Chapter 4

1.4K 104 34
                                    

Gyu dan Woohyun ditakdirkan untuk tewas, hal itu tak bisa dirubah, tapi sebuah Timeloop (kesalahan) membuat mereka tetap hidup, kesalahan itulah yang harus diperbaiki.

PUDDING CHAPTER 4

(Uliui Yaksok) (Before Reincarnation)
Tahun X Woohyun dan Gyu menikah.
Tahun X Woohyun dibunuh Jungseu, Gyu balas dendam & bunuh diri loncat dari atas atap.

(Nae Yaksok)
(78 Tahun kemudian) (After Reincarnation)
Tahun XX Gyu dan Woohyun berenkarnasi, mereka menikah lagi.
Tahun XX Mereka punya anak (An Hye, Woogyu dan An Woo)
Tahun XX Ketiga anak mereka terlempar ke tahun X (Sebelum mimididi berenkarnasi)

Ketika An Hye, Woogyu dan An Woo terlempar ke tahun X, apa yang harus mereka lakukan supaya bisa kembali ke dunia mereka yang sebenarnya?
Jawabannya sederhana.

An Woo dan Woogyu bukan dilahirkan oleh Gyu yang hidup di tahun X, mereka dilahirkan oleh Gyu yang hidup di tahun XX (Setelah renkarnasi). Jika Gyu dan Woohyun tetap hidup di tahun X, artinya Woohyun-Gyu tak akan berenkarnasi, An Woo dan Woogyu juga tak akan lahir ke dunia ini.
Intinya; di tahun X Gyu dan Woohyun harus tewas supaya mereka terlahir kembali (renkarnasi) di tahun XX, mengadopsi An Hye lalu melahirkan Woogyu dan An Woo.

Sederhana bukan? Ya, sederhana tapi menyakitkan. An Hye si anak sulung baru menyadari hal ini setelah beberapa hari dibuat kebingungan, padahal jawabannya cukup logis.
"Sekarang kami terjebak di masa lalu, untuk bisa kembali, kami harus melenyapkan orangtua kami sendiri agar tidak merusak alur dan rute yang seharusnya. Karena setelah mereka tewas, mereka akan berenkarnasi lalu punya tiga anak, kamilah anak itu. Dan demi apapun, aku tak akan pernah sudi menyakiti orangtuaku sendiri."

***
PUDING CHAPTER 4
Cast: Woogyu couple.
Genre: Marriage, Mpreg, bit Mistery.
Author: Luksa Gyueren Kyuzizi

Pagi ini Woohyun dan Gyu sedang duduk di sisi danau, rumah mereka memang tak terlalu jauh dari sana. Gyu menyandarkan kepalanya di bahu sang suami yang daritadi menatap jam berbentuk liontin.
"Kenapa daritadi terus melihat jam?" tanya Gyu. "Masih ada waktu sebelum masuk kelas."
"Kenapa waktu berlalu begitu cepat ya?" Woohyun tersenyum, lantas memasukan kembali jamnya dalam saku jaket. "Bersamamu waktu berjalan terlalu cepat."
"Eh? Kau menyalahkanku?" Gyu cemberut sampai pipinya menggembung.
"Iya aku menyalahkanmu yang sudah membuatku overdosis, apa obat penawarnya?"
"Memangnya kau sakit apa?"
"Sakit hati kalau ditinggal terlalu lama." Woohyun mulai menggombal.
"Aku tak kemana-mana." Gyu semakin manja, ia membelai lembut jari-jari Woohyun yang jauh lebih besar darinya, karena dilihat dari sudut manapun jarinya Gyu sangat lentik seperti yeoja.
"Aku tak mau mengatakan ini Gyu, tapi akhir-akhir ini aku merasakan firasat buruk."
"Jangan khawatir," Gyu menatap Woohyun lebih dekat, "Aku akan selalu ada disampingmu. Bahkan..."
"Bahkan apa?"
"........Bahkan seandainya kau tewas pun aku akan ikut menyusul."
"Mungkin aku akan tewas karena terlalu lama ditatap istri manisku."
"Ih! Dasar penggombal, aku kan sedang bicara serius."
Bukan Woohyun namanya kalau tak suka menggombal, meskipun sebenarnya dia juga paranoid takut ditinggalkan atau meninggalkan orang yang ia sayangi.
"Jarimu kenapa?" Woohyun baru menyadari ada luka lecet di sela jari telunjuk kanan Gyu.
"Tidak sengaja kena cutter saat memotong daging."
"Hati-hati dong,"
***

"Apa yang oppa lakukan?" An Woo memperhatikan Woogyu sedang menatap tasnya An Woo, didalamnya ada kaos penuh darah.
"Tak ada! Tak ada! Aku tidak sedang mencurigai tasmu yang ada kaos darahnya, eh-maksudku, aku mau beli tas baru."
"Oppa aneh." An Woo memperhatikan kakaknya yang keluar kamar perlahan seperti orang ketakutan.
Beberapa hari lalu di berita ada kasus mutilasi tiga orang, kemudian kemarin malam Woogyu menemukan kaos penuh bercak darah di tas An Woo.
Jangan-jangan pembunuhnya adalah...
Tidak, tidak, Woogyu tak mau mencurigai adiknya sendiri, ia terlalu khawatir dan akhirnya memilih untuk nonton film komedi dan melupakan masalah kaos darah.
"Mimi didi sudah berangkat sekolah?" An Woo mengedarkan pandangan ke setiap penjuru ruangan. "Kenapa pagi-pagi sekali berangkatnya?"
"Mereka pacaran dulu lah-" balas Woogyu.

_Di kelas_
Padahal pagi-pagi Woohyun dan Gyu sedang berlovey dovey tapi kini keduanya dilanda musibah setelah speaker bergema ke penjuru sekolah, itu adalah speaker rekaman Gyu kemarin di hotel saat menyatakan cintanya pada Minhyuk.
Gyu kaget kenapa percakapannya dengan Minhyuk bisa tersebar, tapi Minhyuklah yang jauh lebih kaget mendengar pernyataan cintanya Gyu.
Bisik-bisik terdengar di kelasnya Gyu;
"Bukankah Gyu bilang dia itu homophobic?"
"Dia suka Minhyuk?"
"Berarti selama ini dia suka namja?"
"Ssst! Nanti kedengaran."
Gyu tak tahu harus bagaimana, ia tak menyangka akan terjebak dalam situasi seperti sekarang ini. Ditengah kebingungannya, Minhyuk menggebrak meja.
"Salah paham!" Minhyuk berteriak kencang. "Itu.. Gyu, sedang drama kan?" Minhyuk mengedipkan sebelah mata, memberi isyarat supaya Gyu ikut-ikutan saja berbohong.
"Drama?" Gyu balik bertanya.
"Iya drama!" Minhyuk masih belum menyerah untuk menyelamatkan sahabatnya itu dari ancaman gosip, "Kalian semua tahu kan kalau Gyu itu homophobic? Dia tak mungkin menyukaiku, itu cuma latihan dialog akting. Masa kalian semua salah paham?"
"Benarkah?" Sungjae masih setengah ragu.
"......Benar," balas Gyu. "Kami sedang latihan dialog."
Gyu tahu Minhyuk pasti menyimpan banyak pertanyaan untuk dirinya berkaitan dengan pernyataan cinta itu, tapi sekarang bukan waktunya, ia harus membohongi anak-anak sekelas dan meyakinkan mereka bahwa rekaman di speaker itu bohongan.
Tapi masalah utamanya.... Siapa yang sudah merekam dan menyebarkan obrolan Gyu dan Minhyuk di hotel?
Permasalahan tak sampai disini, Gyu kaget melihat Woohyun masuk ke kelasnya dengan ekspresi murka.
"Woohyun?" Anak-anak sekelas bingung dengan kedatangan Woohyun.
"Ikut aku-" Woohyun menarik paksa tangan Gyu.
"Hei, ada apa ini?" Minhyuk menengahi Woohyun-Gyu tanpa sedikit pun berfikir mereka berdua sudah menikah.
"Jangan ikut campur!" Woohyun menangkis tangan Minhyuk yang mencoba merebut genggaman tangan Gyu.
Woohyun marah...
Dia pasti sangat, sangat, sangat marah mendengar rekaman istrinya yang menyatakan cinta pada pria selain dirinya.
Woohyun membawa Gyu ke bawah tangga di lantai pojok yang sepi,
"Kau suka Minhyuk!?" bentak Woohyun.
"Tidak, kau salah paham."
"Kutanya sekali lagi, KAU SUKA MINHYUK!?"
"..........Dulu."
Woohyun semakin kesal, ia mengepal tangannya kuat-kuat lalu menghajar tembok di samping Gyu sampai tangannya berdarah.
"Hyun, kau salah paham. Aku memang menyukainya, tapi itu dulu. Aku juga heran kenapa rekamannya diedit padahal aku menyebut namamu."
"Diam Gyu,"
"Hyun... maaf."
"Kau sungguh mengecewakanku."
"Aku minta maaf Hyun!"
"Kita pulang sekarang."
"Tapi masih ada jam pelajaran-"
"PULANG SEKARANG!"
Woohyun adalah suami yang sangat manis dan lembut, tapi dia sangat menyeramkan kalau sudah marah, hal yang paling disesali Gyu adalah jika ia membuat suami kesayangannya kecewa.
Woohyun tidak membawa Gyu pulang ke rumah, ia membawanya ke hotel . Suami penyayang yang diam-diam pencemburu berat itu memesan kamar dan mengirim sms ke tiga anak-anak di rumah bahwa ia dan Gyu pulang telat.
Woohyun sama sekali tak bicara sampai ia tiba di kamar-
"Kau mau apa?" tanya Gyu.
"Kau mendekati Minhyuk karena ingin disentuh kan!?"
"Tidak! Kenapa kau terus-terusan salah paham!?"
"Kau ingin seks kan!? Karena kau tak bisa mendapatkannya dariku, jadi kau melarikan diri ke Minhyuk."
Gyu lelah terus-terusan meyakinkan Woohyun yang kelihatannya bahkan tak mau mendengarkan ia bicara.
"Aku sudah tak peduli lagi dengan janjiku pada orangtuamu untuk tidak menyentuhmu, karena pada kenyataannya, kau juga tak menepati janjimu."
"Hyun..."
"Sebenarnya aku ingin yang pertama bagi kita itu menyenangkan, tapi moodku tak bagus. Anggap saja ini hukuman untukmu."
"Tidak, Hyun-kau mau apa?"
Woohyun tak menjawab, ia mengunci pintu lalu menutup gorden jendela.
"Hyun!"
"Kau terjebak disini denganku sampai besok."
"Tidak-"
Gyu memang ingin melakukan 'itu' dengan Woohyun, tapi bukan dengan cara seperti ini, Woohyun menyentuhnya penuh nafsu dan marah, bukan dengan lembut dan senyum.
"Jangan menghindar." Woohyun memegang pergelangan tangan Gyu kuat-kuat, tatapan matanya lurus hanya pada Gyu. "Aku tak peduli dia cinta pertamamu atau apa, tapi bisakah kau mengerti kekecewaanku setelah mendengar rekamanmu? Seandainya dulu Minhyuk peka dan dia punya perasaan sama, aku tak mungkin bisa berada disini bersamamu sekarang."
"Aku hanya suka kau saja," Gyu lantas memeluk suaminya yang sedang dilanda kecewa, "Kau sama sekali tidak bisa menerima kenyataan bahwa dulu aku punya perasaan pada Minhyuk."

***
((Raped scene sensor))
((sensored))
.......
............
.........................
((Entering Puding on Refrigerator Sensor))


Gyu bangun sekitar jam enam malam, ia langsung muntah di tempat tanpa sempat jalan kaki ke toilet, di kamar ini dia hanya sendirian.
"Dia benar-benar meninggalkanku sendiri disini?" Gyu tak habis pikir, ia menyambar tas yang tergantung di kursi lalu mengecek ponselnya. Ada pesan masuk dari Minhyuk.

-1 Unread Message from Minhyuk-
Gyu, apakah yang kau ucapkan di hotel itu sungguh-sungguh? Jika memang begitu, aku minta maaf karena bagaimanapun juga kau temanku, dan aku.... tak tertarik menjalani hubungan sesama namja. Maaf jika ucapanku menyinggungmu, tapi kita masih bisa berteman.

-1 Unread Message from Minhyuk-
Tapi yang kau ucapkan itu cuma bercanda kan? Aku yakin kau cuma bercanda, aku kenal kau koq, kau memang Homophobic jadi tak mungkin menyukaiku. Okay, lupakan masalah itu, minggu depan jalan-jalan yuk? Jungseu dan Sungjae ikut, berempat pasti seru.

-1 Unread Message from Hyunnie-
Aku sudah suruh An Hye menjemputmu.

Gyu masih pegal dan kesulitan jalan, pinggangnya sakit dan ia mual karena dipaksa minum banyak 'vanilla puding', ia belum makan sejak siang dan sekarang hanya bisa menunggu jemputan An Hye. Lalu bagaimana selanjutnya? Gyu bingung harus bagaimana menghadapi Woohyun di rumah nanti, apa sebaiknya dia kabur saja? Tapi jangan deh, bisa menambah masalah.

***

"Kamar 407," An Hye menelusuri lorong hotel dan menemukan kamar yang dimaksud. Saat membuka pintu, ia melihat karpet kamar yang kotor bekas muntahnya Gyu juga cairan-cairan lengket di atas kasur yang tak usah dijelaskanlah itu cairan apa.
"Ma-" An Hye jalan pelan-pelan mendekati Gyu.
"An Hye?" Gyu enggan membuka selimut, ia masih full naked. An Hye bisa melihat sedikit dada Gyu yang penuh kissmark.
"Mama tak apa-apa?"
"........Aku, aku diperkosa."
"EH!? SIAPA YANG MELAKUKANNYA!? TIGA ORANG ITU KAH!?"
"Bukan, aku diperkosa suamiku sendiri."
"Oh." An Hye tak jadi khawatir, ia melepas jaket dan membantu Gyu memakaikannya.
"Aku tak tahu Hyun bisa menyeramkan seperti itu. Hyun itu suami yang lembut, baik, dan penyayang. Tapi... seks pertama kami rasanya aneh."
"Mama tak menikmatinya?"
"Bukan. Dia menyentuhku bukan karena ingin sepenuhnya, tapi juga karena nafsu dan marah."
"Apa terjadi sesuatu?"
"Kemarin aku bilang suka pada Minhyuk, maksudku- aku menyukainya tapi itu dulu! Entah bagaimana percakapan kami direkam dan disebarkan. Aku yakin bukan Minhyuk pelakunya karena dia pun sama-sama kaget dan bahkan menutupi semua itu. Sayangnya... Hyun marah dan cemburu, ia menyetubuhiku tanpa henti meskipun aku minta stop, dia bahkan memaksaku untuk menelan 'cairan pudingnya' setiap kali aku bilang lapar. Aku lapar ingin makan nasi, bukannya makan ITU."
"Yiks." An Hye serba salah, ia tak biasa dengan percakapan vulgar begini. "Kita langsung pulang saja."
Gyu menutup mulut dengan tangannya, ia siap muntah lagi dan tanpa ragu mengambil vas bunga, membuang bunganya lalu muntah ke isi vas.
"Thanks-" kata Gyu, pelan. "Apa.... apa kau ini memang anakku di masa depan?"
"Nde-"
"Waw, mungkin aku muntah bukan karena mual tapi karena gejala mau melahirkanmu."
Gyu bicara begitu karena bercanda, tapi An Hye merasa sedih mendengarnya karena Gyu tak tahu kenyataan yang sesungguhnya,
Kenyataan bahwa Gyu dan Woohyun yang harus tewas supaya bisa berenkarnasi. Gyu tak bisa melahirkan Woogyu dan An Woo di masa sekarang karena masa lalu tak berjalan seperti itu.
"Kenapa bengong?" Gyu memperhatikan An Hye yang sepertinya menahan air mata. "Kau menangis?"
"Tidak-"
"Iya, kau menangis. Kau ingin kembali ke duniamu di masa depan? Andai aku tahu caranya."
"Meskipun tau caranya, aku tak akan melakukannya." balas An Hye.
"Eh? Waeyo? kau sudah betah tinggal disini ya?"
An Hye tak ingin kembali ke dunianya bukan karena tak betah, tapi karena ia tak mau membunuh orangtuanya sendiri yang sekarang.
"Ma--"
"Ya?"
"Apa mama membenci didi karena dia sudah memperkosa mama habis-habisan?"
Gyu diam sejenak.
"Sebenarnya sih aku ingin bilang 'Woohyun brengsek kurang ajar, suami cabul gila, ingin kupotong anunya, pemaksa, isi kepalanya hanya puding, pencemburu stres, Woohyun bodoh otak cabul, menyebalkan' tapi aku tak bisa mengatakan itu karena aku masih sayang Hyun."
"Tapi mama baru saja mengatakannya."
"Aku tidak benci Hyun, aku hanya benci melihatnya marah. Ini jauh lebih baik ketimbang diperkosa tiga pria asing seperti waktu itu."

Masa lalu yang SEHARUSNYA terjadi yaitu;
Gyu diperkosa tiga pria asing, ia disiksa Jungseu. Woohyun mati dibunuh Jungseu.Gyu balas dendam lalu bunuh diri.
Woohyun + Gyu berenkarnasi, lalu punya tiga anak.

Tapi masa lalu berubah setelah An Hye, Woogyu dan An Woo kembali ke masa lalu.
An Hye menyelamatkan Gyu. Kemungkinan besar Woohyun tak akan mati dibunuh, Gyu juga akan selamat, mereka berdua tak akan mati dan tak akan berenkarnasi, Woogyu dan An Woo juga tak akan pernah lahir.

"APA YANG SUDAH AKU LAKUKAN!?" Woohyun frustasi, ia membenturkan kepalanya ke tembok saking gemasnya dengan kelakuan dia terhadap Gyu. "Aku sudah jadi suami yang brengsek."
Woohyun masih ingat jelas ketika pudingnya masuk kulkas, kulkasnya semakin lebar dan berdarah.
"Bagaimana bisa aku melakukan itu pada Gyu!?" Woohyun belum bisa melupakan kejadian saat Gyu memohon untuk berhenti karena lelah tapi Woohyun justru mengguncang Gyu lebih kencang. Apa bedanya dia dengan pria pemerkosa itu?
Ya... jelas ada bedanya sih. Saat dengan Woohyun, meski Gyu merasa terpaksa dan tersiksa tapi diam-diam ia menikmatinya juga.
"Aku harus minta maaf, aku bahkan meninggalkannya di hotel. Apa yang harus aku lakukan?"
"DIDI." Woogyu mengangetkan Woohyun dari belakang.
"ARGH!!!"
"Kenapa sekaget itu?" Woogyu sadar didinya tak mau bertatap muka dengannya. "Apa didi ada masalah dengan mimi?"
"Eh? tidak koq." Woohyun memperhatikan Woogyu yang mulutnya belepotan makan es krim.
"Kalau didi bertengkar dengan mimi, biasanya didi tak mau melihatku karena aku punya wajah persis seperti mimi, jadi didi canggung."
"Astaga- sekarang aku semakin yakin kalau kau itu anak kami." Woohyun menyandarkan dirinya di sofa, Woogyu juga ikut-ikutan. "Jadi, apakah tahun depan Gyu akan mulai hamil An Hye?"
"Hah?" Woogyu mengerutkan kening "An Hye hyung bukan anak kandung, dia diadopsi. Lagipula mimi tidak melahirkanku di kehidupannya yang sekarang, tapi di kehidupannya yang selanjutnya. Eh...." Woogyu baru menyadari sesuatu yang baru saja diucapkannya. "Jika mimi dan didi masih hidup sekarang, itu artinya kalian tak akan berenkarnasi, jika tak berenkarnasi maka aku tak akan dilahirkan."
"Renkarnasi?" Woohyun mulai curiga. "Apa maksudmu aku dan Gyu akan tewas sekarang?"
"Harusnya sih begitu." Woogyu menatap Woohyun, "DIDI JANGAN MATI!!!"
"Hei hei, tenanglah. Apa yang sebenarnya terjadi?"
An Hye selama ini menyembunyikan rahasia/cara supaya bisa pulang, tapi dia lupa bahwa dia punya satu orang adik lelaki yang mulutnya tidak bisa dijaga, siapa lagi kalau bukan Woogyu. Woogyu selalu bicara hal yang ada di otaknya tanpa diolah dua kali.
Berkat mulut Woogyu yang ember, akhirnya Woohyun sadar bahwa cara mengembalikan ketiga anak-anak itu ke masa depan adalah dengan.......
"Aku dan Gyu yang sekarang harus mati?" tanya Woohyun, Woogyu mengangguk. "Setelah kami tewas, kalian bisa kembali lagi ke dunia kalian? karena urutannya seperti itu?"
"Tapi aku tidak mau didi dan mimi yang sekarang pergi." Woogyu memegang erat tangan didinya tapi tangan dan mulutnya masih fokus makan es "Aku tidak tahu... mungkin mimi dan didi kami yang ada disana juga sedang menunggu kami."
"Aku tak mau mati, apalagi sampai mengajak Gyu." timpa Woohyun. "Maaf saja, semua ini seperti omong kosong bagiku. Aku tak mau menukar nyawa untuk sesuatu yang tak jelas, kau juga tahu kan aku tak sepenuhnya percaya kalau kau dan kedua saudaramu itu berasal dari masa depan?"
"Bagus deh kalau didi tak percaya, berarti didi tak jadi bunuh diri."
"Seandainya apa yang kau katakan benar, kenapa kau tak tinggal saja dengan kami disini? kau tak perlu pulang."
"Tapi aku kangen mimi dan didi." balas Woogyu.
"Kau boleh menganggapku dan Gyu sebagai orangtua kalian."
"Memang benar sih, tapi... rasanya lain."

***

Ketika An Hye bersama Gyu, Woogyu bersama Woohyun, maka An Woo sedang sendirian di lapangan besar tempat pembuangan sampah, tangannya membawa batu bata.
"Sudah menyerah?" An Woo menggeser batu gepeng yang merupakan tutup sebuah sumur. Di dalam sumur itu ada seorang lelaki.
"Keluarkan aku dari sini!" bentak lelaki itu.
"Mengeluarkanmu? Lalu? membiarkanmu berbuat jahat pada mimi lagi?" An Woo menjatuhkan bata ke bawa sumur dan tepat mengenai dahi si lelaki itu, "Iya kan? Jungseu."
"..............."
"Ada untungnya juga aku punya dua kakak yang tidak peka. An Hye oppa, Woogyu oppa dan didi tidak sadar kalau kemarin malam aku menyelinap keluar kamar dan mengikuti mimi yang pergi mabuk-mabuk bersama kau dan Minhyuk-ssi. Kau pikir aku tak tahu gerak-gerikmu? diam-diam meletakan alat perekam di saku mimi, mengambilnya lagi setelah mimi keluar dari hotel, lalu menyebarluaskan rekaman itu di sekolah supaya orang-orang sadar bahwa mimi jatuh cinta pada Minhyuk-ssi. Kau melakukan itu untuk menjatuhkan mimi dan membuat mimididi saling benci."
"......Kau mengikuti kami?"
"Aku mengikuti mimi seharian."
An Woo tak main-main, dia serius jika sudah niat.
Satu hal yang tak bisa dilupakan An Woo adalah kejadian beberapa hari lalu, ketika Gyu.......

Beberapa hari lalu_
"Mimi?" An Woo memperhatikan Gyu yang sedang menahan pintu lemari bekas di lapangan pembuangan sampah. "Mimi sedang apa disini?"
"Cari barang yang tak sengaja terbuang." Gyu menjawab tapi sama sekali tak menatap An Woo, ia sibuk membereskan sesuatu.
An Woo melirik lemari, di sela-sela pintu lemari terlihat potongan tangan. Tak perlu bertanya lebih jauh pun An Woo sadar bahwa namja di hadapannya yang ia sebut sebagai 'mimi' ini sedang menyembunyikan potongan mayat dalam lemari.
"Mimi, ayo kita beli makanan."
Gyu menarik nafas dalam-dalam lalu menarik bungkusan (An Woo menebaknya sebagai kaki), bungkusan itu dimasukan ke kulkas bekas.
"Mimi, mau kubantu?"
"JANGAN MENDEKAT!"
"Mimi tak perlu khawatir." An Woo berjalan mendekati Gyu, "Aku ada di pihak mimi. Aku tak peduli apa yang mimi lakukan. Baik atau buruk, aku selalu mendukungmu."
An Woo kini sudah ada di hadapan Gyu. Di sekitar mereka banyak lalat yang mengerubuni potongan tubuh busuk dalam lemari dan kulkas.
"Kenapa?" tanya Gyu.
"Karena kau mamaku," An Woo memegang kalung yang ia kenangan.
Sebelum terjebak ke dunia yang sekarang, Gyu (di masa depan) pernah memberikan kalung tersebut untuk An Woo.
"Meskipun mimi berada di jalan yang salah, meskipun mimi berbeda, aku akan tetap ikut mimi, apapun akan aku lakukan karena........ karena aku tak tahu lagi harus bagaimana."
Gyu mulai tersenyum dan mengusap pelan rambut An Hye,
"Maaf meragukanmu." Gyu mendekap An Woo dalam pelukannya. "Apakah sulit punya orangtua sepertiku?"
"Aniya-"
An Woo merasakan hangatnya pelukan Gyu, saat dipeluk, ia melihat sekilas bangkai kaki dalam kulkas yang sudah dimasuki ulat.
Dalam hatinya An Woo bergumam;
'Tiga orang pemerkosa itu wajar mendapatkan balasan seperti ini'.
Tak hanya itu, An Woo bahkan melindungi miminya dengan cara memasukan kaos Gyu yang penuh darah dalam tasnya.
Berita tentang tiga korban mutilasi...
Terjawab sudah.
***

Back to present time_ An Woo sedang berada di sumur yang di dalamnya ada Jungseu.
"Aku penasaran apakah kau bisa bertahan hidup di bawah sumur sana. Tanpa makan, tanpa minum, tempatnya sempit, menyedihkan bukan? ahahaa-" An Woo puas tertawa, "Didi, maksudku didiku di masa depan, saat mabuk ia pernah cerita bahwa di kehidupannya dulu, ada seseorang yang sangat jahat yang memperkosa dan menyiksa mimi secara brutal. Orang itu kau kan?"
"............."
"Apakah menyenangkan?" Kali ini An Woo menjatuhkan bensin ke dalam sumur. "Anggap saja ini balas dendam dariku. Kau haus kan? itu bensin gratis."
Jungseu terbatuk-batuk, ia bisa mati terbakar jika An Woo melempar percikan api ke dalam sana. Sebelum hal itu terjadi, Jungseu dengan akal pintarnya pun membalikan situasi.
"Aku mendengar percakapan Woohyun dan Gyu tentang kalian dan masalah renkarnasi. Kau mau tahu cara kembali ke duniamu? Kenapa tidak bunuh orangtuamu yang disini supaya kau bisa menemui orangtuamu yang ada disana?"
"KAU MENGUPING PEMBICARAAN KAMI!?"
"Ingat alat penyadap yang kupasang pada Gyu di hotel? memangnya kau pikir aku hanya mendengar celotehan Gyu tentang curhatan cinta pertamanya? tidak, aku juga mendengarkan omongan kalian tentang renkarnasi lewat penyadap yang kupasang pada kakakmu yang lugu."
"Woogyu oppa?"
"Ayolah, coba kau pikirkan lagi. Kau sendiri kan yang bilang kalau kau dan kedua kakakmu itu anak Gyu di kehidupan mendatang? kau tidak dilahirkan di tahun ini. Kau dilahirkan Gyu di kehidupan berikutnya. Intinya hanya satu... bunuh Gyu dan Woohyun agar mereka tewas dan terlahir kembali, lalu kau bisa mendapatkan kembali keluargamu."
JUngseu mengerikan, selama ini ia menguping pembicaraan Woohyun dan Gyu, ia juga memasang perekam pada Woogyu saat mereka bertemu di sekolah, ia jadi tahu semua seluk beluk tentang keluarga Gyu.
An Woo diam sebentar, ia lalu mengulurkan tali yang membantu musuhnya itu untuk keluar dari sumur.
Jungseu juga tak bisa meremehkan An Woo karena gadis itu bukan gadis biasa yang polos.
Jungseu berdiri membelakangi An Woo sambil tetap bicara_
"Ucapanku masuk akal kan? aku yakin dua kakakmu juga sudah tahu hal ini."
An Woo mengambil nafas panjang, ia sama sekali tak terganggu dengan guyuran hujan yang membuatnya basah kuyup.
Jungseu mengambil langkah pelan, ia mengambil pisau di saku dan mengarahkannya ke punggung An Woo, tapi gadis itu lebih cepat.
Tangan An Woo berdarah kena gesekan pisau, tapi ia berhasil merebut pisau itu dan menancapkannya di mata Jungseu seakan siap mencongkel mata pria menyebalkan itu.
"ARGH!!!!" Jungseu merintih kesakitan, ia mencabut pisau yang menancap di mata kirinya.
"Diamlah disana." An Woo menjatuhkan lagi Jungseu ke dalam sumur, bisa saja kaki lelaki itu patah karena terjatuh cukup dalam.
An Woo menatap pisau yang tergeletak di atas tanah, darah di pisau memudar terkena air hujan.
"Terima kasih sudah memberiku petunjuk." Tatapan An Woo sangat tajam, meski ia menatap langit gelap tapi pikirannya melayang kemana-mana. "Mimi Gyu di masa depan hanya punya sisa waktu empat bulan, aku tak mau membuang-buang waktuku di dunia ini, aku harus cepat pulang."

***


Woohyun ada di tengah rumah sementara Woogyu di kamar main games. Suasana jadi sedikit aneh ketika Gyu dan An Hye tiba di rumah, An Hye memilih untuk tak menganggu kedua orangtuanya, ia masuk ke kamar dan memperhatikan games yang dimainkan Woogyu.
".....Kau baik-baik saja?" tanya woohyun.
"Apa aku terlihat baik-baik saja?" Gyu membalikan pertanyaan, ia jalan ke dapur lalu meneguk segelas air putih.
"Gyu, aku minta maaf. Aku kelewatan."
"Terlalu kelewatan." Gyu mengoreksi, "Aku sempat khawatir selangkanganku patah."
Mereka diam selama beberapa detik sampai akhirnya Gyu mencairkan lagi suasana.
"Cinta pertama dan cinta sejati itu beda jauh." Kata Gyu, ia meneguk lagi segelas air karena masih merasa mual kebanyakan dipaksa minum cairan 'puding' "Dulu aku memang menyukai Minhyuk, tapi dia sukanya Yeoja. Aku bahkan bersyukur dia tak peka karena berkat ketidakpekaannya, aku bisa bertemu denganmu."
"Aku benar-benar menyebalkan ya," Woohyun berjalan pelan mendekati istrinya, "Apa yang harus aku lakukan untuk menebusnya?"
"Tetap bersamaku," Gyu membenamkan wajahnya di dada Woohyun, ia merasa lelah dan ingin beristirahat sejenak bersama orang yang ia sayangi. "Kau meninggalkanku di hotel."
Itu karena Woohyun bingung dan malu bagaimana harus menghadapi Gyu setelah seharian melakukan seks penuh rasa cemburu, marah dan nafsu.
Woohyun membawa Gyu ke kamar dan membiarkan istrinya itu merebahkan diri istirahat di atas kasur rumah yang jauh lebih empuk dibanding kasur hotel.
"Aku belum mau tidur."
"Kalau begitu istirahat saja." Woohyun mengelus pelan pipi Gyu sambil tersenyum. "Kita akan melakukannya lagi kapan-kapan kalau kau siap, aku janji tak akan kasar."
"Nde arraseo," Gyu tiba-tiba teringat sesuatu, "Hyun... tentang tiga anak-anak itu,"
"Mereka kenapa?"
"Kurasa mereka tak bohong. Mereka mungkin memang anak kita di masa depan nanti. Aku tambah yakin saat melihat An Woo, dia... dia punya sifat mirip denganku."
"An Woo?"
"Ya. Gadis itu mungkin akan melakukan hal sama denganku seandainya dihadapkan situasi tertentu. An Hye juga seakan bisa membaca pikiranku, lalu Woogyu... kau lihat sendiri kan wajahnya sangat mirip denganku."
"Seandainya mereka memang anak kita, apa yang akan kau lakukan?"
"Andai aku tahu bagaimana cara mengembalikan mereka ke dunia asalnya. Apapun itu, pasti akan kulakukan."
"Tidak," Woohyun duduk mendekati Gyu. "Mereka akan tinggal selamanya disini."
"Kenapa? Kau tak mau mereka kembali ke tempat asal mereka? Atau jangan-jangan kau tahu bagaimana caranya?"
"Dengarkan aku Gyu. Meskipun kau tahu caranya, kau tak akan mau."
Woohyun tak mau memberitahu bagaimana caranya supaya An Hye bersaudara bisa pulang ke dunia mereka, An Hye juga tak mau memberitahu.
Saat suami dan anak pertamanya sedang sibuk, Gyu diam-diam bertanya pada Woogyu yang paling tidak bisa jaga rahasia.
"Woogyu," Gyu bisik-bisik. "Kau tahu kan bagaimana caranya supaya kalian bisa kembali ke dunia kalian?"
"Tau,"
"Apa itu? Beritahu mimi."
"Rahasia-" balas Woogyu.
"Huh? Kupikir kau paling tak bisa jaga rahasia."
"Tapi didi sudah menyogokku dengan delapan puding."
"Puding?"
"Puding di minimarket," Woogyu memperjelas. "Aku tak akan memberitahu mimi. Lagipula An Hye hyung dan aku sudah sepakat, kami akan tinggal disini bersama kalian dan tak akan pulang."
"Kenapa? Mimi dan didi kalian disana pasti menunggu."
"Tapi kalian juga mimi dan didi kami." Woogyu menatap Gyu seakan mau menangis. "Kami juga kangen dan ingin bertemu mimi dan didi kami di tempat kami yang seharusnya, mungkin mereka bingung karena tiga anak mereka mendadak hilang. Tapi aku juga tak bisa kembali kesana."
"Woogyu, ceritakan apa yang kau ketahui, nanti kubelikan enam belas puding."
"Tidak."
"Tiga puluh?"
"..........tidak."
"Empat puluh?"
Woogyu melirik kiri kanan lalu keluar kamar sambil berteriak;
"Didi! Mimi memaksaku bicara!"

***

AN Woo sudah mengirim pesan sebelumnya kalau dia pulang telat karena pergi nonton (Padahal ia pergi menemui Jungseu). Mumpung masih belum terlalu larut malam, Woohyun mengajak Gyu pergi ke festival malam di pusat kota.
Festival artinya banyak jajanan, stand games, pertunjukan dan keramaian pengunjung. Woogyu dan An Hye juga ikut.
Festival berlangsung meriah meski hujan gerimis ikut meramaikan suasana.
Gyu melihat Woogyu dan An Hye dari kejauhan, dua anak itu tampak asyik menjelajahi setiap stand.
"Katanya mau diet?" Woohyun memperhatikan Gyu yang makan permen kapas ukuran jumbo. "Bagaimana mau membentuk sixpack kalau kerjaanya ngemil melulu."
"Biar," Gyu mulai melupakan tujuan utamanya membentuk otot karena godaan permen manis. Saat ada tukang balon lewat, Woohyun mengambil permen kapas dari mulut Gyu, Woohyun diam-diam memberi kiss di balik gumpalan balon yang menutupi mereka dari keramaian.
"Manis." kata Woohyun sambil membersihkan sisa permen kapas yang tersisa di sisi bibir GYu. "Eh, kita coba itu yuk." Woohyun menunjuk stand games tembak-tembakan.
Satu kupon untuk satu kali tembakan, sebuah senapan panjang berisi peluru gabus kayu, di standnya ada rak yang dipajang banyak hadiah.
"Kau mau yang mana Gyu?"
"Arloji itu!" Gyu menunjuk arloji emas di rak nomor tiga.
"OKay okay." Woohyun bersiap menarik pelatuk. "Arloji ya?"
...
Satu
Dua

