Masih Sekisah di Bulan Desember(republish)

384 15 6
                                    

Sore ini, derai hujan Desember yang ku nikmati dari balik jendela kaca terasa familiar, hanya saja saat ini aku sendiri.

Jika dulu ada kamu yang duduk di hadapanku bersama teh hangatmu itu,  Kini hanya ada aku,  cappuccinoku,  dan secangkir teh hangat tak tersentuh serta kursi kosong milikmu.

Riuh gemericik hujan memukul bumi kembali menarikku untuk tenggelam dalam naungan kenangan tentang dirimu.

Kamu,

Aku kembali teringat kenangan hujan-hujanan bersama mu sepulang sekolah dulu.

Kau memaksaku untuk menerobos hujan yang cukup deras itu. Dengan segala bujuk rayu dan wajah memelasmu,  kau berhasil membuat ku menyerah dan mengagguk pasrah lalu kau menyeretku mengikuti derap langkah ceriamu menuju hujan.

Jika saja boleh jujur, saat itu aku bergidik memikirkan dingin yang akan menusuk. Betapa malasnya aku saat itu, tapi entah kenapa kakiku terus bergerak seolah tanpa sadarku menuju tumpahan air yang cukup deras itu.  Dan benar saja, begitu langkah kaki kita menapak tanah yang basah dan milyaran bulir hujan jatuh memberondong tubuh,  gigil kontan menamparku.

Aku mengatup bibir kuat menahan dingin tapi tidak denganmu. Kau tertawa girang, matamu yang sedikit sipit mengecil efek dari senyum lebar yang kau ukir dibibirmu yang sedikit pucat.

Kau tau? Melihatmu yang seperti itu membuat aku yang awalnya merengut dan bersungut tertegun. Dingin yang kurasa hilang seketika. Ada kehangatan yang menelusup relung hatiku dan tanpa sadarku aku ikut menarik garis bibirku membentuk lengkung yang tak terlalu manis. Binar iris hazelmu kala itu membuatku sadar bahwa bahagia itu sederhana.

Dan bagiku, bahagia itu menemanimu berada di tengah guyuran hujan dan melihatmu tertawa lepas lalu ikut berlari kecil sepanjang jalan menuju pulang.Cukup.

Kamu,

Derai hujan sore ini kembali memutar kaset kenangan kita dulu, bulir hujan yang menghempas rerumputan di halaman belakang rumahku seakan ikut berbisik, kembali bercerita tentang aku dan kamu yang dulu pernah tertawa dan berteriak girang ditengah riuhnya hujan yang berjatuhan menghantam tubuh ringkih kita, hingga kita kuyup di hadapan mereka. Riak air yang menggenang di tanah ikut angkat bicara dan mengutarakan kerinduannya akan tapak kaki kecil kita yang dulu menari lincah di atas mereka.

Kamu,

Kau tau, setelah sekian lama kini aku kembali memberanikan diri untuk berdiri di tengah mereka.  Ku lihat mereka seakan penuh tanya kenapa aku sendiri?. Lalu harus ku jawab apa?.. Haruskah aku seperti Desember yang lalu Desember kelabu di saat kau pergi meningalkanku?, aku yang hanya diam dan bungkam lalu berlutut. Lalu merengek pada hujan untuk menyamarkan air mataku yang berdesakkan ingin bebas?.  Seperti itukah?

Kamu,

Desember dan hujan mempunyai sejuta kenangn untuk kita dan jujur sulit untukku tak mengenangmu jika hujan mulai berisik lalu menyeretku kembali berkubang di lembah rindu. Tapi untuk Desember dan Hujan sore ini, ku coba menepis siluet mu dan coba menulikan ricuh celoteh hujan tentangmu.

Dan tentang pertanyaan mereka..  Akan ku jawab. " aku menyerah, bukan berarti aku kalah tapi aku hanya lelah, lelah menanti yang tak kunjung datang. Dan kalian tak usah resah akan ku bawa seseorang yang baru yang akan menemaniku menari di hadapan kalian dan ku pastikan bukan hanya di bulan Desember, tapi di setiap bulan bahkan di setiap hujan menyentuh bumi maka akan ku ajak ia menari mengukir dan merekam kenangan yang akan ku kenang saban hari.  ".

Kamu,

Terima kasih untuk Desember dan hujanmu yang kau bagi bersamaku. Terima kasih telah mengajarkanku arti rindu yang menanti temu. Terima  kasih atas definisimu tentang hujan yang menyadarkan ku bahwa bahagia itu sederhana dan dingin dan basah hujan tak seburuk yang ku kira.

Kamu,

Aku tak akan melupakanmu, aku tak sejahat itu,  hanya saja aku akan perlahan mengikis rasa dan membuang asa.

Untuk Desember dan hujan sore ini..  Berlalu lah.. 

Untuk secangkir teh panas tak tersentuh.. Sudah cukup stok teh ku sudah habis. Tak kan ku buat lagi.

Untuk kursi kosong tak berpenghuni.. Bersabarlah akan ada yang mendudukimu suatu saat nanti.

9/12/2016

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


9/12/2016.

"Di suatu Senja yang gelap tertutup kabut rindu, ditemani selimut lusuh yang masih menyisakan harummu"

Aku, Kamu dan Rasa. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang