Jodoh

90 1 0
                                    

"Perasaanku tak bisa dustai
Tak seperti dulu lagi

Aku tak mau terus begini
Bila kau tak lagi
Sungguh-sungguh cinta aku," bunyi nada dering hp Nadin.

"Halo. Iya ma"

"Ucap salam dulu"

"Asalamualaikum, iya ma."

"Walaikumsalam. Kamu kapan pulang?"

"Lebaran besok Nadin pulang ma."

"Jangan terlalu sibuk bekerja. kamu tu sudah besar. Kamu juga harus memikirkan pasangan kamu, Nad."

"Ma. Nadin kerja untuk keluarga juga ma. Nadin ingin membahagiakan mama dan papa."

"Kami bahagia bila kamu cepat nikah."

"Tapi belum ada jodoh ma."

"Mama carikan saja, bagaimana ?"

"Ma biarkan Nadin yang cari sendiri. Mama dan papa bantu dengan doa saja, semoga Nadin bertemu dengan imam yang baik. Jodoh siapa yang tahu ma, Nadin cuma bisa berdoa dan berusaha."

"Ya sudah. Dalam tahun ini kamu sudah harus menentukan pasanganmu. Kalau tidak kami yang bakal mencarikan."

"Ma. Halo..." sambungan terputus. "Jodoh. jodoh. jodoh. Ya Tuhan, bantu saya," sembari wajah rusuh.

Nadin anak tunggal. Wajar saja orang tua Nadin meminta Nadin untuk segera menikah. Nadin berasal dari Padang. Di padang sendiri orang umur 25 sudah seharusnya menikah, tidak semua juga tapi sebagian desa yang ada. Nadin yang sibuk dengan karirnya tidak ingin di jodohkan, lalu mengikuti suami. Bila pada ujungnya perempuan harus menikah dan mengikuti suami, kenapa harus bekerja mati-matian untuk berkarir, pikir Nadin. Nadin tidak ingin di jodohkan, apalagi Nadin yang masih ingin kebebasan untuk dia berkarir lagi. Mencari jodoh dalam waktu setahun apa bisa ? Pikir Nadin. Nadin kepikiran Luka.

"Nadin...,"panggil Pak Afdal. Nadin tersentak dalam lamunan.

"Kenapa. Lagi ada masalah ?" Nadin masih ke pikiran tentang perjodohan yang di rencanakan orang tuanya.

"Oh... gak ada apa-apa," jawab Nadin cepat. "Ada apa ya, pak."

"Proposal yang kemaren sudah siap ? Soalnya nanti jam 3 ada meeting, sekalian nanti kamu ikut"

"Saya...," tunjuk Nadin.

"Iya, Kamu." Nadin kaget. Nadin belum pernah yang namanya meeting. "Sekalian ajak Fakhrul, kalian berdua hanya melihat-melihat dan mempelajari situasi pada saat meeting nanti."

"Fakhrul tidak pernah datang ke kantor pak, jadi bagaimana cara untuk menghubunginya."

"Anak itu memang keras kepala. Ya sudah, kamu sendiri saja."

"Baik pak."

Rasa bercampur aduk, ada rasa gugup dan senang. Nadin malah ke pikiran bila nanti dia di jodohkan. Karir yang mulai beransur naik, harus di tinggalkam demi pernikahan tanpa ada komitmen sebelumnya. Nadin ingin menikahi laki-laki yang mengerti akan dirinya. Tidak pernah melarang dengan apa yang dikerjakannya selagi itu masih baik.

Setelah pulang dari kantor Nadin menemui Luka. Mereka yang duduk di taman kota yang di kelilingi dengan keindahan bunga.

"Kamu masih sayang gak sih Ka, sama saya."

"Kenapa tanya begitu. Kamu masih ragu. Saya mintak maaf atas kejadian sebelumnya,  satu hal yang harus kamu tahu. Aku masih sangat mencintaimu, Nad."

"Kakau begitu, kapan aku di halalkan."

"Tidak secepat itu juga Nad."

"Berarti kamu tidak serius dengan apa yang kamu ucap."

"Nad. Banyak hal yang harus aku lalukan sebelum menikahi kamu."

"Tapi aku tidak bisa menunggu terlalu lama lagi Ka. Orang tuaku berharap aku segera menikah."

"Nad."

"Ka..." sambar Nadin. "Aku tidak tahu apa kamu jodoh aku atau tidak, yang jelas pada saat ini kamu yang aku perjuangkan. Sekian lama aku menunggu yang aku inginkan kejelasan dalam hubungan ini. Aku tidak mau berlarut-larut pacaran yang pada ujungnya bakal putus juga. Sekarang biarkan kita putus. memutuskan untuk menikah atau memutuskan untuk berpisah. Itu terserah kamu."

"Beri aku waktu untuk berpikir, Nad."

"Silahkan Ka, yang jelas aku tidak ingin menunggu terlalu lama." Nadin meninggalkan Luka.

Langkah kaki Nadin berjalan cepat. Hujan yang datang hanya membasahi matanya saja. Bagaimana lagi, Nadin harus memutus. Nadin juga tidak ingin bila harus putus dengan Luka. Nadin berharap semoga keputusan Luka tidak membuat Nadin kecewa. Nadin juga tidak ingin bila ke dua orang tuanya mulai kecewa. Satu hal yang Nadin inginkan, yaitu kebahagian orang tua.

Nadin duduk di bangku jalan, dalam keadaan malam dan rintihan gerimis, sendiri. Melamun dengan beban yang dia rasa berat, perjodohan.

"Sudah makan." Sapa Fahrul. Nadin menoleh ke sebelah.

"Bisa tidak, sehari saya tidak ketemu kamu."

"Tidak. Malah sebaliknya saya ingin setiap hari bertemu. Besok saya bakal masuk kerja, kita bakal satu ruang. Kita lihat siapa yang bakal keluar dari rungan itu secepatnya."

"Aaaaaa..... aaaa....."Nadin nangis sejadi-jadinya. Fakhrul panik dan mencoba mendiamkan Nadin.

"Aaaaaaa... aaaaa.aaa" Nadin malah nangis semangkin keras. Fakhrul menutup mulut Nadin dengan kedua tangannya. "Diam, saya bercanda." Nadin menangisi semua keputusan yang telah dia ambil. Nadin paham, bahwa Luka tidak pernah serius dalam hubungan, apalagi menikahinya. Luka yang terlalu fokus ke karir hingga tidak terpikir untuk menikah dalam waktu yang cepat. Apalagi dengan umur mereka yang seumuran. Jadi sedikit harapan Nadin dalam pengharapan yang aman dalam terhadap Luka.

"Awas," Sahut Nadin. Nadin berdiri lalu berajalan dalam rintihan gerimis. Fakhrul memandang Nadin yang berjalan dalam terik lampu jalan dan gerimis. Fakhrul mengikuti Nadin.

"Tunggu. Kamu sehatkan ? " ucap Fakrul. Nadin diam. "Kamu rada-rada aneh," sahut Fakrul lagi.

"Kamu yang lebih aneh. Kenapa ikuti saya."

"Sudah terlalu malam. Saya tidak tegaan lihat wanita jalan sendiri."

"Jangan sok perhatian. Semua laki-laki sama."

"Jangan pandang semua laki-laki sama. Sebelum mengenal saya."

"Heei anak bos yang pengecut, yang masih suka kebebasan, yang tidak pernah membayangkan masa depan. Apa yang kamu harapkan. Harta turunan tanpa berusaha."

"Heii jaga mulutmu, jangan asal ngomong kalau tidak tahu tentang saya."

"Baik. Mari buktikan siapa yang bakal keluar dari ruangan itu secepatnya. Saya atau kamu. Kamu pandainya apa sih ? Anak papa yang hanya bisa mintak uang jajan. Padahal umur sudah tua. Ingat. Tidak semua yang kamu inginkan berjalan sesuai rencana, kecuali kamu berusaha." Sahut Nadin sembari meninggalkan Fakhrul. Fahrul terdiam dengan perkataan Nadin.

Tentang kita, yang terjebak jodoh. Sejauh apapun aku berlayar bila kau adalah pelabuhan terakhirku maka kita bakal di pertemukan.



















Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang