"Aku sendirian di rumah. Bermain ponsel di kamarku sambil mendengarkan alunan tuts-tuts piano Jingle Bell yang terdengar nyaring dari lantai bawah. Aku sangat menikmati permainan piano itu."
***
Aura bercerita perihal alasan dirinya--yang datang ke apartemen Vigo pukul sebelas malam dan meminta untuk menginap-- keesokan paginya pukul delapan di taman indah yang berada di depan gedung apartemen Vigo. Taman yang pagi ini ramai oleh anak-anak yang sedang jogging maupun bermain air mancur yang ada di tengah taman.
Keduanya duduk berjejeran di bangku taman yang panjang. Vigo memandang Aura dengan intens. Entah apa yang ada di pikiran lelaki itu. Tapi dia belum bersuara sejak Aura menyelesaikan ceritanya.
"Kayak mimpi. Tapi itu bukan mimpi. Aku sampai merinding, ngga tahu gimana awalnya aku bisa nyampe teras sedangkan pintunya aja aku kunci dari dalem. Memangnya aku bisa nembus pintu ya?" kata Aura dengan kening berkerut.
Tangan Vigo bergerak mengelus rambut panjang Aura yang berwarna dark brown dengan lembut. Dia bertanya, "tapi kamu ngga merasa takut kan?"
Aura menyerngit. "Kenapa aku harus takut?"
"Bagus." balas Vigo sambil mencubit pipi Aura dengan bangga membuat Aura tersenyum lebar.
"Vigo, main air yuk!" ajak Aura dengan mata berbinar-binar sambil menunjuk air mancur besar yang berada di tengah taman. Air mancur yang tidak sepi oleh anak-anak kecil yang tengah bermain air dengan ceria.
"Nggak mau. Kayak anak kecil aja." ucap Vigo membuat Aura menggeram kesal.
Aura menarik tangan Vigo dengan sekuat tenaga dan menyeretnya ke arah air mancur tersebut. Beruntung dia sudah sarapan tadi, alhasil staminanya penuh untuk menggeret tubuh Vigo yang beratnya melebihi berat Aura sendiri. Cewek itu tertawa puas karena berhasil menarik Vigo sampai ke air mancur.
"Aku ngga berontak, makanya kamu bisa narik aku dengan gampang." ucap Vigo membuat Aura menghentikan tawanya dan memandang Vigo dengan sengit.
"Vigo bego. Emang aku peduli?!"
Tepat setelah itu, Aura mendorong tubuh jangkung Vigo ke dalam air mancur. Dia kembali tertawa puas. Dia menjulurkan lidahnya kepada Vigo yang tubuhnya sudah basah kuyup.
"Aura bego. Emang aku ngga bisa balas dendam?!" kekeh Vigo sambil menarik pinggang Aura ke dalam air mancur ini sehingga mereka menjadi impas, sama-sama basah.
"Apa kamu bilang? Aku bego? Oh, gitu. Udah sana pergi. Jauh-jauh dari aku yang bego ini." kata Aura dengan nada jengkel. Ia bersedekap. Tak peduli terhadap percikan-percikan air yang merajam tubuhnya. Ia hanya memandang Vigo yang sedang memasang puppy eyes-nya.
"Hah? Aku ngga bilang kamu bego, kok. Wah, kayaknya kuping kamu yang bermasalah--"
"Tuh, sekarang lo ngatain gue budeg. Udah lah, pacar kok ngatain pacar. Jahat lo, nyet!" ucap Aura sambil berbalik hendak meninggalkan Vigo.
Alay banget dia. Aura sadar itu. Sejujurnya dia cuma sedang bercanda. Aura bukan lah tipikal pacar yang langsung ngambek gara-gara dikatain bego dan budeg. Gimana bisa ngambek sedangkan Aura bahkan ngga pernah bisa ngambekin Vigo?
Vigo menahan pergelangan tangannya sehingga membuat langkah Aura terhenti. Cewek itu memandang Vigo dengan muka kesal yang dibuat-buat.
"Siapa yang monyet?" tanya Vigo dengan kedua alis terangkat.
"Yang nanya."
Vigo terkekeh. "Aura selalu benar dan Vigo mah apa tuh."
Setelah mengatakan itu, Vigo langsung menarik Aura kembali ke air mancur. Mereka mendorong satu sama lain ke dalam air disertai tawa keduanya. Mereka juga bergabung dengan anak-anak kecil disana dan bermain air bersama. Mereka memang pasangan yang serasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Party
Horror"Gue gak tahu kenapa mereka pakai acara ganggu-ganggu segala. Kalau acara pesta permen sih mau. Lha ini, pesta mbak wewe, mpok kunti, mas pocong, dek tuyul, om genderuwo. Please, ada baygon gak?" - Aura, 17 tahun, frustasi.