Hope is hopeless

605 65 18
                                    

/yaks kan pada ada yang gak ngerti di chapter kemarin, karena berubah banget gaya tulisan nya 😂😂, kalo dibaca pelan-pelan pasti ngerti dah 😂😂😂,, mohon maaf untuk gaya penulisan itu akan tetap dilanjut namun akan lebih ringan, dan tanda paragrafnya akan saya tambahkan thanks buar sarannya para reader tersayang. karena saya suka mencoba hal baru, dan dalam summary juga saya sudah menjelaskan, find something different, walau cerita ini terlihat biasa saya mencoba mengulas nya agar tak terlihat biasa. 😂😂, jangan pada kaget lagi ya, karena sesungguhnya jebakanya masih banyak 😂😂😂😂/






Praduga itu muncul dalam mimpi, pergaris gambar bermunculan layaknya potongan puzzle yang tak menentu, sosok pemuda yang terseyum namun perlahan hilang berganti visual hentakan kaki yang berlari, terus hingga kaki terjatuh ia melihat kaki itu terseok dan raut sedih yang kian kemari kian menguliti, seolah membawa dirinya dalam rasa yang sama.

Ia mencoba menggapai, namun matanya terbangun dalam alam sadar.

"Gege," suaranya ceria halus dan manis ketika Zitao menyapanya di depan kelas seusai bell tanda pulang berdenting. Kris tanpa sadar jauh melayang dalam pikir menatap berkedip lalu mengangguk.

"Kupikir gege latihan," ia berucap seolah tembok yang dibangun Kris tak nampak, ia menerobos pertahanan itu.

"Ah kemarin latihan terakhirku,"

"Bersiap masuk kuliah ya,?"

Kris mengangguk, kemarin dengan sendirinya Zitao tak datang, ia sendiri lebih diam untuk tidak mengorek alasan.

"Gege pergi dengan Baekhyun ge ya kemarin?" sebuah timer tepat untuk dibuka dan di toreh seberapa inginnya salah satu untuk bergerak. Kris tak menjawab ia berjalan dalam diam namun ia melihat senyum itu, senyum yang sama yang datang ke mimpinya.

"Ouh aku tahu dari anak-anak, kau tahu kan para gadis itu tukang bergosip," tersenyum diakhir kalimat.

Harusnya ada yang disalahkan, selamanya jika terus begini akan terasa salah. Kris berpikir cepat sebelum ia mengatakan kebodohan.

"Kami hanya membeli sepatu,"

Lalu kenapa ia takut jika Zitao akan marah, apa yang ada di otaknya kenapa menjelaskan alasan. Kenapa ia merasa risih dengan segala hal negatif semua yang akan terjadi.

"Ya, lain kali aku juga ingin ikut," Zitao tersenyum melirik sesekali Kris yang diam dengan segala pikiran.

EGOISME

zeenicky present

Zitao bukan sosok yang suka tertawa lepas atau bergurau, ia lebih cenderung terdiam lalu baru meneliti dan ikut masuk ke dalam jangkauan sebuah percekcokan kecil. Tapi kini ia mencoba menelaah, mempelajari hal yang terkadang membuat dirinya sendiri jauh dari kontrol akan kata yang di ucapkan.

"Aku tak tahu kalau kau juga suka basket," Kris duduk menatap hamparan taman disamping rumahnya yang terdiri dari kolam ikan milik ibu yang sekarang jauh berada di Kanada sana. Ia tinggal bersama sang kakak perempuanya Jia. Yang kadang pulang atau tidak karena terlalu sibuk mengurusi bisnis kerja yang digeluti dirinya , sebagai anak pertama dan sebagai kakak yang baik menjadi contoh adiknya. Itulah sebabnya ia selalu merasa hampa. Ya kehampaan.

"Karna gege tak bertanya,"
Ia berucap membuka percakapan tentang team basket NBA yang disuka lalu berujung perdebatan kecil dalam aspek skor dan Ace yang masing-masing idolakan.

Sesekali angin berhembus singgah menyibak helaian hitam nun pekat atau membuat desiran hangat mengalir teratur .

"Tak ada orang dirumah ya?"

EgoismeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang