part 12

26.1K 2K 49
                                    


Kehidupan rumah tanggaku semakin hari-semakin baik dan tak terasa sudah enam bulan lamanya aku menyandang status sebagai istri.

Setelah malam ulang tahun Jati saat itu. Kami pergi menemui keluarga Jati untuk menjelaskan yang terjadi. Untung mereka mau memakluminya dan tidak banyak bertanya.

Sebenarnya Jati berniat mempertemukan aku dengan Mila yang ingin meminta maaf padaku. Tapi aku menolaknya. Aku memaafkannya tapi aku hanya tak mau lagi bertemu dengannya. Karena memang seperti itulah aku, aku orang yang paling susah di temui. Jika aku sudah merasa sakit hati.

Entah ini hari minggu ke berapa yang kami habiskan dengan pergi kencan dan nonton. Aku sedang duduk sambil menyandar manja di dada bidang Jati.

"Jat, sebenarnya udah lama aku, mau tanya ini sama kamu. Tapi kalau aku tanya, kamu harus jawab jujur ya,"

"Hem." Gumam Jati, menjawabku.

"Ini sofa merah, siapa yang punya ide buat diletakkan di sini?"

"Kenapa kamu mau tahu?"

"Coba kamu lihat, dinding meja kursi dan hampir semua perabot kamu itu kalo gak hitam ya putih beda dikit paling warna abu-abu. Dan cuma sofa yang kita dudukin ini yang warnanya merah, kan aneh?"

"Kamu gak suka, kal..."

"Bukan, bukan gak suka," potongku sambil menarik kepalaku dari dadanya untuk melihat wajah Jati. "Aku cuma penasaran aja, tapi gak papa kalau gak mau jawab," lanjutku.

"Kila. Kakak kamu yang mau sofa ini di sini."

"Owh... kak Lara."

Aku menghela nafasku.

"Kenapa bernafas begitu? Kalau kamu gak suka, besok kita bisa cari sofa yang lain." Ucap Jati salah menyangka arti desahku.

"Nggak gitu, aku cuma lagi mikirin. Sebenarnya dimana kak Lara sembunyi. Kenapa sampai sekarang belum ada kabar apapun tentang dia?"

Aku menyandarkan tubuhku kembali di atas dada bidang Jati dan di sambutnya dengan usapan lembut di lenganku dan kecupan mesra di rambutku.

"Aku bisa bantu mencarinya, jika kamu menginginkannya." Ucap Jati.

Aku terperangah tak menyangka Jati bisa mengeluarkan kalimat itu.

"Benarkah? Kamu mau melakukannya?"

"Hmm, tapi kamu gak merasa cemburu jika aku mencoba mencarinya. Tak takut jika nanti aku kembali pada Kila." Tanya Jati, tangannya berhenti mengelusku. Membuatku mendongak dan langsung bertatapan dengan matanya yang menatapku dengan pandangan yang sulit aku artikan.

"Kamu ingin kembali padanya? Kurasa tidak."

"Mengapa kamu seyakin itu, sebesar itu kamu percaya sama aku." Ucap Jati, sorot matanya yang tajam berubah menjadi tatapan jahil penuh binar.

"Mungkin. Untuk apa aku cemburu kepada saudaraku sendiri, aku kenal kakakku. Jadi tak ada yang perlu aku takutkan," ucapku yakin.

"Jadi maksudmu yang kamu percayai itu sebenarnya si Lara bukan aku," ucapnya kesal.

"Hehehe, aku juga percaya sama kamu Jati. Gak perlu ragu, karena aku sayang kamu."

"Huh, cuma sayang kapan cintanya. Lama-lama berkerut deh ini si adek kebanyakan mandi air dingin." Ucap Jati sambil mengelus gundukan di bawah perutnya.

"Jati!!" teriakku sambil memukul tangannya yang ada di sana.

"Ihh, gak banget sih kamu pegang-pegang punya kamu sendiri," ucapku sambil mengernyit jijik, dan menjauh dari Jati.

Trouble In MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang