Aku mengenal dia ketika kakakku membawa dan memperkenalkannya sebagai calon tunangan. Senyum lebar tergambar jelas di wajah kedua orang tuaku. Tak bisa dipungkiri jika moment ini sudah sangat ditunggu oleh mama. Mengingat usia kak Lara yang tak bisa lagi dikatakan masih muda. 27 tahun, usia dimana mama dulu sudah menggandeng kami di kedua tangannya.
Aku bersyukur dilahirkan tiga tahun lebih muda dari kak Lara, dan pastinya ikut merasa berbahagia dengan kabar yang kak Lara bawa. Karena, setidaknya salah satu dari kami akan memenuhi mimpi mama. Dan yang pasti itu bukan aku. Aku terkekeh senang membayangkan sampai beberapa tahun ke depan, akan terbebas dari mama. Karena akan kubuat mama sibuk dengan cucunya yang akan lahir dari rahim kak Lara.
"Narendra Sajati," sebutnya sambil menjabat tangan papa erat. Bola mataku bergerak,menilai sosok yang berdiri tegap di hadapan ayahku. Rambut hitam disisir rapi ke belakang, alis tebal dan gelap menaungi sepasang mata dengan pupil legam yang menghiasi keduanya. Mataku terus bergerak, hidung tinggi nan mancung ikut menghiasi, dan saat tatapanku jatuh di bibir tebal coklat yang sedang tertarik kebelakang itu. Jantungku terkesiap, seketika itu aku tersadar jika makluk yang sedang tersenyum itu sedang berdiri di depanku.
Duh! Bodoh,bisa-bisanya ketahuan, batinku.
Segera aku pasang senyum lima jari, berusaha mengalihkan rasa tak enak karena tertangkap basah sedang memperhatikannya.
Kamu pikir dengan senyummu itu bisa menghilangkan kekonyolanmu karena memperhatikannya tadi, Cita? sinisku dalam hati.
"Kenalkan, ini adikku Cita." Suara kak Lara memecah kecanggungan yang terjadi.
Jati berjalan dua langkah lebih dekat ke arahku. Menjabatku, setelah aku mengulurkan tanganku. Dengan senyum tertahan, dia langsung berujar, "Bagaimana adik ipar? Boleh aku tau hasil penelitianmu terhadapku sekarang."
Blush ... wajahku terasa memanas. Aku tau wajahku pasti sudah memerah. Cepat kutarik tanganku dari genggamannya, berbalik membelakangi dia. Kutarik nafas dalam, dan mengeluarkannya lagi, cepat. Perlu kuberitahu, aku bukan tipe orang yang bisa dengan mudah tersipu hanya dengan rayuan ataupun melihat orang tampan. Tapi ini berbeda, di sini aku bukan sedang merona karna tersipu. Tetapi malu dalam arti yang sebenarnya.
Setelah bisa mengembalikan perasaanku ke kondisi normal. Aku kembali menatapnya dan tersenyum tipis. Yang kutau tidak terlihat tulus, tapi lebih baik dibanding harus memberinya raut datar.
"Citara. Panggil aku Cita. Dan soal yang tadi aku minta maaf, aku tidak bermaksud. Aku hanya ... yah, kau taulah," kataku sambil mengangkat sebelah bahu.
"Tak apa, aku tidak tersakiti dengan pandanganmu tadi. Tapi ... kamu merestuiku dengan kakakmu, bukan?"
"Tentu, dengan senang hati."
Jati menganggukkan kepalanya senang. Lalu aku membalasnya dengan senyum yang lebih tulus. Setidaknya aku tau kak Lara sudah bisa bangkit dan menemukan belahan jiwanya.
***
Hari berlalu dengan cepat,acara lamaran dan pertunangan pun sudah diadakan. Tanggal pernikahan sudah ditentukan dan kebahagian tergambar jelas, bukan hanya di wajah calon mempelai, tapi juga keluarga besar kedua pihak.
Tapi ada yang menggangguku beberapa hari ini. Bibir penuh senyum yang selalu menghiasi muka cantiknya, kini tidak lagi terlihat. Bahkan mata sembab pernah terlihat di beberapa waktu yang lalu. Dan saat aku ingin menanyakannya, apakah kesedihannya ada kaitannya dengan apa yang pernah aku lihat. Kak Lara tampak menghindar, dan tetap memasang sikap baik-baik saja di depan semua orang.
Bingung. Pasti. Tapi aku juga tidak bisa begitu saja ikut campur ke dalam urusannya jika memang kak Lara tak ingin aku tau masalahnya.
Mendapati kak Lara sedang termenung dengan tatapan kosong bukanlah hal aneh bagiku. Tapi itu dulu, saat kak Lara terpuruk oleh cinta masa lalunya. Bahkan sampai bertahun-tahun kemudian, kak Lara masih sering duduk diam dengan raut wajah yang sama. Terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble In Marriage
ChickLitMenjadi pengantin pengganti bukan impian seorang wanita.Tapi bagaimana jika keadaan menuntutku menjadi seorang cadangan. Haruskah aku berlari seperti yang dilakukan kakakku. Ataukah harus menerima ini dan menganggap ini adalah takdirku. jawaban apa...