“Mba, kopi kothok, es teh sama jamur crispy yah. Berapa semua?”
“sembilan belas ribu mas”.
“ini mba”.
Aku sangat menyukai kopi, entah sejak kapan. Sepertinya aku sudah jatuh cinta, melebihi kecintaanku pada manusia. Aku tau kopi selalu memberi rasa pahit pada setiap sruputnya, dan aku sudah siap akan hal itu. Sedangkan manusia sangat aneh, tak bisa ditebak kapan akan jadi pahit. Mungkin hal itu yang membuatku jatuh cinta lebih pada kopi.
Seperti malam ini, saat seorang wanita meminta maaf padaku. Ya, dia memang seharusnya minta maaf. Kabarnya tentang seorang lelaki yang datang kerumahnya dengan sebuah cincin benar-benar membuatku sakit. Bagaimana tidak, kami telah bersama lebih dari tujuh tahun, aku mencintainya, dia tau itu. Dia mencintaiku? Sepertinya. Mungkin memang benar tak pernah ada perjanjian dalam hubungan ini seperti layaknya hubungan kekasih, tapi kukira kita cukup saling mencintai dan menjaga hati ini. Toh selama ini dia tak pernah bicara soal keseriusan. Hah, harusnya aku tak pernah percaya diamnya wanita.
“ini mas pesanannya”.
“taruh aja dimaja mba”.
“silahkan mas”.
“terimakasih”.
Pelayan itu pergi dengan nampan ditangan. Cukup cantik menurutku, hanya saja pasti sudah punya pacar. Aku malas merusak hubungan orang. Cangkir kopi itu kuambil dan kusruput sedikit. Ada rasa aneh yang merasuk keseluruh tubuh. Seperti rasa sebuah kenikmatan. Sebatang rokok masih setengah ditanganku dan tegesan yang ada di asbak menyiratkan bahwa disini aku akan cukup lama. Mungkin hingga bungkus ini kosong, atau kopi ini habis, atau malah hingga aku diusir para pelayan itu. Ah, aku tidak peduli.
“kamu mau nikah?” Pesan pertamaku hari ini untuk Yuni. Ya, dia orang yang sudah bersamaku selama tujuh tahun terakhir. Bersamanya selalu jadi istimewa, meski tak pernah banyak waktu untuk bersama. Bersamanya seperti aku mendapat teman, kekasih, kakak, dan juga cinta. Ya, aku menulis cinta dan kekasih menjadi dua hal yang berbeda, sebab akhirnya cinta tak selalu jadi kekasih, dan sebaliknya. Cinta itu bagiku waktu, aku mencintai karna waktu. Namun kekasih itu hanya sosok manusia yang kucintai. Itu jadi berbeda sebab aku bisa mencintai kopi namun tak bisa menjadi kekasih kopi. Sudahlah, kita hentikan tetek bengek tentang cinta ini, aku akan lanjutkan.
“kok pertanyaanya tiba-tiba gitu?” Balasnya.
“iya aku tadi liat statusmu. Sebenernya gimana perasaanmu yun sama aku?” Sedikit pertanyaan itu juga selalu jadi masalah buatku. Aku tidak pernah mengetahui perasaanya yang sebenarnya padaku. Dia bilang cukup dibuktikan, tapi bukankah lelaki selalu membutuhkan jawaban terlebih dahulu sebelum bukti? Aku rasa setiap lelaki seperti itu. Dan diapun tak pernah mau menjawab pertanyaanku sampai hari ini. Sikapnya yang penuh perhatian dan selalu ada untukku memang menjadi bukti, tapi apa benar perhatian dan selalu adanya itu hanya untukku? Atau malah orang lainpun mendapatkannya? Atau bahkan banyak orang yang sepertiku? Aku juga tidak tau.
“kamu seperti bayangan yang gak mungkin aku genggam yu. Bahkan perasaanmu keaku masih jadi misteri buatku. Sejujurnya, kemu lebih istimewa dari orang lain, tapi...” Balasnya.
Aku sedikit berfikir akan kata-kata yang ia tulis. Apa selama ini aku tak pernah mengungkapkannya? Bukankah aku selalu bilang cinta padanya? Dan dia masih tak percaya akan itu semua. Memang disini aku memiliki banyak teman wanita, mereka hanya sekedar teman, tak pernah jadi lebih. Aku juga tau disana ia memiliki banyak teman lelaki, bahkan beberapa kali ia pacaran selama kami berhubungan, dan aku tak pernah mempermasalahkan itu semua. Sejujurnya aku tak pernah meminta dia jadi kekasihku sampai saat ini karena aku yang terlalu takut kehilangan dia. Aku tau jika kami menjadi kekasih maka saat kami berpisah akan ada rasa yang berbeda nantinya. Bisa saja dia akhirnya pergi dari hidupku dan takkan kembali. Aku terlalu takut.
“istimewa itu seperti apa? Selama ini jawabanmu cuma seperti itu” balasku.
“lupain aja yu, hadapi aja kenyataan hidup yang sekarang” balasnya.
“hahaha,,, aku hanya sekedar bertanya, aku nggak mau nyesel kalau sampai akhir nggak tau perasaanmu” balasku dengan hati remuk. Sakit hati ini semakin dalam.
“tidak usah tau yu, toh akhirnya kita tidak untuk jadi sebuah cerita” balasnya.
Dengan kepala menunduk kubalas pesan itu searif mungkin, atau malah senaif mungkin. “aku nggak bakal ngomong jangan lalu datang dan menghentikanmu. Kamu juga tau aku bukan orang seperti itu. Namun bagiku kamu tetaplah sebuah cerita, entah bersama atau tidak, itu tuhan yang menentukan. Tapi aku masih perlu tahu hal mendasar itu yun. Apa kau jatuh cinta atau sekedar menganggapku istimewa?”.
Lama kutunggu balasnya, satu menit berlalu, lima menit, sepuluh menit, ahh aku lupa sudah berapa menit hingga handphneku akhirnya berbunyi. Ku buka kunci handphone, ya itu pesan dari dia. Dia yang kukenal sejak SMA, dan dia yang menjadi kisah dalam hidupku.
Awal pertemuan kami aku tak terlalu istimewa, yang kutahu dia adalah orang kedua dikelas setelah aku setiap pagi. Kami sekelas sejak kelas satu sma di pinggiran kota daerah jawa tengah. Meskipun tidak terlalu terkenal namun SMA ini banyak menghasilkan prestasi dalam berbagai bidang. Aku sendiri dimasukkan ke kelas X7 yang akhirnya aku tau itu tempatnya anak-anak nakal. Kata sebagian guru sih seperti itu, dan setelah lama dikelas itu akhirnya aku juga berpikiran sama. Dia bukan sosok yang sangat cantik dikelas, namun cukup menarik. Tak banyak bicara, lebih banyak berkutat dengan handphonenya yang selalu ia pegang. Kisahku dengannya tak pernah ada dikelas itu kecuali tentang waktu kebersamaan kami setiap pagi sebelum kelas mulai, meski itu tanpa sapaan. Mungkin sejak itu aku mulai mengaguminya.
Masuk kelas XI, aku masuk kelas ips. Ips 2 adalah kelas yang menyenangkan, para guru bilang anak-anak kelas ini yang paling bandel diantara kelas yang lain. Kenapa aku selalu dapat kelas anak nakal ya tuhan? Tapi aku bersyukur. Karna dikelas ini pula aku kembali sekelas dengannya. Ya, dia lagi.
Akan kuceritakan sedikit kenakalan kelas kami. Pernah suatu ketika kalau tidak salah saat pelajaran agama, kami dua belas orang cowok pergi dari kelas dan tidak ikut pelajaran pada saat itu. Cowok dikelas kami hanya berjumlah 12, jadi saat itu kelas kami kehilangan cowok. Imbasnya kami dipanggil keruang guru dan mendapat poin hukuman dari guru. Itu masa-masa yang menyenangkan. Atau saat kami bergantian mengikuti pelajaran, sebagian mengikuti pelajaran dari pagi lalu pergi saat istirahat, kemudian mereka yang tidak ikut pelajaran pagi malah masuk setelah istirahat. Kami tidak pernah merencanakannya, namun itu terjadi dan itu mengasyikan.
Sudah cukup tentang masa lalu, aku tak mau menceritakan aib itu lagi. Sebenarnya bukan aib, lebih mirip proses. Namun jika kuceritakan akan makan waktu yang panjang, lebih baik tentang malam ini.
“Jatuh cinta sama kamu? Mungkin iya, tapi itu selalu salah dan tidak tepat. Namun aku tetap bahagia dengan apapun cinta yang tuhan selipkan dihatiku”. Membaca pesan darinya membuatku sadar, itu memang selalu salah dan tidak tepat. Cinta kami memang harusnya tidak pernah ada, karna terlalu banyak yang jadi korban sebab ini. Mulai dari hubungan pertemanannya, cintanya, dan hubunganku juga. Tapi bukankah itu dulu? Itu hanya sebuah masa lalu. Tak bisakah dia lupa dengan masa lalu itu?
“Lalu? Siapa yang bawa cincin?
“Kamu tau kok”.
“Sasongko” kusebut sebuah nama.
“Iya”.
“Jadi, gimana?”.
“Dia baik kan? Kalo sampe sejauh ini yang dia lakukan artinya dia sayang sama aku kan?” Pertanyaan itu semakin membuat sakit hati ini menguat, mungkin meradang.
“Iya dia baik”.
“Datar banget tanggapan kamu?”.
“Aku bingung njawabnya. Lagi sakit banget”.
“Ihh, jangan sedih. Bukankah ini resiko mencintai? Aku mau bunga dari kamu yu”.
“Bunga? Kenapa harus bunga yun? Kamu tau kan, Semua orang yang kuberi bunga akhirnya pergi. Apa itu juga yang kamu inginkan dari subuah bunga?”
“Aku mau bunga buat orang yang kamu sayang, kalau buat perpisahan sih mending nggak usah!”.
Obrolanpun berhenti malam ini, sampai perihal bunga. Yun, seandainya kamu tau bahwa semua orang yang kuberi bunga adalah orang yang kusayang apa kamu akan tetap meminta?
Semua bunga akhirnya pergi begitu saja. Ah, tapi bukankah itu memang sifat manusia? Pergi dan pergi lagi. Selalu ada perpisahan dibalik pertemuan, sudah menjadi takdir manusia. Sayangnya selalu aku yang ditinggalkan.
Sruput terakhir kopi malam ini menyudahi kisahku. Kulihat disana masih ada beberapa manusia yang berbincang tentang tuhan, ada pula yang berbincang tentang manusia, dan sebagian berbincang tentang alam. Rasa sakit ini sedikit terobati sebab kopi. Sepertinya kali ini aku tidak salah jatuh cinta, dia selalu ada ketika hati terluka dan entah kenapa selalu bisa mengurangi sakitku. Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kopi, Cinta, dan Perpisahan
Short Storybukan sesuatu yang menyenangkan, tapi itulah kopi.