"Jati," panggilku.
Jati mengangkat kepalanya.
"love you."
Entah apa yang membuatkan mengutarakan dua kata itu, tapi satu hal yang pasti aku tidak menyesalinya. Apalagi melihat respon Jati yang tertegun seolah tak percaya, namun bibirnya membentuk lengkung yang teramat lebar.
Lalu dalam sekejab, ia merengkuhku sambil tak berhenti mengecup belakang kepalaku.
"Aku juga, cinta kamu, sayang kamu"
Wajah ku memanas, aku yakin wajahku pasti sudah memerah. Dan saat jati ingin mengurai pelukan, aku malah menahannya.
Aku tak akan membiarkan ia melihat wajah maluku. Malu atas ungkapan spontanku dan juga lontaran jawaban Jati. Belum lagi kecupan mesra yang Jati beri tak berhenti. Membuat aku makin merasa malu.
Dan seolah semesta ikut ingin mempermalukan aku, perutku berbunyi dengan kerasnya.
"Hahaha, lapar sayang."ucapnya di sela tawa.
"Hemm." Dehamku menutupi rasa malu.
Jati menjauhkan tubuhnya dariku. Memandang wajahku, menatap dalam di kedua bola mataku. Aku memalingkan wajah menghindari tatapan Jati, yang dengan sengaja mengikuti arah kepalaku.
"Oh..., Jadi gini ya kalo lagi malu. Gak mau lihat aku lagi."
"Apaan sih." Ujarku malu.
Perutku kembali protes hingga berbunyi lebih keras daripada tadi. Membuat rasa panas menjalar kembali di kedua pipiku.
Jati mengelus surai ku lembut.
"Tunggu sini bentar ya, aku mau ambilkan bubur untukmu."Aku tersenyum dan mengangguk.
Jati mengambil termos diatas meja dan menuang isinya ke dalam piring yang telah ia siapkan. Mencicipinya, lalu berjalan mendekatiku dengan piring berisi bubur dan sebotol air putih.
" Makan dulu."
Aku tidak menolak saat Jati menyuapiku, aku merasa amat lemas.
Walau rasa buburnya terasa sangat pahit di lidahku, dan beberapa kali aku menahan mual saat akan menelannya."Sudah" ucapku saat kurasa aku tak mampu lagi untuk memakannya.
Jati meletakkan piring berisi setengah bubur yang telah aku makan di meja. Ia membuka botol minuman dan membantuku untuk meminumnya.
"Gimana, udah enakkan. Mau tidur lagi?"
Aku hanya mengangguk lemah, menanggapi pertanyaan Jati. Membiarkan Jati membenarkan posisiku menjadi berbaring. Kemudian mengusap rambutku lembut. Membuat aku terlena dengan perlakuan lembutnya.
Perlahan akupun terpejam. "Terima kasih" gumamku sebelum kantuk menarikku ke alam bawah sadarku.
***
Aku kembali terbangun dengan kondisi yang lebih kuat di banding tadi.
Menoleh dan melihat Jati yang tertidur di sofa sambil bersedekap. Tampak lelah namun tetap siaga.
Karena ingin buang air dan mencuci muka. Aku mencoba berdiri pelan dan menggapai tiang infus. Berusaha berjalan ke arah toilet sendirian, walau dengan tertatih. Aku tak mau membangunkan Jati yang ku yakin sangat lelah karena menungguku seorang diri di rumah sakit.Aku sudah mencapai depan pintu toilet saat tiba-tiba Jati datang menghampiriku. Dia pasti terbangun mendengar langkah kakiku.
"Kenapa gak bangunin aku."
Aku meringis merasa bersalah.
"Kamu pasti capek, lagian cuma ke kamar mandi. Aku sudah bisa sendiri" ujarku."Tapi kamu kelihatan masih lemes banget cit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble In Marriage
ChickLitMenjadi pengantin pengganti bukan impian seorang wanita.Tapi bagaimana jika keadaan menuntutku menjadi seorang cadangan. Haruskah aku berlari seperti yang dilakukan kakakku. Ataukah harus menerima ini dan menganggap ini adalah takdirku. jawaban apa...