Hujan lagi.
Aku menatap sekilas tetesan air hujan yang membasahi kaca mobilku. Aku menyetir dalam diam. Hanya suara radio yang menemani.
Anggaplah aku gadis yang kesepian dan membosankan karena faktanya memang aku tidak punya banyak teman. Aku yang tidak mudah mempercayai orang lain membuatku hanya punya dua orang sahabat akrab.
Sahabatku yang pertama namanya Tris, dia adalah sahabatku yang paling cerewet dan perfectionis tapi, takdir dan kisah percintaannya tidaklah sesempurna hidupnya. Kisah asmaranya sangat membosankan karena dia harus pasrah pada kolotnya perjodohan. Sekarang Tris sedang mempersiapkan diri untuk kelahiran anak pertamanya.
Dan sahabatku yang terakhir adalah Romi, cowok tomboi yang bekerja sebagai make up artis. Kenapa aku bilang Romi cowok tomboi karena dia adalah sejenis cowok bertulang lunak. Kalian pasti akan tahu betapa absurdnya tingkah mereka nanti.
Aku bukan gadis pemalu pastinya tapi untuk bisa memulai percaya pada orang lain adalah hal yang sulit aku lakukan sekarang.
Aku menikmati hidupku. Aku masih muda dan tidak ada yang memaksa harus segera terikat dengan segala tetek bengek komitmen dan jelimetnya dunia pernikahan.
Hei, jangan lupakan fakta kalau aku punya banyak teman kencan. Bukan aku sombong dan murahan karena mudah diajak berkencan banyak pria, aku kencan hanya ketika aku bosan.
Dan bukan berarti tidak ada yang mengajak aku serius untuk menikah. Hampir semua mereka yang menjadi teman kencanku adalah pria mapan dan dengan kriteria calon suami yang ideal hanya saja aku membatasi hubunganku dengan para pria itu. Aku akan menghindari mereka kalau mereka sudah menunjukkan tanda-tanda ingin lebih serius dari batasan kencan.
Aku ingatkan. Jangan mencap murahan kalau kalian belum mengenalku dengan baik.
Aku adalah gadis yang punya prinsip untuk menjaga kehormatan dan kesucian sebagai seorang gadis dan aku masih berhasil sampai pada tahap itu hingga sekarang. Walau dengan pergaulanku yang sebenarnya selalu memiliki perangkap untuk aku melupakan prinsipku itu.
Hujan makin deras dan sekarang aku harus terjebak macet. Kalau bukan karena janjiku dengan seorang wanita yang sudah menjadi pelanggan di tokoku selama hampir setahun ini aku tidak akan nekat menyetir dalam hujan deras begini.
Wanita berwajah teduh itu mengingatkan aku pada seorang wanita yang pernah tidak sengaja kukenal.
Aku masuk ke dalam bangunan tokoku. Hujan sudah reda sejak lima menit yang lalu.
Ini adalah pusat dari toko kue dan rotiku. Bangunannya ada tiga lantai dan lantai teratas adalah cafe yang disediakan untuk pelanggan yang ingin menikmati roti dan kue di tempat.
Aku juga mendesain cafe itu mengikuti kesan yang kekinian supaya sesuai untuk remaja yang memang jadi konsumen paling sering menggunakan tempat seperti ini untuk hang-out atau sekedar kumpul-kumpul.
"Loli, pelanggan atas nama Nyonya Ratih sudah datang?" Aku mendekati Loli petugas kasirku yang sedang mengurus sisa kembalian dari salah satu pembeli.
"Sudah, Mbak," jawab Loli sambil menyerahkan uang kembalian dan tersenyum pada pembeli tersebut.
"Sudah kamu suruh tunggu di atas saja?"
"Sudah, Mbak. Sudah dilayani Mbak Widi juga, tapi...," Loli tidak sempat melanjutkan kalimatnya karena ada lagi pelanggan yang ingin membayar.
"Oke, saya naik dulu." Aku buru- buru melangkah menuju lift. Karena beberapa hal aku akhirnya memutuskan menyediakan lift di sini, salah satunya supaya pelangganku bisa mencapai lantai tiga dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chapter of Love
Romance️Ini tentang Alana dan ketakutannya pada komitmen. Jika ada yang menawarkan ikatan dengan cara tidak biasa, mungkinkah ia akan terus menolak? Slow update.