Chapter 9 - First Death Flag

132 6 1
                                    

Saat matahari mulai muncul dari balik bukit, dia terbangun.

Dengan perlahan dia membuka matanya. Langit-langit yang dia lihat sekarang tampak berbeda dengan yang dia lihat sebelumnya, tapi entah mengapa dia langsung merasakan ada yang familiar dengan suasana di sini. Lelaki itu menolehkan wajahnya ke kiri, di sana ada rak kecil terbuat dari kayu, tidak terlalu tua dan tidak terlalu baru, dia merasa mengenal rak itu meski vas bunga di atasnya membuat rak ini terasa berbeda.

Akhirnya dia menyadari sesuatu, untuk membuktikannya dia melihat ke seisi ruangan, dimulai dari jendela yang terbuka dan lemari yang ada di samping kanannya, tata letak barang-barang yang hampir tidak berbeda dengan apa yang dia pikirkan. Dia mulai berpikir hal yang terjadi sebelumnya adalah sebuah mimpi, dan hari ini dia terbangun di kamarnya sendiri, di kediaman keluarga ahli herbal desa, Vincrad.

Isaac Vincrad, mulai merasa hal yang terjadi sebelumnya hanyalah sebuah mimpi, tentang batu permata yang dia dapatkan, tentang pertemuan berharganya dengan Serena, tentang menyelamatkan dunia dan tentang menebas kepala seorang pimpinan bandit, meski untuk hal ini dia tidak terlalu ingat.

Meski begitu, perasaan bahwa itu semua adalah mimpi hanyalah sebuah utopia, senyuman yang baru saja dia tampakkan itu haruslah dipertanggungjawabkan. Kenyataan ini harus dia hadapi meski itu sulit. Isaac mencoba untuk bangkit dari tempat tidur, namun dia merasakan sedikit sakit pada dadanya saat dia melihat batu permata biru masih menyatu dengan tangannya, dia pun mulai mengingat apa yang terjadi sebelum dia tidak sadarkan diri.

"Aku membunuhnya," ucap Isaac terpatah-patah dengan ekspresi mencekam.

Pecahan demi pecahan ingatan perlahan muncul di matanya, dia juga tidak berhak untuk menganggap semua hal ini hanya mimpi, dia hanya bermimpi agar semua ini tidak terjadi. Isaac mulai menerima semua ini, dia memang harus menyelamatkan dunia ini, beban yang tiba-tiba diletakkan di bahunya ini harus segera diselesaikan.

"Tapi? Ada apa dengan semua ini?" pikirnya saat kembali melihat ke sekitar ruangan, tidak dipungkiri lagi bagaimanapun dilihat, ini adalah kamarnya, Isaac sedang berada di rumahnya, di desa tempatnya tinggal.

"Bertahanlah."

Terdengar suara seorang gadis di telinganya. Saat dia menyadarinya, ternyata itu adalah suara dari Serena yang sedang tertidur lelap dalam posisi duduk di sampingnya. Sepertinya gadis itu menunggu Isaac terbangun namun malah membuatnya tertidur.

"Dia menggigau," ucap Isaac sambil tersenyum, "ia benar-benar imut saat tidur," lelaki itu memandang wajah Serena yang sedang tertidur kemudian mengelus-elus kepala gadis itu tanpa dia sadari.

"Ap-Apa yang ku lakukan!?" ucap Isaac dengan wajah yang memerah mengangkat tangannya dari kepala Serena.

"Ehem! Bagaimana keadaanmu sekarang?"

Seseorang masuk ke dalam ruangan tanpa membuka pintu terlebih dahulu, Isaac tidak menyadari ternyata pintu terbuka sejak tadi. Suara orang itu sangat familiar baginya, seperti sudah lama dia tidak mendengar suara itu, suara yang berat namun penuh kasih sayang di dalamnya.

Orang itu sudah menginjak kepala empat, rambutnya pendek ditutupi topi petani, janggut dan kumisnya dia rawat dengan rapi sehingga tampak lebat. Meski seorang ahli herbal, tapi penampilannya lebih mengarah seperti petani ladang ketimbang ahli herbal, dengan baju kaos putih kekuningan penuh noda dan celana panjang berwarna coklat.

"Ayah," ucap Isaac dengan tiba-tiba.

"Ayah?"

"Ah, tidak. Tiba-tiba aku teringat ayahku," ucap Isaac lagi, dia sadar ini bukanlah dunia tempatnya tinggal sebelumnya.

T R A P P E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang