1 - Shimura Reo

703 55 20
                                    

Kadang, kau berkhayal memiliki kekasih yang lebih tinggi.

Kau masih berdiri sendirian, bersandar pada jembatan. Sesekali menengadah memandang taburan bintang dan lampu-lampu yang menggantung warna-warni di sepanjang jalan menuju festival musim panas. Tanganmu masih menggenggam tas tangan sederhana, dengan kaki yang bergoyang-goyang gelisah menanti sesuatu. Berada dalam yukata ini tak terlalu membuatmu nyaman.

Satu lagi pasangan mesra lewat. Tangan si laki-laki merangkul pundak si perempuan, sementara kepala si perempuan bersandar pada bahu kekasihnya. Ada juga lelaki yang sibuk mengacak rambut kekasihnya dengan lembut, membuat si perempuan cemberut sekaligus tersipu malu.

Nah, nah. Seperti itu kalau punya kekasih yang lebih tinggi. Rasanya pasti aman setiap saat, memiliki pelindung sepanjang waktu. Bahu bisa dijadikan sandaran. Pasti nyaman sekali.

Tapi, yah, apalah. Kadang kau berharap Reo adalah sosok yang tinggi, gagah dan berani. Bukan berarti kau tidak mencintai Reo apa adanya. Hanya saja ... kau juga ingin tahu rasanya seperti heroine dalam shoujo manga. Ingin tahu rasanya saat menyandarkan kepala bertemu bahu, bukan angin lalu.

Ngomong-ngomong, Shimura Reo sudah terlambat empat menit. Artinya empat traktiran makanan sesuai perjanjian kalian-terlambat satu menit artinya satu kali traktir. Lumayan juga, kau jadi bisa menghemat. Kadang Reo memang bisa membuat hidupmu lebih berwarna, 'kan?

"Jadi aku terlambat berapa menit?"

Baru saja kau hendak membuat daftar makanan apa saja yang akan kau tagih, sosok Reo muncul di hadapanmu. Dia tidak memakai yukata sepertimu, karena sejak awal kau memang gagal membujuknya. Hanya kaus hitam dan celana jeans. Tapi, ha, mampus. Otot lengannya terlihat jelas. Tuhan memang adil, ya. Yang pendek diberi kelebihan juga.

"Takoyaki, ringo ame, okonomiyaki-"

"Iya, iya, sabar." Reo terkekeh sembari menghentikan ucapanmu.


Kau mendengus, lalu terkikik geli. Kadang kala, inilah yang kau syukuri dari hubunganmu dengan Reo. Apa pun yang Reo lakukan, selalu mampu membuatmu tertawa.

"Jadi ... pergi sekarang?"

"Uhm." Terkutuklah, kau membatin. Reo lebih pendek darimu beberapa sentimeter. Bukankah kalian terlihat seperti sepasang kakak dan adik?

Nah, ini dia. Kau risih. Jika orang-orang melempar atensi padamu yang merangkul lengan Reo. Dengan kepalamu yang lebih tinggi dari Reo. Walau tidak sampai jarak 10 senti. Bisik-bisik dan hiruk pikuk festival membuatmu ingin tenggelam.



Ahhh ... betapa kau ingin mempunyai pacar tinggi, 'kan?

"Hei."

Kau menoleh. Menatap Reo penuh tanya. Walau sedari tadi asyik menunjuk beberapa hal yang membuatnya tertarik, tak sekalipun kau tanggapi dengan sepenuh hati. Kau sedang kesal.

".... Kau risih? Oke oke. Aku akan berjalan jauh darimu. Adil?" Perempatan siku-siku secara imajinier bertengger manis di dahimu usai mendengar Reo berkata demikian.

"Dan aku lebih risih kalau jauh darimu."

"Ahahaha. Benar, yosha! Ayo kita coba beberapa wahana." Kauakui, ketika Reo mengacak rambutmu kasar, kau menyukainya. Walau Reo harus berjinjit dan berpegangan pada bahumu.

Festival ini padat. Ramai dengan lautan manusia, dan kautakut Reo akan hilang terbawa arus, saking pendeknya lelaki itu. Oke, mungkin kau berlebihan, tapi entah mengapa para pengunjung festival kali ini terlihat tinggi-tinggi sekali. Jadi, sesekali kau melirik gelisah.

Kitto, Mata Aeru KaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang