6 - Jean Kaito

420 37 16
                                    

[Hari ini kita ngedete, ya? Kujemput di rumahmu, beb.]

Date, Jean.

[Aku typo hahahaha. Jadi, kujemput di rumahmu jam berapa, beby?]

Jijik, Jean. Dan kau salah menyebut beby juga. Terserah kau saja.

[Oke oke...itu typo juga. Jam dua siang, ya. Tampil seoke apapun, siap? Dah beb.]

...

Kau menggigit kesal handphone-mu dengan wajah kusut. Demi apa pacarmu sealay ini. Ayolah, dia 'kan artis. Idola terkenal naungan sebuah agensi. Dalam sebuah unit wow. Mengapa sealay ini. Kau gigit jari membaca pesan antara kau dan dia.

Kau mencoba biasa saja dipanggil beb oleh Jean. Katanya Jean hanya mau mempersingkat penyebutan Baby. Terserah saja, kau sakit kepala berurusan dengan Jean. Walau sebenarnya kau suka-suka saja dipanggil demikian. Itu panggilan sayang, 'kan? Tapi demi Sougo yang mengendalikan kereta, kau tak akan sudi mengakuinya.

Hmph.

Kau melirik pada jam. Sudah pukul 12. Jarang-jarang kau bisa berkencan dengan pacarmu. Dia sibuk. Dan hari ini Jean mengajakmu berkencan, maka kau gembira bukan kepalang walau berlagak jutek. Ya ... kau memang tsundere akut. Kau lantas bergegas mandi.

Krik.

Memicing ragu, kau ingin dipuji oleh Jean mengenai baju. Maka kau berdiri di depan lemari, merasa garing karena sudah 10 menit tak kunjung menambat hati pada pakaian mana pun.

"Huhhff. Yang manaaaaa!!" keluhmu kesal. Hendak kau panggil ibumu, tapi urung karena sudut matamu menangkap sebuah cardigan.

Yah ... kau rasa dapat ide. Rok pendek yang masih wajar berwarna coklat polos. Baju kaos manis, dilengkapi cardigan putih panjang. Kau merasa sempurna.

Menata rambut dengan ragu, kauputuskan menjalinnya longgar. Memoles wajahmu dengan bedak tipis. Juga lainnya. Sentuhan terakhir berupa flat shoes. Uh ... kau benar akan mengutuk Jean jika tak terkesan sedikit pun. Sebelumnya kau tidak sudi berlama-lama berdandan hanya untuk membuat seseorang terkesan, bahkan hanya sekadar memakai bedak yang kausebut sebagai serbuk kutukan pun tidak mau.

Ting tong!

Kaudengar bunyi bel pintu, membuatmu segera berlari turun dengan menarik tas selempang. Juga berpamitan pada ibumu. Bersiap menyambut kekasihmu sembari menebak-nebak bagaimana penampilannya.

"Halo Beb." Jean tersenyum lima jari. Kauakui, dia ... err ... tampan. Sangat malah. Alis tebal, hidung mancung, bulu mata lentik, kulit yang bahkan lebih putih darimu, bibir yang kadang membuat sisi mesummu jungkir balik. Paduan Turki dan Jepang itu sangat sempurna di matamu—meski kau tak sudi mengakuinya secara terang-terangan.

"Hentikan, itu menjijikan, Jean."

"Oke ... maaf, Baby. Ngomong-ngomong," kau menantikan ini. Jean yang akan memuji penampilanmu. Yah ... benar kau menantikannya dan tak sudi mengaku.

"Aku tampan, 'kan? Penampilanku sudah keren, 'kan?"

Jleb.

Ternyata penampilannya sendiri lebih penting daripada perjuanganmu berdandan hari ini.

Kau memicingkan mata, sok-sokan menilai laki-laki di hadapanmu meski dalam hati sudah ingin mencakarinya habis-habisan. Jean memasang cengiran menyebalkan yang pasti sering menjadi korban screenshot para fans jika Jean menampilkannya di tempat umum. Kadang kau bertanya-tanya mengapa fans mau-maunya menyimpan muka-muka menyebalkan Jean itu (padahal di HP-mu sendiri diam-diam kau men-download foto Jean).

Kitto, Mata Aeru KaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang