DIharapkan membaca kembali part sebelumnya karena author ini baru meng update setelah dia kembali patah hati.
Prilly membuka matanya, penglihatannya masih kabur. Setelah beberapa kali mngerjap-ngerjapkan matanya, akhirnya dia bisa melihat dengan jelas.
Ternyata, dia ketiduran di lantai, dengan televisi yang masih menyala. Dan juga, air mata yang sudah kering di pipinya. Sesaat dia seperti melupakan apa yang terjadi, namun dadanya kembali terasa sesak setelah dia mengingat apa yang terjadi malam ini. Dia melihat kearah jam dinding di dekatnya. Ternyata kini sudah jam 3 pagi, itu berarti dia sudah tertidur cukup lama. Dia lalu berdiri dari lantai dan pergi kearah dapur untuk mengambil segelas air putih hangat.
Prilly meminum air putih tersebut sambil melamun, dia teringat Ali. Apa yang terjadi dengannya? Mengapa dia belum juga pulang? Apa ada sesuatu buruk yang terjadi kepadanya?
Pikirannya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Dia lalu menghela nafas dan melihat kearah telefon genggam nya. Prilly mengerutkan dahinya. Ada satu notifikasi dari 30 menit yang lalu, dan itu pesan dari Rian.
Aku dalam bahaya, tolong. Gudang dekat perusahaan suamimu.
***
Prilly berjalan di pinggir jalan, dengan tas selempang putih yang menemaninya dan angin malam yang menerbangkan rambutnya. Dia merasa ketakutan, tapi sekaligus ingin membantu Rian. Dia takut terjadi yang tidak diinginkan terhadap Rian.
Dia menggeleng-geleng kuat untuk menepis pikiran buruknya, lalu berbelok karah kanan, dia memandang keatas langit, kini sekarang dia sudah melihat gedung tinggi milik suaminya, dan juga bintang-bintang yang berkerlap-kerlip. Prilly mengghembuskan nafasnya, dia pun berjalan kearah gudang dibelakang gedung perusahaan Ali itu.
Suasana jalan yang ia lewati semakin mencekam, dikarenakan sudah jam setengah empat pagi, banyak orang orang yang masih tertidur, dia takut karena semua jalanan terasa sangat sepi, kota Vilice terasa seperti kota mati pagi-pagi seperti ini.
Kini dia sudah berada di pintu besar gudang ini, Prilly menengok ke kanan-kiri. Tidak ada siapa-siapa, hanya lampu remang yang sedikit menerangi jalan kecil ini. Dia membuka telefon genggamnya, dia ingin membalas pesan Rian, menanyakn dimana Rian sekarang.
Ketika dia sedang fokus, tiba-tiba penglihatannya mengabur, dan badannya mulai tak mempunyai keseimbangan.
Prilly terjatuh dengan penglihatan terakhir sesosok orang yang tidak terlihat mukanya sedang membawa suntikan di tangan kananya.
***
Prilly membuka matanya, lalu mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, untuk mengurangi pandangan kaburnya.
Dia melihat ke kanan dan ke kiri, dia berada di ruangan gelap dengan lampu yang membuat suasana di ruangan terasa gelap dan mencekam. Lalu dia melihat satu orang pria yang datang kearahnya, "Cantik." Pria itu menyeringai kearahnya, Prilly langsung berusaha untuk melepaskan tali yang ada di tangannya, tapi pria itu kini sudah berada di depannya. "Tidak ada gunanya cantik. Kau milikku." Dia melihat kearah Prilly seperti mangsa, dia mencoba untuk mencium Prilly, namun Prilly menggeleng-geleng berusaha menghindar. Satu kecupan mengenai pipi Prilly, membuat Prilly berteriak sambil menangis. Dia merasa rendah dan menjijikan.
"Bajingan!" Pintu didobrak lalu datanglah Ali berlari dengan kencang kearah Prilly dan pria itu. Ali langsung menghajar pria itu tanpa ampun, sampai-sampai pria itu berlari kabur dari Ali. Rasanya Ali ingin mengejar pria itu namun dia tahu ada yang lebih penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT
FanfictionMalik Rafael, CEO paling sukses di Vilice, harus menerima perjodohan yang sudah ditetapkan oleh nenek moyangnya. Ali tidak bisa berontak, karena dipercaya ia akan terkena kutukan dari sang nenek moyang jika ia tidak menuruti kemauannya. Prillyanda...