enough [i]

64 6 1
                                    

"Papa, akankah kita selalu bersama?" tanya gadis kecil kepada papanya sambil berjalan menggandeng tangan papanya.

Sang papa menoleh ke arah putri kecilnya. Ia lalu tersenyum dan menggendong putrinya. "Tentu saja sayang. Kita akan selalu bersama sampai ajal yang akan menjemput dan memisahkan kita."

"Benarkah itu papa? Tapi ajal itu apa pa?"

"Tentu saja sayang." Sang papa diam sejenak, lalu kembali tersenyum kepada putrinya, "ajal itu seperti suatu batas hidup yang telah ditentukan oleh Tuhan."

Sang anak terlihat bingung dengan jawaban papanya. Lantas ia bertanya kembali, "batas hidup? Seperti apa pa?"

"Suatu saat pasti kamu akan mengetahuinya sayang. Sekarang belum saatnya." ujarnya sambil tersenyum.

*****

📍bagian satu - awal📍

Bel pulang telah berbunyi, membuat Skylouce High menjadi ramai dan padat, penuh dengan lautan manusia. Siswa maupun siswi pun berhamburan keluar kelas, segera menuju ke loker masing-masing, selanjutnya mereka akan pulang, entah bermain dulu ataupun mengerjakan tugas bersama. Seorang gadis bernama Rise duduk diam termenung di bangkunya, hanya ada dia seorang di kelasnya. Tidak ada tanda-tanda bahwa ia akan beranjak dari bangku tersebut, padahal bel telah berbunyi menunjukkan waktu pulang sekitar 15 menit yang lalu.

Ia hanya melirik jam tangan yang berada di pergelangan tangan kirinya, lalu menghembuskan nafas panjang. Ia menaruh kembali kepalanya di atas bangku dengan jemari-jemari lentiknya bermain disana. Ia terlihat sangat kelelahan. Ia memejamkan matanya sebentar. Mencoba mendapat ketenangan dan keyakinan. Lalu ia pun beranjak dari kelasnya, menuju ke loker kemudian menuju ke klinik sekolah.

Rise merupakan anggota medis atau palang merah di sekolahnya. Sejak ia berada di middle school, ia sudah menjadi anggota palang merah. Jadi, ia hanya meneruskan kegiatan ekstrakulikuler yang ditekuninya tersebut. Dan juga merupakan salah satu hobbinya. Sudah menjadi tugasnya setiap 2 kali dalam seminggu ia mendatangi klinik. Mendapat jatah menjaga klinik bergantian bersama teman-temannya selama siswa/i lain ada ekstrakulikuler. Takut bila ada yang terluka, maka ada Rise dan teman-temannya dengan sigap akan membantu.

Tetapi kali ini Rise sedang sendiri. Tidak ada teman yang menemaninya. Lyra, salah seorang anggota palang merah di sekolahnya yang juga merupakan teman Rise, tidak bisa mengikuti kegiatan ini dikarenakan dia sedang tidak enak badan. Bahkan dia sampai izin ke dokter klinik sebelum pulang sekolah. Ada lagi Xita, dia juga tidak bisa mengikuti kegiatan ini karena ada kepentingan mendadak. Banyak alasan untuk tidak ingin menjaga di klinik. Bagi Rise, hal tersebut sudah biasa.

Meskipun ia sendirian di klinik, ia akan tetap menjaga sampai waktu kegiatan ekstrakulikuler selesai yaitu jam lima sore. Rise duduk di kursi sambil menghadap ke jendela besar yang menuju ke lapangan outdoor belakang sekolah. Di sana banyak anak yang mengikuti ekstrakulikuler seperti latihan sepak bola, latihan pemandu sorak (cheer), bahkan ada yang lari-lari.

Tiba-tiba terdengar ketukan cepat di pintu klinik. Ia segera menoleh ke pintu tersebut. Rise terkejut saat tiga orang memasuki klinik, anggota klub sepak bola pikirnya, dilihat dari jersey yang dipakai mereka. Dua orang tersebut sedang membopong temannya yang terluka, darah mengalir di siku dan lututnya.

"Dudukkan dia di ranjang itu." Rise menunjuk ke ranjang yang paling dekat. Ia langsung menghampiri anggota klub sepak bola yang terluka. Lalu ia menyuruh yang lainnya untuk segera kembali. Dan dua anggota klub sepak bola, yang mengantarkan temannya terluka meninggalkan mereka berdua.

enough (on hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang