1. New House

177 13 3
                                    

"Dia selalu datang disaat aku sendiri. Membisikkan kata-kata yang menggetarkan telingaku. Mencengkeram erat kedua bahuku. Menyerap energi positifku sehingga membuatku tak berkutik. Sosoknya yang tak terlihat membuatku berpikir bahwa aku gila. Karena dia, aku benci sendirian."

***

AURA

Perkenalkan namaku Auralova Lucy Tamara tapi kalian cukup panggil aku Aura saja. Em, apa yang harus aku katakan kepada kalian ya? Sepertinya banyak yang harus kalian ketahui tentangku. Katakanlah aku pelit. Aku tak ingin kalian tahu banyak tentangku dengan gampang. Yang cukup kalian tahu yaitu namaku adalah Aura dan aku merupakan seorang siswa SMA kelas XII yang sebentar lagi bakal UN.

Kini aku tengah berada dalam satu mobil dengan keluargaku. Mobil honda jazz merah ini merayap dengan kecepatan sedang menembus jalan protokol yang padat lancar. Di balik kemudi ada Papa yang sedang fokus menyetir sedangkan di sampingnya duduk Mama. Sementara aku duduk di bangku penumpang seorang diri.

Kami sedang berada dalam perjalanan menuju rumah baruku. Iya, rumah baru. Dan itu spesial diberikan oleh Papa dalam rangka sweet seventeen ku beberapa hari yang lalu. Demi apapun, aku tak sabar melihat rumah baruku. Dari dulu memang aku menginginkan rumah baru untuk kutempati seorang diri karena aku ingin hidup mandiri.

Tiga puluh menit kemudian, mobil berhenti tepat di depan gerbang sebuah rumah berlantai dua. Di balik kaca jendela mobil yang gelap, aku memandang rumah itu dengan mulut setengah terbuka. Tak perlu diberitahu pun aku sudah tahu kalau rumah yang tengah aku pandangi ini adalah rumahku. Pasalnya Papa pernah menunjukkan gambar rumah ini kepadaku. Memang persis seperti rumah yang ada di depan mataku ini.

"Aura, kamu ngga mau turun?"

Aku segera mengalihkan pandanganku dari rumah itu dan berbalik memandang Mama dan Papa yang sedang memandangku sambil geleng-geleng kepala. Mereka rupanya sudah turun dari mobil tanpa kusadari. Aku pun bergegas turun dari mobil dengan cengiran polos terpatri di wajahku.

"Gimana rumahnya? Kamu suka?" tanya Papa tepat setelah aku menutup pintu mobil.

Aku segera mengangguk beberapa kali tanda mengiyakan pertanyaan beliau. Bagaimana mungkin aku tidak menyukai rumah ini? Rumah ini besar dan sangat indah. Terlebih lagi rumah ini akan kutempati seorang diri.

"Surga dunia...." batinku terkikik geli.

"Makasihhh banget, Pah, Mah. Kalian memang terbaik." ucapku senang sambil mencium pipi kedua orang tuaku bergantian.

-

Beberapa hari kemudian, aku berangkat sekolah sendiri menggunakan mobil pribadiku. Saat mobilku melewati gerbang sekolah, kulihat mulai sedikit murid yang berlalu lalang di luar area kelas. Maklum, kurang dari lima menit lagi bel masuk akan berbunyi. Jadi wajar saja para murid sudah berada di kelasnya masing-masing.

Kalau aku sih memang terbiasa berangkat jam segini. Sebenarnya agak takut juga berangkat mepet masuk seperti ini. Kalau lambat sedikit saja, bisa telat aku. Tapi mau bagaimana lagi? Kebiasaan berangkat jam segini rasanya sudah melekat di dalam diriku dan imposibble untuk merubahnya.

Aku memarkirkan mobilku di tempat biasanya aku parkir. Setelah mematikan mesinnya, aku mengambil tasku yang tergeletak tak berdaya di bangku penumpang dan menyampirkannya di pundak. Kemudian aku keluar dan berjalan dengan ringan menuju kelasku, XII MIPA-4.

-

"Ra, kapan nih lo ajak kita-kita ke rumah baru lo." tutur Zica tepat setelah gadis berambut sebahu itu menghabiskan segelas jus jeruknya.

Ghost PartyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang