Tiga

15 0 0
                                    

Ada tiga hal yang tidak aku sukai pagi ini:

1. Menyadari detik ini aku berada di tempat yang sama dengan Eka.

2. Hari terakhir di villa artinya, aku harus siap kembali ke kenyataan dan bergulat kembali dengan soal inten.

3. Waktu kedekatan aku dengan Adit berkurang. Ya, entah mengapa ini masuk ke dalam list hal yang aku tidak sukai pagi ini.

Aku kembali membasuh muka dan menyikat gigi setelah itu, aku mengalungkan handuk yang telah aku gunakan. Dengan membawa handuk dan plastik berisi baju kotor aku menaruh semua barang-barangnya di koper, agar nantinya aku tidak perlu kerepotan.

Aku keluar untuk membantu membuat sarapan atau setidaknya mencuci piring. Aku melihat teman sekelas laki-laki tidur di ruang tamu bersama dengan anak tongkrongan sekolah. Sebisa mungkin aku tidak mencari dimana Eka berada. Aku kembali fokus dengan piring yang sedang aku bilas.

"Udah apa jangan bengong mulu. Jangan mikirin Eka terus lah katanya lo udah gasuka." Suara Firdha berbisik ditelingaku membuatku kehilangan konsentrasi.

"Iye bawel, emang udah gasuka sih."

"Udahlah gausah lirik-lirik gitu."

"Siapa yang ngelirik ye." Ucapku dengan sewot.

"Iya iya percaya gue. Lagian udah empat tahun lo suka sama Eka kalau dihitung-hitung. Itu kalau anak udah bisa jalan dah. Lagian ada Ari sih itu baik dia." Mendengar Firdha yang menyinggung nama Ari aku terdiam.

Apa aku harus mengurungkan niatku untuk menjauhi Ari?

***

Melihat pagi ini Adit lebih sering bersama anak tongkrongan membuatku sedikit kesal. Jika saja mereka tidak menyusul aku bisa menjamin pasti Adit akan tetap berada didekatku. Rencananya setelah sarapan kita akan pergi ke warung yang berada di atas puncak dan ke kebun teh. Namun, melihat Adit yang sekarang bermain dengan anak tongkrongan membuatku ragu. Memikirkan apakah Adit akan ikut atau ia akan tetap di Villa bersama anak tongkrongan yang lain.

Sekitar jam 9 akhirnya kita berangkat ke warung puncak dan kebun teh dengan menyewa angkutan umum. Beruntung sekitar jam setengah 9 Eka dan anak tongkrongan yang lain sudah pulang dan dapat dipastikan bahwa Adit ikut. Hal itu membuatku sangat senang. Setelah berjalan ke depan cukup jauh kita memutuskan untuk menyewa dua angkutan umum. Lucky me! Karena aku berada di angkutan umum yang sama dengan Adit.

Sesampainya disana kita duduk diluar. Aku duduk bersebelahan dengan Firdha dan Kentung. Sementara adit berada di ujung meja bersama Apra. Cuaca yang mendung membuat puncak semakin dingin. Tak lama kemudian hujanpun datang. Kita semua akhirnya memutuskan untuk pindah ke dalam. Entah kebetulan atau apa saat didalam aku duduk bersebelahan dengan Adit.

"Kenyangg, mau cobain gak dit?" Aku menyodorkan piringku yang berisi kue coklat.

"Gak vir makasih, gue ga suka manis." Ucapnya sambil menggelengkan kepala.

Satu fakta yang aku ketahui tentang Adit, ia tidak suka makanan manis. Informasi penting, perlu dicatat dan diingat dalam otak!

Selesai makan kita semua memutuskan untuk kembali ke Villa karena bus yang datang untuk menjemput sudah dalam perjalanan.

***

Sekitar jam dua siang kita sampai di Villa, karena lalu lintas yang menerapkan prinsip buka-tutup membuat perjalanan menjadi lebih lama. Setelah mengecek bahwa semua barang bawaanku sudah lengkap aku bersantai ria di ruang tamu, sementara yang lain masih sibuk mengemas barang bawaannya.

Sekitar jam tiga sore kita berangkat kembali pulang ke Jakarta. Lagi-lagi aku kembali ditinggal Shinta karena ia duduk bersama Ibab. Akhirnya, Adit kembali duduk disebelahku.

