Chapter 3

3K 266 6
                                    

Aku berjalan lebih cepat dari biasanya dengan perasaan yang awas akan keadaan sekitar. Waktu memang sudah menunjukan lewat dari tengah malam, tapi tak ada yang tahu apakah masih ada karyawan yang berkeliaran di lantai kantor ini. Langkahku terhenti saat aku sudah berada di depan lift yang masih tertutup dan dengan harapan penuh aku menekan tombol itu agar segera terbuka. Kutatap sosok yang berdiri di sampingku dan yang sedari tadi kuhindari.

"Berhenti mengikutiku, Draco."

Ia hanya membalas tatapanku tanpa sepatah katapun untuk kemudian menggeleng. "Aku baik-baik saja," ujarku yang seakan menjawab pertanyaan tak tersiratnya.

Kembali ia menggeleng. "Aku masih ingat bagaimana kau histeris tadi dan napasmu masih belum normal sepenuhnya, kau tak baik-baik saja."

Kali ini aku yang tak memedulikannya dan langsung melengos masuk saat pintu lift ini terbuka. Kami berdiri dalam diam. Tak ada kegiatan erotik yang mengharuskannya meminta Pierce untuk membereskan sesudahnya. Ia berdiri di belakangku dengan siaga, mungkin karena takut aku kembali histeris, kejang-kejang, dan mati mendadak.

"Kau salah arah," ujarnya kepadaku saat kami sudah berada di basement tempat aku biasa memarkir mobil. Aku menatapnya dengan tanya. Ia berjalan ke arahku dan mengambil remote control kunci mobilku dan melemparkannya kepada Pierce yang kehadirannya bahkan tidak kuketahui. Kembali aku menatapnya, bukan dengan pertanyaan namun dengan kekesalan.

"Apa yang kau lakukan?"

"Aku akan mengantarmu pulang, sementara Pierce akan membawa mobilmu."

Tanpa tedeng aling-aling lagi ia menarik tanganku dan mendudukanku di kursi penumpang mobilnya lalu dengan sangat cekatan memakaikanku seat bealt untuk kemudian menutup pintu mobilnya dan sekarang ia sudah berada di sampingku, di kursi kemudinya. Aku menatapnya tak percaya. Rahangku seakan ingin jatuh dari tempatnya melihat tingkah diktaktornya terhadapku.

"What's wrong with you?" tanyaku yang langsung mencoba untuk membuka seat belt yang langsung di tahannya.

"No, what's wrong with you?" ia berbalik tanya.

Kuhela napasku sedalam mungkin untuk kembali berargumen dengannya. "Yang kau lihat tadi di kantor bukan urusanmu, jadi kau tak perlu mencampuri dengan berlagak bak pahlawan yang.."

Kalimatku terputus saat ia membungkamku dengan bibirnya. Aku dapat merasakan kehangatan seluruh tubuhnya dari bagian tubuh kini tengah melekat di bibirku. Ia mengecupku kemudian melepaskannya dan kembali duduk lalu memakai seat bealt -nya. " Sit down and try to relax."

Tanpa perlu mendapatkan jawab dariku lagi, ia langsung menginjak gas dan memacu kendaraannya keluar dari basement. Jauh dalam hati ini, aku bersyukur dengan Draco yang memaksa untuk mengantarku pulang karena kakiku benar-benar lemas tak berdaya. Ia menatapku sesaat dan menyerahkan botol air mineral dari sisi mobilnya kepadaku.

"Minumlah. Kau aman bersamaku."

Tanpa mengucapkan terima kasih aku menerimanya sambil merogoh tas untuk mencari pil penenangku. Kuambil dua butir dan menenggaknya bersama air yang diberikan olehnya. Ia memerhatikan yang kulakukan namun sama sekali tak berkomentar akan hal itu. Sepanjang perjalanan yang hanya memakan waktu beberapa menit ini, aku menghindari kontak mata bersamanya. Kualihkan pandanganku pada pemandangan luar yang masih di tutupi salju tipis sepanjang jalan. Ia memarkirkan Audi S8-nya tepat di depan lobi apartemenku. Dia melepaskan seat belt- nya lalu menatapku tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Aku baik-baik saja. Terima kasih," ujarku menatapnya dengan sendu karena sekarang aku bagai tak memiliki energi lagi.

Ia hanya mengangguk dan aku keluar dari mobilnya setelah Pierce memberikan kunci mobilku. Sesampainya di apartemen, aku langsung membasu wajah untuk kemudian memaksa diriku tidur sambil berharap bahwa mimpi buruk itu tak lagi kembali.

SkyscraperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang