Chapter 2

15 2 0
                                    

"Hey kau, anak pengasuh!"

Dan..

bugh....

Sebuah pukulan sangat keras tepat mengenai perut bagian bawahnya. Percikan darah dari mulutnyapun disadari oleh beberapa penjaga disana dan hendak menolongnya, tetapi ia menghentikannya. Ia hanya bisa meringis kesakitan sedari memeluk perutnya yang memar hebat.

"Apa yang kau lakukan pada Aurum! Katakan! Apa racun yang kau beri padanya!!" Ia menarik kerah pemuda yang masih kesakitan itu dengan mulut bersimbah darah. Melihat hal itu penjaga tadi hendak menolong tetapi tetap dihalangi oleh sang pemuda.

"Apa yang kau katakan?.." rintihnya.

"Tidak usah pura-pura suci Rhan! Aku tahu, kau seharian bersama Aurum. Dan saat aku melewati kamarnya aku melihat dia hampir kehabisan nafas dan linglung seperti itu! APA YANG KAU PERBUAT RHANDÜIL!!!!" Ia mulai menggoncang tubuh lemah pria itu.

"Kak. Aku tidak melakukan apa-apa. Tapi bila kakak izinkan aku bisa mengobatinya kak... Aku mungkin punya obat untuknya..."

"MUNGKIN KAU BILANG! MUNGKIN JUSTRU KAU AKAN MEMBUNUHNYA!!" Goncangnya makin keras. Bahkan menghantamkan kepalanya kedinding. Eolynda yang mendengar perkelahian itu pun berlari melerai mereka.

"ARMAN HENTIKAN!" Teriaknya sedari menarik-narik tubuh Arman.

"Tidak kau menyingkirlah pelayan!" Arman menghempaskan tubuh Eolynda. Melihat ibunya diperlakukan begitu, Rhandüil tidak terima dan menendang perut Arman. Mulut Arman pun menyemburkan darah dan melepaskan Rhandüil.

"Kau mungkin boleh menyakitiku. Membunuhku bila kau mau! Tetapi tidak ada yang boleh menyentuh ibuku kasar!" Rhandüil kembali memukul wajah Arman keras.

"Nak! Kumohon berhentilah. Aku tidak bisa melihat kedua putraku berkelahi..." Eolynda yang lemas masih duduk dengan mata berkaca-kaca dan menundukan wajahnya memohon.

"Lihat! Bahkan kau! Yang mengatakannya, memperlakukannya seperti pelayan masih memperlakukanmu, dan menganggapmu seperti putranya sendiri! Dasar TAK TAU MALU! KERAJAAN INI AKAN BINASA BILA MEMILIKI RAJA SEPERTIMU NANTI!! Geramnya. Kemudian beralih keibunya yang masih terisak dan membantunya berdiri.

"Arman. Mungkin Aurum hanya lelah. Kau tahu kan penyakitnya. Paru-parunya tidak sekuat dirimu..." ucap Eolynda mengusap rambut hitam Arman.

"Ya! Tapi hatinya selemah dirinya. Berbeda dengan kakaknya..." sindir Rhandüil lalu berlalu dengan ibunya. Meninggalkan Arman yang masih duduk disana dengan mata memar. Para penjaga pun hendak menolongnya terhenti karena sang putra mahkota menolaknya. Para penjaga itupun mundur saat sang pangeran mencoba berdiri dan pergi dari tempat itu.

***

"Ibunda apa... apa dia akan baik-baik saja?" gugup Rhandüil.

"Ya... tentu. Dia hanya... lelah." Rhandüil hanya mengangguk aneh. "Sebenarnya apa yang kalian lakukan, sampai dia seperti ini?"

"Kami hanya bermain. Berlari-lari dibukit bunga Lily-nya"

"Ahh.... ya. Tentu saja. Tempat yang selalu kau kunjungi, hanya bersamanya" gerlik mata Eolynda. Rhandüil hanya tersenyum malu mendengarnya kemudian kembali menatap gadis yang kini terbaring lemas diatas ranjang merahnya.

"Jangan terlalu diperhatikan! Nanti malah jatuh hati!" Goda Eolynda.

"Ah ibunda ini.... aku hanya sangat merindukan tawanya yang selama ini jarang aku dengar.."

"Ya... kau benar. Dia memang seseorang yang sangat ceria. Bahkan waktu kecil, tak sehari pun hari-harinya ia lewatkan tanpa tersenyum dan mengucapkan selamat pagi kesemua orang"

Sword Of The ArcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang