Lima

5.3K 276 50
                                    

Maaf karena aku selalu slow update.

Lagi buntu ide ✌
______________________________________

AKU melangkah menuju lobby hotel di mana Romi sedang mengikuti seminar. Aku tidak tahu persis seminar apa yang diikutinya, mungkin saja seminar kecantikan karena Romi memang tidak pernah jauh dari hal seperti itu. Ini hari kedua Romi di kota ini dan aku harus rela jadi tour guide sekaligus supir pribadinya selama lebih kurang empat hari kedepan.

Sudah hampir jam empat sore pasti sebentar lagi seminarnya selesai. Aku memilih menunggu di lobby hotel sambil melihat foto-foto​ si kecil Theo yang dikirim Tris lewat Line. Aku gemas sekali dengan pipi gembilnya yang makin memerah setelah selesai menyusu atau menangis. Aku sudah rindu berat padanya padahal baru seminggu yang lalu aku mengunjungi dan mencubit pipinya.

Tris juga terlihat makin cantik dan selalu tersenyum sejak Theo lahir. Sepertinya semua wanita akan semakin bahagia setelah menikah terlebih kalau sudah punya anak. Aku membuang pikiran bodohku karena sempat berpikir kalau aku juga bisa seperti Tris jika aku menikah. Tidak, aku tidak akan menikah jika sekedar ingin punya anak. Aku tidak mau hidupku sia-sia karena ikatan yang hanya akan mengekang dan membuatku kecewa lagi.

"Lana, sedang menunggu seseorang?"

Aku menoleh. Aku mengernyit heran seolah melihat keajaiban dunia. Bayangkan saja dari sekian banyak orang yang berlalu lalang di sekitar hotel ini kenapa dia yang harus menegurku? Ahhhh... mungkin hanya kebetulan.

"Kamu ngapain di sini, lagi ada kerjaan atau mau ketemu seseorang?" Cowok itu tanpa peduli ekspresi tidak sukaku karena kehadirannya dan tanpa malu langsung duduk di sebelahku.

Ada apa dengannya, apa otaknya bermasalah sampai bisa sok akrab banget sama gue?

Tentu saja aku dibuat bingung dengan sikapnya yang begitu ramah ditambah dengan senyum yang makin membuatnya jauh berbeda dari kesan menyebalkan seperti saat pertemuan pertama kami.

Aku tidak menjawab pertanyaannya karena risih dan tidak nyaman dekat dengannya seperti ini. Beberapa orang yang melewati lobby hotel pasti akan langsung berbisik-bisik setelah melihat kami. Belum lagi resepsionis hotel yang selalu mencuri pandang ke arah kami.

"Kamu nunggu siapa?" tanyanya lagi.

"Nunggu teman," jawabku singkat sambil perlahan menjauh darinya yang makin mendekat padaku.

"Oh, apa dia menginap di hotel ini?"

Aku tidak menanggapi pertanyaannya dan berusaha untuk tidak terpancing bersikap tidak sopan padanya yang jelas sekali makin mendekat hingga aku makin terpojok ke sudut sofa.

Kalian tahu rasanya dekat dengan cowok seperti dia? Coba kalian bayangkan apa rasanya saat ada seseorang yang bersikap begitu baik dan manis padahal sejak awal bertemu sudah mengibarkan bendera perang. Pasti rasanya aneh, kan? Itulah yang sekarang aku rasakan. Aku jadi merasa aneh, risih dan tidak nyaman dengan perubahan sikapnya.

"Lana, kamu kenapa? Kamu nggak lagi sakit, kan?" Aku mengerjap saat tangannya menyentuh bahuku. Berani sekali dia.

Aku melotot padanya tanda tidak suka dengan tindakannya. Apa aku benar-benar terlihat seperti orang sakit sampai dia tidak bisa menyadari kalau diamnya aku karena tidak suka dengan sikap sok baiknya. Aku lebih suka dia yang acuh daripada bersikap baik seperti ini.

"Alan, bisa nggak jauhin tangan lo?"

"Eh... sorry. Aku kira kamu sakit soalnya dari tadi kamu diam," katanya lembut dan langsung melepas sentuhannya di bahuku.

Chapter of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang