I'm with you.
Don't be too scared.OoO
Terkadang, Aura berpikir ini semua terlalu drama. Ya ampun, cuma nebeng ke tempat les yang jaraknya ngga lebih dari satu kilometer.
'Dan gue marah sampe nangis gini?' batin Aura miris.
Gadis itu menghapus jejak air mata di pipinya. Jika jarum jam di dinding kini menunjuk ke angka tujuh, maka sudah empat jam lamanya dia bertingkah mellow, duduk di depan meja belajar dengan penerangan minimㅡhanya bersumber dari lampu belajar di depannya. Remang-remang. Seperti hati Aura yang gundah gulana, memikirkan betapa takutnya ia kehilangan Vigo.
Saat sedang galau-galaunya, ponsel di depannya tiba-tiba bergetar pertanda ada panggilan masuk. Nama pemuda yang sedang ia galaukan setengah mati muncul dan membuatnya menegakkan posisi duduknya dengan jantung yang berdegup kencang seperti baru marathon Jakarta-Bali.
"Angkat. Nggak. Angkat. Nggak. Angkat. Nggak." gumamnya sembari memelototi layar ponsel.
"Angkat!!!"
Namun jari Aura hanya menggantung di udara. Pikirannya berkecamuk. Vigo sudah membuatnya menangis bombay macam drama. Kalau Aura mengangkat panggilannya, ngga adil dong! Segampang itu kah Aura memaafkan Vigo? Heol. Pikiran itu meracuni akal sehatnya. Alhasil, dia hanya berdiam diri sampai nama Vigo menghilang dari layar ponselnya. Ia mengabaikan panggilan demi panggilan yang datang secara bertubi-tubi.
Dan mungkin, untuk kali ini Aura tidak ingin memaafkan Vigo dengan mudah.
oOo
Hari demi hari Aura lalui dengan setengah hati. Jujur, dia tidak gembira. Seolah-olah ada labirin rumit yang bersemayam di dalam otaknya dan mampu mengacaukan pikiran dan moodnya. Hubungannya dengan Vigo tak kunjung membaik. Ia terus mengabaikan usaha-usaha manis yang terus dilancarkan Vigo untuk mendapatkan kata maaf darinya. Dia hanya berbicara dengan Vigo seperlunya, membalas chat pun paling banter cuma satu huruf, misal Y, O, K, dan G, serta tidak menggunakan aku-kamu ketika Vigo mengajaknya berbincang. Bodo amat ketika ketiga sobatnya bilang kalau dia terlalu berlebihan untuk masalah sepele seperti ini.
Ya, bagi mereka ini sepele. Tapi tidak bagi Aura! Bagaimana bisa ia tidak merasa terganggu disaat bayangan Vigo dan Melody sedang bercumbu menghantui tidurnya. Ia sadar semua itu hanya mimpi tapi itu terlihat sangat nyata sehingga membuatnya mau tak mau terbangun di pagi hari seperti orang jantungan.
Selain masalah dengan Vigo, Aura harus rela menghadapi kenyataan pahit lainnya. Akhir-akhir ini insentitas gangguan dari makhluk tak kasat mata terhadapnya meningkat. Ia sering mendengar langkah kaki di malam hari dan tuts piano dari ruang musik yang berbunyi dengan keras. Saat dicek, tidak ada orang lain selain dirinya. Awalnya Aura selalu lari ketakutan tiap menjumpai hal-hal aneh itu. Badannya langsung melemas dan keringat dingin bercucuran di wajahnya. Bayangan betapa mengerikannya sosok hantu membuat Aura frustasi, beruntung dia tak sampai demam. Namun lama-lama, Aura bisa beradaptasi dengan keanehan-keanehan itu. Dia menjadi sosok yang tegar, dan cenderung merasa risih bukannya takut.
Seperti pagi ini. Aura sudah rapi dan wangi dengan seragam sekolahnya. Gadis berkuncir kuda tersebut berjalan dengan santai ke dapur untuk mengambil susu kotak dari kulkasㅡdimana ia harus sarapan dan susu kotaklah menu sarapannya. Aneh memang, tapi beginilah kebiasaan sarapannya. Baru ia menutup pintu kulkas setelah mengambil satu susu strawberry, pintu lemari penyimpan bahan makanan di sebelahnya terbuka dengan keras dan sukses membuat Aura berjengit mundur. Kalau ia lengah, susu kotak di genggamannya bisa saja terlepas dan jatuh ke lantai dengan indah, untungnya tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Party
Horror"Gue gak tahu kenapa mereka pakai acara ganggu-ganggu segala. Kalau acara pesta permen sih mau. Lha ini, pesta mbak wewe, mpok kunti, mas pocong, dek tuyul, om genderuwo. Please, ada baygon gak?" - Aura, 17 tahun, frustasi.