Karena jalan masih menerapkan prinsip buka-tutup terpaksa kita harus menunggu didalam bus sampai jalanan dibuka kembali.

"Dit lost stars dong." Aku me-request lagu kesukaanku karena Adit sedang memegang gitar.

"Gabisa vir gue aja baru belajar hehe." Ucapnya sambil cengengesan.

"Gampang kok, gue gabisa gitar juga. Cuma pake kunci C."

"Oh iya, gini vir?" Adit terlihat serius memetik senar gitar.

"Iyaa iyaa!"

"Pindah ke belakang aja deh lebih lega disini sempit gitarnya kepentok mulu." Adit membawa gitar menuju kursi belakang bus.

Aku mengikutinya menuju kursi belakang sambil membawa hpnya.

"Nah gini kan enak. Ayo, nyanyi." Adit kembali memetik gitarnya.

Please don't see
Just a boy caught up in dreams and fantasies
Please see me
Reaching out for someone I can't see

Take my hand, let's see where we wake up tomorrow
Best laid plans sometimes are just a one night stand
I'll be damned, Cupid's demanding back his arrow
So let's get drunk on our tears

And God, tell us the reason

"Kok yang ini ga pas ya dit nadanya haha?" Kita berdua terkekeh karena suara dan gitar tidak senada.

"Coba tanya Apra vir minta kuncinya." Aku menghadap kebelakang dan meminta hp Apra untuk melihat chords gitar. Akhirnya kita melanjutkan bernyanyinya.

Tears and God, tell us the reason youth is wasted on the young
It's hunting season and the lambs are on the run
Searching for meaning
But are we all lost stars trying to light up the dark?

Who are we?
Just a speck of dust within the galaxy?
Woe is me
If we're not careful turns into reality

But don't you dare let our best memories bring you sorrow
Yesterday I saw a lion kiss a deer
Turn the page, maybe we'll find a brand new ending
Where we're dancing in our tears

And God, tell us the reason youth is wasted on the young
It's hunting season and the lambs are on the run
Searching for meaning
But are we all lost stars trying to light up the dark?

And I thought I saw you out there crying
And I thought I heard you call my name
And I thought I heard you out there crying
Just the same

And God, give us the reason youth is wasted on the young
It's hunting season and this lamb is on the run
Searching for meaning
But are we all lost stars trying to light ... light up the dark?

(Lost Stars - Adam Levine)

"Yeayy! Akhirnya ya dit bisa juga haha." Kataku sambil bertepuk tangan.

"Iyaa vir coba lo yang main." Adit memberikan gitarnya kepadaku.

"Gabisa bingung metik senarnya gimana."

"Nih gini nih tangannya." Adit mencontohkan cara memetik senarnya.

Tidak. Rasanya bukan seperti ada aliran listrik seperti ada yang di novel yang sering aku baca saat jari aku dan Adit bersentuhan. Rasanya... seperti aku tidak ingin melepaskan tangan Adit.

Entah siapa yang memulai suara di bus pun dari yang sepi menjadi ramai. Banyak yang bersahutan melihat kedekatan aku dan Adit. Apra, Kentung, Gilang, dan Rifan menyanyikan lagu apapun yang berhubungan dengan percintaan. Mereka meledek aku dan Adit.

Untuk menutupi rasa salah tingkahku aku memberikan cubitan kepada mereka semua. Sepanjang perjalanan dari Villa ke Jakarta, semua orang berisik meledek aku dan Adit yang menjadi dekat dalam waktu tiga hari ini.

Sesampainya di Jakarta aku kembali sadar. Mungkin hanya tiga hari dua malam aku bisa dekat dengan Adit. Mungkin sesampainya di Jakarta aku dan Adit hanya akan menjadi teman sekelas lagi seperti biasanya.

***

TBC

Yey jadi juga kan akhirnya. Semoga suka Adit HEHE btw ini banyak part yang kelewat di aslinya cuma kayanya bakal panjaaaaang banget. Oiya fakta lain yang aku tau tentang Adit hari itu, ga ngerokok - gasuka kopi. See u in next chapter Adit!:)

1428 BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang