Dunia Bersamamu

120 5 0
                                    

#RebelsGift 🎁

#RebelsMensiveParty 🎉

Nama : Adella

Username WP : Adellaapn

Genggam tanganku bersandar kepadaku

Inginku berada di sampingmu sepanjang hidupku

Rasa ini hanya ada saat bersamamu

Bahagia ku dengar canda tawamu terangi hatiku

Inilah duniaku

Untuk bersamamu
.
.
.

Seorang gadis manis termenung menatap keluar jendela yang terbuka. Rambutnya bergerak mengikuti semilir angin yang menerpa wajahnya. Tenang dan damai, hanya itu yang ingin ia rasakan. Suara dari jam dinding menghiasi kesunyian dalam ruangan yang penuh buku itu.

Gadis itu menatap anak-anak yang sedang bercanda, tertawa bersama, bermain. Indah sekali rasanya bisa seperti mereka. Gadis itu kembali termenung dan menangkupkan wajahnya.

Kesepian sudah menjadi temannya selama ini. Kekecewaan yang ia rasakan sudah cukup dalam, ia bahkan tidak sanggup lagi untuk sekedar tersenyum tipis.

"Andin, kamu sakit?"

Andin mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang berbicara tadi. Andin berusaha tersenyum tapi yang muncul hanyalah senyum palsu.

"Gak sakit kok bu, saya cuma kecapean aja."

Bu Sari mengelus pelan kepala Andin sambil tersenyum. Kehangatan dari seorang ibu yang begitu ingin Andin rasakan.

"Andin, kamu pulang ya nanti sisanya ibu yang bereskan."

"Iya bu."

Bu Sari adalah penjaga perpustakaan yang sudah dekat dengan Andin sejak pertama kali Andin masuk ke sekolah ini. Andin juga sudah menganggap bu Sari seperti ibunya sendiri, karena ibu kandung Andin direnggut oleh penyakit yang sudah dideritanya.

Andin memakai kembali sepatunya dan berjalan pelan melewati koridor sekolah. Entah angin apa yang merasukinya, Andin melewati pinggir lapangan basket sambil termenung hampa. Saat Andin melamun, tiba-tiba ada sebuah bola yang menggelinding dan berhenti tepat di kaki Andin.

"Woy, bolanya dong!" teriak seorang laki-laki tinggi sambil mengangkat tangannya.

Andin yang tersadar dari lamunannya kaget dan menatap bola itu dengan bingung. Kemudian melirik laki-laki yang berteriak tersebut dengan cuek dan menghiraukan bola itu, dan berlalu pergi.

"Kalo gak bisa lempar bola tuh bilang, gelindingin aja apa susahnya sih?!" kata laki-laki itu yang membuat Andin berhenti melangkahkan kakinya.

Andin membalikkan tubuhnya dan berjalan mendekat ke arah laki-laki tadi.

"Lo punya kaki, tangan, semua lengkap deh kayaknya. Gak bisa ambil sendiri apa?!" sahut Andin tak kalah kerasnya.

Laki-laki itu mendelik lalu tersenyum sinis dan semakin mendekatkan dirinya tepat di depan Andin.

"Lo cewek pertama yang nolak gua. Menarik," sahut laki-laki itu sambil memiringkan kepalanya.

"Gua Andre Pratama, cogan di sekolah ini. Kayaknya kita seangkatan," lanjut Andre sambil mengulurkan tangannya.

"GAK PEDULI!"

Andin kembali pergi dan tidak berbalik lagi. Andre hanya menatap kepergian Andin dengan senyuman mautnya.

Saat dalam perjalanan pulang, Andin melihat banyak anak-anak lain yang pulang bersama, ada yang pergi ke moll, nonton, dan lainnya. Iri? Tentu saja Andin iri dengan semua itu, tetapi Andin sudah terlanjut tidak percaya lagi dengan yang namanya teman apalagi sahabat.

"Kok lo sendirian?"

Andin menoleh ke arah sumber suara, terlihat laki-laki yang membawa motornya sedang menatap Andin intens.

"Bukan urusan lo!" jawab Andin ketus.

"Lo kenapa sih? Sendirian mulu, gak punya temen lu ya?"

"Iya gua gak punya temen, kenapa? Masalah?"

Andre hanya bisa diam membeku mendengar jawaban Andin. Andre akhirnya mengajak Andin untuk pergi bersamanya, Andin sudah menolak ajakan Andre secara terang-terangan tetapi Andre tidak berhenti dan Andin pun pasrah melihat tingkah Andre yang sangat keras kepala.

"Kita mau ke mana sih?"

"Udah ikut aja."

Andre membawa Andin ke sebuah moll, dan Andre langsung menarik Andin menuju atap moll itu. Andin berjalan ke pinggir pagar pembatas, dan mengangkat kedua tangannya di udara.

"Seru kan?"

Andin menoleh dan pertama kalinya ia bisa tersenyum tulus kepada seseorang, kemudian menganggukkan kepalanya. Andre melihat Andin ikut tersenyum senang.

"Lo pernah ngerasain kecewa yang bahkan bikin lo gak percaya dengan segala hal?" ujar Andin.

"Gua ngerasin itu udah hampir 3 tahun, gua mendem semua sendirian sangking takutnya gua kalau gua kecewa lagi. Lo tau gak? Waktu temen lo cuma manfaatin lo, ngomongin lo di belakang, orang yang lo suka di embat juga sama temen lo. Dan saat dia udah punya temen baru, lo dilupain," lajut Andin.

Andre menatap Andin iba.

"Setelah ibu gua pergi, gua bingung, gua pasrah, gua kehilangan semua, dunia gua gelap. Dan gak ada satupun orang yang siap di samping gua. Ayah gua larut dalam kesedihan dia sendiri tanpa mikir kalau gua juga kehilangan," kata Andin.

"Sakit Ndre, sakit," lanjut Andin.

"Lo tau Din, gak cuma lo yang ngerasa sendirian. Gua juga gitu."

"Lo kenapa emang?"

"Keluarga gua hancur Din."

Andin diam membisu tak dapat berkata apapun, tidak di sangka olehnya seorang Andre Pratama mempunyai masa jalan hidup yang sangat memilukan.

"Orang tua gua cerai saat gua masih umur 7 tahun, lo bisa bayangin anak umur 7 tahun ngeliat orang tuanya berantem sampe ayah gua mukul ibu gua. Dunia gau juga jadi gelap Din, kosong dan gak berwarna."

Andin mengelus punggung Andre lembut, setidaknya inilah yang bisa Andin lakukan untuk Andre.

"Lo tau Din? Pertama tadi kita ketemu, lo cewek pertama yang nolak gua untuk kenalan, makanya gua penasaran sama lo. Dan lo juga cewek pertama yang tau kisah hidup gua yang kelam," ujar Andre.

"Lo juga orang pertama yang tau perasaan yang gua pendem selama ini," ujar Andin.

"Makasih ya, makasih karena lo gak ilfil sama gua. Jadi temen gua ya?"

"Oke."

"Makasih juga karena dengan liat senyum lo itu, udah jadiin dunia gua berubah. Gua gak habis pikir, entah gua ini kesambet apa, tapi yang jelas gua suka waktu ngeliat senyum lo."

"Biasa aja kok Ndre."

"Mau bikin dunia baru gak sama gua?"

"Hah? Maksudnya?"

"Iya bikin dunia baru, kita bareng-bareng bikin dunia baru yang penuh warna, saling melengkapi, gua gak tau ini apa Din, katakan cinta pada pandangan pertama juga terserah. Tapi gua gak suka ngeliat lo sedih apalagi nangis. Kita bikin dunia kita bareng-bareng ya?"

Andre memberanikan dirinya untuk memeluk Andin, dan Andin juga tidak menolak kehangatan itu. Dan dalam pelukan Andre, Andin mengangguk dengan air mata yang tidak dapat ia bendung.

Rebels Gift [ November ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang