(Normal's POV)
Suasana malam ini tidak jauh berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Langit tampak gelap dengan bintang-bintang bertebaran. Gedung rumah sakit inipun masih sama, berdiri tegak di tengah-tengah keramaian kota. Di kelilingi oleh desas desus yang mengatakan bahwa pemilik rumah sakit ini begitu ambisius.
Tap! Tap! Tap!
Suara aduan lantai dan sepatu menggema sepanjang koridor. Terlihat seorang pria dengan kemeja tergulung berjalan seorang diri. Dilihatnya jam yang melingkar di pergelangan tangan kanan miliknya menunjukkan pukul 23.03.
Sosok pria lainnya dengan setelan kemeja putih panjang dengan celana yang juga berwarna putih dan panjang terlihat tidak jauh dari pria itu, duduk dan tampak resah. Pria yang duduk itu berulang kali menghela napas mencoba mengusir ketegangan yang ada padanya.
Saat pria itu berjalan hendak melewati tempatnya duduk, pria itu berdiri secara tiba-tiba. Namun, pria itu tidak merespon apapun. Tetap berjalan dan mengabaikannya.
Pria berkemeja putih itu menahan napas sesaat, menghembuskannya kembali kemudian duduk, tertunduk lesu dan menjambak rambutnya. Keningnya terlihat berkerut dan menggigit bibirnya sendiri, kemudian bergumam frustasi "Tiga tahun, ini sudah lebih dari tiga tahun."
Tidak jauh darinya pria yang berjalan itu melirik dengan ekor matanya menghela napas. "Sepertinya bukan," sambil tetap melanjutkan perjalanan menuju ICU.
Sesampainya di ruangan tempatnya pernah pingsan dia membuka pintu dan masuk menuju korban yang tidak sengaja ditabraknya. Dilihatnya seorang gadis lengkap dengan pakaian pasien rumah sakit tengah tertidur dengan kepala yang diperban sampai menutupi mata kirinya. Pipinya chuby dengan bibir yang sedikit terbuka. Rambutnya pendek sebahu dengan kulit kuning langsat.
"Hmm, mungkin sekitar dua puluh sampai dua puluh dua tahun." Pria itu bermonolog setelah sampai pada perkiraannya, "Atau lebih muda lagi?" Alisnya kini ikut terangkat mendapati kemungkinan tebakannya bisa jadi salah.
Drrrrtt! Drrrttt!
Telepon genggam di dalam sakunya bergetar menandakan adanya panggilan masuk.
'Adara?' Kening pria itu berkerut. Tapi tidak mengurungkan niatnya untuk menerima panggilan tersebut, "Ya?"
"Sayang, kamu di mana sekarang? Kenapa tidak ada kabar darimu? Tadi aku ke apartemen, tapi kamu tidak ada di sana? di rumah juga tidak ada. Apa kamu baik-baik saja?"
Pria itu menghela napas, "Aku di rumah sakit, tidak sengaja menabrak seseorang sampai harus di rawat."
"Apa?! Lalu bagaimana sekarang?"
"Masih belum sadar."
"Rumah sakit mana? Biar aku ke sana."
Pria itu memutar bola matanya bosan, "Mau ke mana? Ini sudah larut, sebaiknya kamu tidur."
"Tapi-"
"Adara Mandala Putri." Ucapnya tegas, pertanda sedang tidak ingin dibantah.
Terdengar suara dengusan dari penelepon, "Ya ya ya. Baik, tuan Lazuardi Tanuwidjaya."
Kemudian sambungan terputus.
'Tunangan apanya?!' Lazu tersenyum sinis. Sebentar memainkan telepon genggam kemudian, "Pak, ambil mobil saya tidak jauh dari kantor sekarang." Tanpa menunggu jawaban telepon kembali terputus.
Sekarang telepon genggam itu kembali ke dalam saku celananya dalam keadaan non aktif. Saat ini pikirannya terbagi, tidak ingin diganggu oleh panggilan-panggilan lainnya.
Matanya kembali pada objek yang tengah tertidur. Sampai beberapa pertanyaan berputar di kepalanya. Siapa dia? Sedang apa dia di sana sampai kecelakaan itu terjadi? Di mana dia tinggal? Siapa nama orang tuanya? Apakah Lazu mengenal orang tuanya? Apakah orang tuanya sedang mencarinya saat ini? Apakah dia memiliki saudara lainnya? Seorang adik? Seorang kakak? Seorang kekasih?
Kekasih? Ke-ka-sih, kee-. Memikirkan itu membuatnya tiba-tiba merasakan sakit di kepalanya. "Argh! Agh! Hah!"
Tangan kanannya berpegangan erat pada tempat tidur sementara tangan lainnya menekan rasa sakit di kepala, berharap sakit itu segera hilang.
'Kenapa tiba-tiba?'
Tetap seperti itu, sampai beberapa menit sakitnya mulai berkurang sedikit demi sedikit. Kini posisinya berlutut dengan tubuhnya yang tertumpu pada tempat tidur.
Masih sedikit pusing yang dia rasakan tapi dengan sekuat tenaga mencoba untuk beralih ke tempat tidur lainnya yang masih kosong tepat di sebelah gadis itu dan berbaring.
Kepalanya masih pusing dan tubuhnya terasa lemas. Pria itu memejamkan matanya mencoba beristirahat. Sampai kemudian diapun tertidur.
...
Pagi harinya, seorang perawat memasuki ruang ICU dan mendapati gadis itu tengah terduduk dalam keadaan sadar.
"Nona, anda sudah sadar?"
Retorika, gadis itu hanya tersenyum menahan sesuatu tanpa menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya.
"Bagaimana perasaan nona? Biar saya panggilkan dokter, ya?"
Gadis itu mengangguk sebagai jawabannya.
Setelah beberapa menit dokter Azmi memasuki ruangan dengan tergopoh. Senyum tipis diberikan untuk pasiennya yang baru saja siuman.
"Bagaimana kabarmu, nona?"
Pasiennya meringis, "Gak begitu baik, dok. Kepala terasa berat dan kenapa dengan mata ini?"
"Begitu, kalau begitu biar saya periksa, nona-" kalimat dokter Azmi menggantung mencoba mencari tahu.
"Yoya." Jawab pasiennya cepat.
"Baiklah, non-"
"Cukup Yoya." Yoya menyela cepat perkataan dokter Azmi.
"Yoya? Baiklah." Dokter Azmi tampak tidak keberatan dengan permintaan ringan dari pasiennya. "Hari ini kamu akan dipindahkan ke ruang VIP sesuai dengan permintaan seseorang dan akan dilakukan pemeriksaan lanjutan."
"Seseorang?"
Dokter Azmi mengangguk mengiyakan.
"Apa seseorang itu, dia?" Yoya menunjuk seseorang yang tengah tertidur tepat di sebelah tempat tidurnya.
Pandangan dokter Azmi mengikuti arah yang ditunjuk Yoya, matanya sebentar membulat dengan mulut terbuka, "Hah?", kemudian menepuk jidatnya sendiri dan menggeleng, "Astaga."
...
...
Author :
Ada karakter lainnya! Hoho
Siapa ya lelaki yang ada di koridor itu?? Kenapa juga abang Lazu mengabaikannya? Aww, abang Lazu udah punya tunangan ternyata? Patah hati ini mah patah hati.
Abang Lazu emang rada songong, maklum, udah ganteng, anak orang kaya pula.
Ooo, jadi korban kecelakaan itu namanya Yoya. Yeay! Pemeran utama akhirnya muncul, haha
Ikutin terus ya jalan ceritanya. Follow, vote dan comment, maka up date bisa lebih cepat. Yuk ah, marii
Arigatou!
Bay bay
KAMU SEDANG MEMBACA
Fantasy
Fantasy"Lu mau tau rasanya gimana jadi satu-satunya orang yang bisa liat lu? Berasa gila gue!" "Saya harap saya dapat dilihat oleh anda dan juga mereka." "Well, kukira kita bisa berteman." Kata mereka, fantasi itu khayalan atau sesuatu yang tidak benar...