#21. Deera Berbeda

129 18 4
                                    

Deera mengayunkan kakinya ke depan- belakang dengan mata yang sesekali melirik jam biru di pergelangan tangan kirinya. "Udah lewat belom sih? Gue pulangnya gimana dong." gelisah Deera karena angkutan umum yang akan mengantarnya tak kunjung melintas.

Apalagi jarum jam sudah menunjukkan pukul 17:15, membuat asumsi Deera semakin kuat. Bahwa, tak akan ada lagi angkutan umum yang melintas. Kecuali bila ia berjalan ke perempatan depan, ia bisa mendapatkan ojek, becak atau semacamnya di sana.

Deera mengetukkan berulang jarinya di kursi halte yang menopang tubuhnya. Hari sudah mulai gelap, dan gerbang sekolah sebentar lagi akan ditutup. Jika biasanya Deera akan berlomba lari dengan ketiga sahabatnya menuju perempatan karena ketinggalan angkutan umum, sekarang ia mulai menimang-nimang. Haruskah ia berjalan sendiri ke sana? Deera membuang napas panjang. Bukan apa-apa, hanya saja hari ini Deera sudah sangat lelah.

Tiba-tiba mata Deera menangkap seorang dengan motor Ninja merah berhenti tepat di depannya. Deera terdiam, marasa asing akan sosok tersebut. Pikiran Deera melantur, menebak bagaimana jika itu orang jahat yang akan menculiknya kemudian menjualnya. Tidak salah kan ketakutan Deera, mengingat jaman sekarang sudah banyak kasus seperti itu.

Dan ternyata, pikiran negatif Deera terpecah ketika lelaki tersebut membuka kaca helmnya. "Alfa?" Deera menatap Alfa tak percaya. Ini adalah fakta baru yang Deera temui. Alfa mengendarai motor.

Deera lupa, jika tadi ia berpamitan terlebih dahulu. Meninggalkan Alfa yang ternyata masih ingin meminjam beberapa buku di perpustakaan sekolah.

Deera berdiri namun masih diam di tempat. "Alfa naik motor? Kok Deera baru tahu ya?" Alfa menatap gadis yang kini terheran dengan pikirannya.

Sebenarnya, Alfa tadi ingin segera pulang. Mengingat matahari yang sudah mulai tenggelam. Tapi pandangan juga gerakannya terhenti ketika ia sampai di ambang gerbang sekolah.

Alfa melihat seorang gadis dengan ransel hitam duduk tertunduk di halte. Tanpa memperdalam, Alfa jelas tahu siapa gadis tersebut. Gadis yang sedari tadi berkutat buku bersamanya.

Alfa mencoba tak peduli, mencoba buta akan sosok tersebut. Tapi entah mengapa, ia tahu sudah tak ada angkutan umum jam segini. Dan itu membuat rasa kasihan muncul di benaknya. Alfa sendiri bingung, mengapa ia melajukan motornya dan berhenti tepat di hadapan gadis tersebut. Sekarang ini.

"Pantes tadi Alfa santai banget. Nggak takut ketinggalan angkutan, orang Alfa sendiri punya kendaraan." Deera mencoba mengingat gelagat Alfa tadi ketika Deera sudah panik untuk segera pulang. Dan Alfa, masih santai dan berjalan menuju perpustakaan.

"Kau mau pulang tidak?" Alfa berucap dibalik kaca helm hitamnya.

Deera melebarkan matanya. "Iyalah Alfa. Kalau Deera nggak mau pulang, ngapain Deera nunggu angkutan di sini. Ya kali, masa Deera ma--"

"Naik." Alfa memotong kalimat Deera.

Membuat Deera terkesiap sejenak. Barusan Alfa menawarinya pulang bersama? Deera sungguh tak percaya. "Alfa ngajakin Deera pulang bareng?" ucap Deera memastikan bahwa ia tak salah dengar.

Alfa berdecak melihat gadis yang kini tersenyum senang menatapnya. "Ya ampun. Deera mimpi apa ya semalem? Ini beneran kan ya, Deera nggak ngigo." Deera menepuk berulang pipi dengan kedua telapak tangannya.

Alfa semakin heran menatap Deera. Harusnya ia tak perlu memberi penawaran pada Deera. Lihatlah, mimik muka Deera menampilkan seakan ia baru saja mendapat prestasi dadakan.

"Kau mau tidak?"

"Wah, dua kali. Berarti nyata."

Alfa berdecak. Gadis ini terlalu bertele-tele. Sungguh, Alfa tak dapat menghitung berapa banyak waktunya yang terbuang untuk menghadapi gadis seperti Deera. Jika Alfa menganggap waktu tak terlalu berharga, hingga ia melewatinya tanpa kesan. Kini, ia berpikir mencari kesibukan yang lebih penting daripada meladeni Deera.

When Dark Meet LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang