Lets play.. hide and seek.
oOo
Vigo memandang Aura dengan seringai liciknya. Lalu berkata kepada Aura, "lo ngga ada apa-apanya dibanding Melody."
Jleb. Satu kalimat itu kembali merobek hatinya sampai ke ulu. Menciptakan aliran air mata kecil di pipinya. Belum sempat ia menguasai gejolak yang menerpa baik jiwa maupun raganya itu, sekelabat bayangan lewat di depan matanya dengan cepat.
Sesosok hantu bergaun merah menunjukkan wajahnya tepat di depan hidung Aura seraya berkata dengan suara menggema, "go or die."
Aura terbangun dari mimpi buruknya dengan nafas memburu. Wajahnya pucat pasi. Dahinya basah oleh keringat. Tangannya mencengkeram selimut dengan erat seolah menyalurkan ketakutannya akan mimpi itu.
Begitu membuka kelopak matanya, objek pertama yang tertangkap oleh indera penglihatannya adalah mata hazel berwarna abu-abu milik Vigo, kekasihnya. Vigo berdiri tepat di samping ranjang Aura dengan mata yang tak bisa lepas dari wajah Aura. Berbeda dengan Aura yang masih berpenampilan ala kadar baru bangun tidur, Vigo sudah wangi dan rapi dengan seragam sekolahnya.
"Mimpi buruk?" tanyanya sambil membaca raut wajah Aura.
Aura hanya tersenyum kecil untuk membalas pertanyaan Vigo. Senyum kecil yang terlihat dipaksakan.
"Kamu udah lama disini?" tanya Aura sambil mengubah posisi menjadi duduk di tepi ranjang. Dia bersyukur setidaknya sebelum mimpi itu datang, tidurnya nyenyak.
"Baru aja." jawab Vigo sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Kemudian ia melanjutkan. "Mandi sana, Ra. Aku udah nyiapin sarapan."
Aura berdecak sembari menjinju dada bidang Vigo dengan pelan. "Bego, harusnya aku yang nyiapin sarapan. Aku kan cewek."
Harusnya kan wanita melayani pria. Kok ini kebalik, sih. Ah payah Aura.
Vigo memandang Aura dengan sorotnya yang tak biasa. "Kursus masaknya lancar?"
Shit. Aura skakmat. Dia pun kicep. Kalau bicara tentang masak, dirinya tuh bisa dibilang kurang. Terakhir kali ia memasak nasi goreng untuk Zica, Reylin, dan Gabby. Hasilnya hancur. Ketiga sahabatnya itu sampai langsung dilarikan ke rumah sakit gara-gara masakannya yang kata mereka mirip makanan ayam yang apa saja dimasukin. Karena dahulu merasa bersalah, Aura pun memutuskan untuk les memasak ke Bi Inem, pembantu di rumah lamanya. Tapi ya gitu, rajinnya pas awal doang. Lama-lama ditinggalkan. Apalagi sekarang di saat ia sudah pisah rumah dengan Bi Inem. Wah jangan ditanya, Aura bahkan lupa ada les masak.
Menyadari bahwa ia tidak bisa menjawab pertanyaan Vigo, Aura pun berkata dengan cepat.
"Ya udah aku mandi. Bhay!"
Aura langsung melenggang pergi dari hadapan Vigo yang sekarang terkekeh melihat ekspresi Aura. Gadis bermuka bantal itu pun menghilang di balik pintu kamar mandi. Beberapa detik kemudian, gadis itu kembali membuka pintu sedikit dan menyembulkan kepalanya dari dalam.
"Ngapain kamu masih berdiri disitu?"
Vigo mengangkat satu alisnya.
"Lo mau nungguin gue mandi?!"
Menyadari kesalahan yang ia perbuat, Vigo terkekeh lantas keluar dari kamar Aura dan menunggu ceweknya itu di ruang makan.
-
Bising logam dari sendok atau garpu yang berbenturan dengan keramik mangkok atau pun piring murid-murid yang tengah kelaparan memenuhi ke segala penjuru kantin. Ocehan, keluhan, makian, dan canda-tawa pun mengisi langit-langit. Murid-murid berseragam putih abu-abu bergerombol dengan kawanannya di meja panjang, dengan menu kesukaan di depan mereka masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Party
Horror"Gue gak tahu kenapa mereka pakai acara ganggu-ganggu segala. Kalau acara pesta permen sih mau. Lha ini, pesta mbak wewe, mpok kunti, mas pocong, dek tuyul, om genderuwo. Please, ada baygon gak?" - Aura, 17 tahun, frustasi.