghela nafas, memilih mengalah.
"Baiklah aku mengerti, kalau begitu panggil bibi saja."
"Oh, Naru kemari. Coba kau pakai gaun ini!" Tampak bersemangat, Mikoto dengan menggebu-gebu menyodorkan ke arah Naruto sebuah gaun berwarna putih dengan hiasan pita di bagian kerahnya, panjangnya hanya sampai betis kaki jika di pakai Tampak elegan, apalagi dengan perpaduan warna putih dan hijau lembut, juga pita satin di bagian pinggang.
Tangan Naruto membelai permukaan gaun di hadapannya, lembut. Naruto yang tidak begitu mengerti dengan kain saja tau jika yang di berikan padanya ini adalah kualitas terbaik, dengan tidak enak hati gadis itu menengok Mikoto.
"Tapi-"
"Tidak ada tapi-tapian Naru, anggap saja hadiah."
Naruto dalam hati merasa bersyukur, dalam hidupnya ini adalah pertama kalinya Naruto merasa di terima.
Melihat Naruto yang diam Mikoto secara gamblang menebak, "Apa Sasuke mengganggu mu lagi?"
Menggeleng kuat, Naruto bahkan tidak memikirkan pemuda itu, sungguh. "Dia tidak mengangguku."
"Senang mendengarnya. Sasuke itu sebenarnya pemuda yang lembut loh~"
Haha.
Siapa lagi selain Naruto yang berani menampilkan raut masam, menghina seorang pemuda di hadapannya ibunya sendiri. Cuma Naruto.
Mikoto tersenyum, merasa berhasil membuat Naruto tidak lagi terlihat murung. Naruto telah kembali seperti biasa.
"Nanti turunlah kebawah jika kau sudah selesai," lanjut Mikoto seraya berjalan menjauh.
Di tempat lain dengan langit-langit gelap dan suasana suram, Itachi tengah duduk dengan tenang menghadap Fugaku.
"Itachi, apakah kau tau mengapa kau kupanggil kesini?" Suara tegas dan berwibawa itu bertanya dengan nada datar. Mata semerah darah melirik sekilas pada pelayan yang gemetar menuangkan teh dalam cangkir.
"Tidak," jawab Itachi, berdusta.
Fugaku dengan santai melirik pelayan yang baru selesai menuangkan teh untuk mereka, hanya lirikan biasa namun dengan tubuh menegang pelayan itu bangkit dan pergi.
Fugaku kembali membuka suaranya.
"Beberapa waktu lalu, Sasuke ku perintahkan untuk memata-matai kaum warewolf dan sudah di konfirmasi jika kaum warewolf tengah melakukan pergerakan untuk memulai perang."
Walaupun Itachi dengan otak cerdasnya sudah mengerti apa yang diinginkan sang Duke tapi untuk menjaga keformalitasan dia memilih untuk bertannya secara langsung
"Apa yang anda ingin saya lakukan?"
"Aku ingin kau sebagai calon Duke untuk datang ke istana, sampaikan informasi ini pada yang mulia." Fugaku menatap serius putranya, "Sebagai calon Duke, kau harus menunjukan pengaruhmu di Kekaisaran."
Itachi dengan santai mengangkat cangkirnya, sebenarnya Itachi sama sekali tidak berminat untuk menduduki kursi Duke. Semua itu hanya kedudukan tidak berguna bagi Itachi yang lebih senang dengan pertempuran nyata di bandingkan hanya duduk berkutat dokumen.
Tapi, pemuda itu diam. Tidak membantah.
Itachi mengangguk. Namun, sesuatu mengganjal di hatinya.
"Baiklah, tapi bolehkah saya mengajukan permintaan?" Itachi tersenyum diplomatis.
Fugaku menaikan alisnya, "tentu."
"Saya akan mengajak Sasuke dan Naruto ikut serta."
"Silahkan," terima Fugaku tidak ambil pusing.
~~~
Suara langkah kaki terdengar mendekat, suarannya begitu teratur dengan bunyi yang disebabkan oleh heels hingga menciptakan suara yang cukup khas di antara suasana hening di ruang makan itu.
Seorang gadis di balut gaun putih dengan rambut emasnya yang digelung indah hanya menyisakan sedikit rambut yang menjuntai indah di sisi kiri dan kanan.
Kehadirannya membuat semua orang yang berada di ruang itu memalingkan wajah kearahnya
Serta mikoto menyambut antusias kedatangannya dan segera mempersilahkannya untuk duduk di sebelah itachi di meja makan yang ukurannya lumayan panjang
Di meja itu mereka memakan makan malam mereka dengan kesunyian barulah hingga makan malam mereka selesai itachi menjadi orang pertama yang memecah keheningan"Aku akan mengajak Sasuke dan Naruto ke istana."
Ucapan itachi membuat berbagai ekspresi yang beragam mikoto yang syok, sasuke yang tanpa ekspresi tapi berkeringat dingin, dan naruto yang bingung"APAAAA"
TBC
Huaaaaa gimana eps kali ini?
Maaf saya baru nongol setelah sekian lama T.T
Tolong maafkan saya yang tidak profesional dan ++malas ini ~>_<~Oiya tolong vomentnya yaa~
Biar saya semangat buat lanjut chapter depan
Di sini juga menerima kritik dan saran karna itu sangat membantuOke sampai jumpa di ch selanjutnya
Salam manisss
Buubbaayy~
♥
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boy Friends Is a Vampire
FanfictionNaruto yang baru saja di selingkuhi oleh kekasihnya tanpa di sengaja malah tersesat dan dengan sialnya bertemu dengan seorang Vampire yang hendak menggigitnya. "Kau manis nona." Akankah takdir menuntun ke arah kebahagiaan ataukah penderitaan? Warn...