--PLOK!!--
Peluru kayu mendarat di perut boneka beruang berwarna putih yang memegang hati warna pink.
"Yah, salah sasaran deh." Woohyun meletakan lagi senapannya.
"Cuma perasaanku saja atau kau memang sengaja menembak ke arah boneka?"
"Hehe... manis sih mirip denganmu."
Bapak pemilik stand menawarkan request menjahit ukiran nama di hati yang dipegang si boneka.
"Tulis namamu saja Gyu,"
"Namamu saja deh Hyun."
"Yasudah nama kita." Woohyun mengambil kesimpulan untuk mengukir nama 'Woogyu' yang merupakan singkatan dari Woohyun-Gyu.
Gyu senyum-senyum sendiri memperhatikan ukiran nama Woogyu di boneka yang dihadiahkan untuknya.
"Tuh kan cocok, sama-sama manis." Woohyun mengarahkan bibir si boneka ke pipi Gyu.
"Aku suka,"
Woogyu, maksudnya- Woogyu anak keduanya Gyu yang daritadi sibuk main dengan An Hye, kini datang mengganggu mimi didinya yang sedang pacaran.
"Waa! Boneka untukku?" Woogyu memperhatikan boneka yang dipeluk Gyu.
"BUkan, itu milik Gyu."
"Tapi ada namaku."
"Ini punyaku." Gyu tak mau kalah, "Woogyu maksudnya Woohyun-Gyu, bukan Woogyu kamu."
"Tapi namaku Nam Woo Gyu."
"Terus?" Woohyun juga berjaga-jaga, siapa tahu boneka untuk istrinya itu malah direbut.
"Berarti boneka itu punyaku." Woogyu belum mau menyerah merebut hak kepemilikan boneka beruang.
"Ini punya Gyu, punya mimimu." Woohyun tak ikhlas memberikan hadiahnya itu meski pada anaknya sendiri. Gyu jadi sempat berfikir, seharusnya diukir nama Gyuwoo saja supaya tidak rebutan dengan Woogyu.
Setelah gagal mendapatkan apa yang diinginkan, Woogyu mengadu pada kakaknya dan minta dibelikan juga boneka persis seperti Gyu, tapi An Hye malah memberinya boneka TinkyWinky, ingat kan? An Hye itu terobsesi dengan warna ungu, termasuk Tinky Winky.
"Hyun..." Gyu menepi ke sisi bersama Woohyun.
"Ya?"
"Aku kasihan ingin mereka kembali kembali ke dunia mereka, tapi aku juga sedih kalau harus berpisah."
"....................."
"Aku mau anak."
"Eh?"
Gyu memeluk boneka beruang semakin erat lalu berbisik pada Woohyun;
"Kupikir aku bisa mengembalikan mereka setelah aku yang sekarang punya anak bersamamu."
"Kenapa kau begitu yakin?"
"Insting seorang mama," Gyu lalu berdiri di hadapan Woohyun dan menatapnya. "Mereka juga pasti ingin kembali ke 'rumah' mereka disana. Di dunia yang mereka sebut sebagai 'masa depan', pasti ada kita juga. Kita yang di masa depan mungkin sedang menunggu mereka pulang, aku tak terlalu pandai membahas masa lalu atau masa depan yang terdengar membingungkan, tapi satu hal yang aku yakini yaitu aku mulai menyayangi mereka."
"Aku mengerti," Woohyun mengelus pelan rambut Gyu. "Kau ingin segera punya anak karena kau yakin itu cara untuk mengembalikan Woogyu dan saudara-saudara pulang ke masa depan?"
"Hmmm........" Gyu menggenggam tangan sang suami agar tidak terpisah di keramaian. "Kau sendiri kan yang bilang kalau waktu terasa begitu cepat?"
"Dasar, kau pandai bicara ya."
"An Hye pernah bilang kalau dia bukan anak kandungku. Kau mau membuat anak denganku? kalau anaknya lelaki, aku ingin memberinya nama An Hye."

Di masa lalu, maupun di masa depan, Gyu ingin menjaga keluarganya.
Lalu di kehidupan yang manapun.......

"Aku ingin tetap bersamamu," Woohyun mengecup kening Gyu di bawah siraman hujan. "Percayakan semuanya padaku Gyu, aku tak akan melepasmu."

An Hye dan Woogyu masih belum mau pulang, mereka ingin puas main di festival.
Woohyun dan Gyu pulang duluan, boneka beruang tergeletak di atas lantai kamar. Gyu sudah ada di atas kasur ketika suami kesayangannya memberikan kecupan di bibir.
Di luar hujan semakin deras dan petir menyambar, cuaca sama sekali tak mengganggu Woohyun untuk menunjukan rasa sayangnya dalam bentuk sentuhan.
"Berharaplah anaknya laki-laki." kata Woohyun, pelan.

***

An Woo menulusuri jalan tanpa payung, ia menyembunyikan pisau di balik punggung.

Mimi, Didi, Mianhae...
Kalau bukan aku, An Hye oppa dan Woogyu oppa tak akan bisa melakukannya.
Aku ingin pulang secepatnya menemui mimi dan didi di masa depan meskipun itu artinya aku harus melenyapkan mimi dan didi di masa lalu.


To Be Continued_


PUDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang