Selamat datang dikotaku kawan, selamat berjumpa kembali denganku. Lama tak bertemu yah. Kotaku? Ya aku memang hanya seorang pendatang sepertimu, namun aku telah mengangap kota ini sebagai kotaku sendiri. Mencari ilmu dan belajar untuk menjadi manusia, hidup dan bermasyarakat untuk menjadi masyarakat, mungkin itu tujuanku sekarang berada disini. Benar jika dikatakan kotaku surga untuk mencari ilmu pengetahuan, disini banyak sekolah, kampus, dan perguruan tinggi yang terkenal di seantero Nusantara, namun bukan ilmu dari sana lagi yang sedang kucari hingga aku tetap bertahan dikotaku. Aku mencari ilmu, belajar, hidup, dan bermasyarakat dengan berbagai manusia, berbagai suku, berbagai kawan, dan berbagai bangsa.
Di sini kau bisa ke kedai kopi murah dan belajar berteman dengan berbagai macam manusia. Mulai dari mahasiswa, preman jalan, actor, santri, pengusaha, sutradara dan banyak lagi para pecinta kopi yang rela mampir dari berbagai kota hanya untuk cangkirnya. Kau juga bisa belajar dari warung angkringan pinggir jalan bagaimana cara memanusiakan manusia, bagaimana seorang lelaki menanyakan pesanan dengan ramah lalu secepat mata menyajikannya di lesehan tempat kita bersila, bahkan sebelum kita melepas jaket yang menempel di badan, atau kau bisa menemui ibu-ibu pedagang sayur di pasar Nggiwangan ketika pagi datang untuk belajar arti sebuah perjuangan, bukan sekedar hidup. Belajar bagaimana ia menghidupi anak-anaknya yang masih kecil dan kadang menangis saat ia pergi dini hari, belajar bagaimana ia berjuang demi hidupnya yang ditinggal mati suami karna suratan tuhan.
Di sini kau bisa duduk dan mengobrol di pinggir jalan seolah sedang berekreasi melepas penat setelah seharian bekerja. Kau juga bisa menyanyi ditengah lapang yang luas bersama para penyanyi jalanan, kau bisa bandingkan suara mereka dengan penyanyi papan atas negeri ini, silahkan. Tak akan kalah.
Tapi tetap ingat kawan, ingat siapa kita. Kita mungkin warga kota, namun kita tetap pendatang. Salam selalu penting untuk penghormatan, dan warga kota ini bukan orang sombong yang tak mau memberi salam pula. Prinsipnya sederhana, kau memberi maka kau akan mendapat lebih dari yang beri, namun jika kau mencuri, maka kau akan lebih habis dari pencuri biasa.
Jadi kawan, kita bertemu lagi hari ini setelah perpisahan kita dulu disini kan. Ya, kita berpisah disini, dikedai kopi pinggir jalan yang mudah kau temui. Bagaimana kabarmu dirumah? Apakah nyaman seperti kotaku? Kota kita tepatnya, ya aku tau kau juga mengakui kota ini sebagai kotamu. Jadi, mari kita berbagi namun bukan memiliki.
Seperti dia kan? Kau bertanya siapa? Tentu saja mawar. Akui saja dia milikmu, milik kita, tapi kita tak pernah mau memetiknya bukan? Bukankah itu lebih menyenangkan kawan? Kau bisa mencium wanginya, kau bisa melihat indahnya, kau bisa menyentuh kelopaknya, tapi dia tetap bukan milikmu. Biarkan saja seperti itu, setuju kan? Aku tau kau akan setuju kawan.
Kawan, sebelum mawar tiba mari kita berbincang sedikit lagi. Apa yang berbeda dari rumah sekarang? Apa terasa dingin? Kalau iya, kau boleh mengunjungiku kadang-kadang. Bukankah kita telah berjanji bahwa kita bisa saling pulang? Kau boleh pulang kerumahku, dan kau bilang akupun boleh pulang kerumahmu. Apa dirumah banyak buku puisi seperti yang kau kisahkan dulu sebelum pergi? Kau berkata seolah hidupmu dipenuhi dengan bait sejak dari kecil sehingga kau sampai bosan mendengar sajak. Lalu kau memintaku membaca salah satunya kapan-kapan. Apa kau membawanya sekarang? Kalo iya tolong bacakan nanti, aku sedang malas membaca.
Oh ya itu mawar datang, sebentar lagi dia akan menyapa kita seperti dulu. Sepertinya dia merindukanmu.
“hay mas dhi. Kau bawa bang sani kesini yah?” Sambil tersenyum
“iya mawar, sapalah dia.” Kataku
“hay bang sani? Aku kangen kamu. Apa kabar dirumah”? Sambil menciumn sebingkai foto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kopi, Cinta, dan Perpisahan
Short Storybukan sesuatu yang menyenangkan, tapi itulah kopi.