DUA

1.4K 60 0
                                    

"Ya, kita lupain aja. Toh sebentar lagi gue mati." Iqbaal mendahului langkah kedua temannya. Meninggalkan mereka yang kini belum berhenti menggeleng heran melihat kepergian Iqbaal.

***

"Gue tahu!" Iqbaal menoleh ke samping kanannya, menggebrak meja Kiky.

Kiky dan Bastian mengerutkan kening. Arti dari raut wajahnya mungkin berupa pertanyaan, "Kenapa?"

"Salsha!" Ujar Iqbaal dengan nada girang. "Salsha mantan gue yang ke-6 bang!" Iqbaal semakin antusias. Ia yakin. Dengan terkaannya saat ini.

"Maksud lo? Cewek yang dimaksud peramal itu Salsha?" Kiky menguraikan maksud perkataan Iqbaal.

"Oh God! Ayo lah Baal. Dia udah punya cowok. BD, anak Jurnalis." Bastian memutar bola matanya. "Lo gak mungkin rebut dia dari tangan BD," lanjut Bastian.

"Gue inget. Dia satu-satunya cewek yang paling merasa sakit hati, dia mohon-mohon sampe nelepon orang tua gue, supaya gue gak mutusin dia. Mungkin gue emang harus minta maaf sama dia, dan... Berusaha mencintai dia lagi." Iqbaal semakin antusias mengingat kenangannya sebagai laki-laki biadab.

"Yayaya. Dan pasti Salsha waktu itu perlu perjuangan yang keras untuk move on dari lo. Dan mungkin aja sampai saat ini dia masih benci banget sama lo." Bastian menatap sarkastik.

"Yang penting hidup gue tetep lanjut. Gimanapun caranya!" ujar Iqbaal. Sedetik kemudian laki-laki itu sudah melesat, menghilang di telan pintu kelas.

Pandangan Iqbaal kini tertuju pada papan jadwal di depan fakultasnya. Memperhatikan gerakan telunjuknya, mencari jadwal kelas Salsha.

"Mana mana mana?" Iqbaal tak henti menggumam pada dirinya sendiri.

'Tap'

Hingga jari telunjuknya menemukan satu kelas dimana Salsha berada sekarang. Dengan cepat Iqbaal berbalik badan dan...

'Dukh'

Bahu kanannya menghantam kening seorang gadis yang tengah melintas melangkah di koridor.

"Maaf," ujar Iqbaal tanpa basa-basi lain. Meninggalkan gadis itu yang kini masih meringis.

"Tunggu." Iqbaal menghentikan langkahnya. Sepertinya ia melewatkan sesuatu. Gadis itu. Mata Iqbaal terbelalak. Sepertinya ia mengingat sesuatu. Ya. Gadis itu, gadis yang semalam ia curigai mengambil kunci apartemennya di minimarket, 'tidak sengaja' mengambil maksudnya.

Langkah Iqbaal berbalik, menjenjangkan lehernya, menyelap-nyelipkan tubuhnya di antara jejalan mahasiswa di koridor, mencari gadis itu. Kemana gadis itu tadi? Seingat Iqbaal, ia tadi mengenakan kaos biru muda dengan celana ehhmmm... Bukan! Bukan celana, tapi rok berwarna...

"Heh." Iqbaal menarik lengan gadis itu dengan kencang, membuat gadis itu berputar berbalik menghadapnya.

"Apaan sih!" Gadis itu masih sesekali meringis. Menatap Iqbaal yang kini berdiri di hadapannya.

"Kunci apartemen gue!" Tanpa basa basi dengan nada membentak, bukan bertanya, membuat gadis itu sedikit tersentak.

"Kunci? Ada."

"Mana?"

"Di rumah gue." Ucap gadis itu dengan cuek.

"Terus gimana cara gue ngambilnya?" Iqbaal merasa gadis itu menyebalkan.

"Tunggu sampai mata kuliah gue habis. Jam 2 siang." Ujarnya, lalu memasuki kelasnya dengan langkah gontai.

Iqbaal menarik lengan gadis itu. Menarik tali tas yang menggantung di bahu gadis tersebut, dan dengan lancang mengaduk-aduk isi tasnya. "Ini jaminannya." Ujar Iqbaal mengambil ponsel gadis itu dan menyimpan ponsel miliknya ke dalam tas itu lagi.

Hidden SixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang